"Aku yakin kau akan mempertimbangkan tawaranku." Vilas melompat ke gedung terdekat tanpa terlihat takut ketinggian sama sekali. Helai rambutnya berkibar-kibar tertiup angin malam. Ia lenyap begitu saja.
Bisa-bisanya ia pergi meninggalkan Fia dan aku dalam kondisi terikat begini?!
Saat aku mulai merasa semakin melemah, aku mendengar begitu banyak derap langkah dari pintu rooftop. Ini membingungkan. Barusan ada peluru nyasar, sekarang sepertinya ada pasukan berlari menuju ke tempatku. Aku menebak mereka semua sedang mengejar Vilas yang sekarang sudah tidak kelihatan lagi batang hidungnya. Cowok itu benar-benar pergi secepat kilat.
"Jangan bergerak!!!"
Aku terperanjat dengan seruan ancaman yang menyeruak tiba-tiba. Benar saja, derap langkah yang saling berlomba itu semakin jelas terdengar. Aku tidak tahu pasukan itu di pihak mana. Aku tidak tahu keadaan akan jadi lebih buruk atau tidak. Yang jelas, masa
Sudah tiga hari berlalu semenjak kejadian kurang menyenangkan di Gedung Red River. Aku kini berada di asrama EMA yang biasanya. Barusan aku diantar pulang oleh para pengajar yang turut menemaniku saat proses interogasi di markas kecil milik CIA. Pak Ferdy membebaskanku seharian, khusus hari ini saja. Jadi, aku tidak perlu melakukan apapun yang berkaitan dengan misi merahku sebelumnya. Tetapi, aku tidak bisa diam saja. Otakku terus menerus menampilkan reka adegan di mana Freya dan aku berseteru malam itu.Jadi, aku putuskan untuk menyelidiki Freya. Segera aku buka laptop kesayanganku dan mulai mencoba membobol data-data dari sistem cloud milik sekolahku sendiri. Pak Ferdy pasti akan geleng-geleng kepala kalau ia tahu apa yang sedang aku lakukan saat ini.Baru saja aku hendak menerapkan serangkaian SQL sederhana, jendela kamarku tiba-tiba terbuka sendiri. Please ini kan masih pagi. Semenjak aku masuk sekolah ini, tidak pernah ada hari tenang b
"Hari ini aku mengumpulkan kalian semua di sini untuk mengemban sebuah misi dengan tanggung jawab cukup besar." Pak Ferdy menatap kami semua satu persatu dengan serius. Tak ada suara lain yang berani menyela.Aku kini berada di sebuah ruangan khusus yang kedap suara di EMA. Hal itu aku ketahui dari dindingnya yang dilapisi karpet putih dan jendelanya yang tertutup rapat. Ruangan ini sebenarnya terlalu luas untuk menampung kami semua para audiens yang hanya berjumlah kurang lebih enam orang, yaitu aku, Dova, Manda, dan dua orang dari tim misi hitam, dan satu orang sniper. Kami semua, termasuk Pak Ferdy, duduk mengelilingi sebuah meja oval dengan dilengkapi satu monitor tiap satu kursi.Ada alasan mengapa aku, Dova, dan Manda dimasukkan ke dalam tim misi khusus. Alasan utamanya bisa saja karena kami bertiga sempat berinteraksi sebelumn
Aku memutuskan untuk bersembunyi di dalam gudang besar itu. Tak ada pilihan lain. Setidaknya, aku bisa mengulur waktu sampai Dova dan Manda datang, untuk menghindari hal yang tidak-tidak. Lagi pula, aku jadi bingung sendiri. Sebagai mata-mata, seharusnya aku yang mengejar target. Sekarang sepertinya justru aku yang dijadikan target pengintaian oleh seseorang bertopi di belakangku. Jadi terbalik.Aku merapat ke dinding gudang setelah mengunci satu-satunya pintu dengan sangat rapat. Aku bahkan menyeret beberapa ikat jerami untuk diletakkan di balik pintu, supaya tidak mudah dibuka. Sejauh ini, tak ada siapapun di dalam gudang selain aku.Sesaat kemudian, aku mendengar samar-samar suara derap langkah seseorang dari luar gudang. Sangat pelan, nyaris tak terdengar. Dia bukan orang biasa.
"Mulai sekarang, ini semua adalah rahasia," kata Dova menatapku.Aku mengangguk. "Benar. Jangan sampai ada siapa pun yang tahu identitas kita, termasuk seisi rumah ini."Dova lagi-lagi berujar, seolah tak yakin padaku. "Jangan katakan pada siapapun kalau kita adalah mata-mata."Aku mengangguk untuk yang kesekian kalinya. Percakapan itu mungkin salah satu hal yang paling aku rindukan dari sahabatku, Dova. Semenjak sibuk dengan urusan sekolah, ia dan aku jadi jarang berbicara atau pun sekedar bertegur sapa seperti dulu. Dova berubah menjadi lebih dingin padaku.Sampai suatu hari, saat hari terakhir liburan sekolah tiba, aku mendapat kabar mengejutkan. Dan perlahan-lahan entah mengapa, Dova mulai kembali akrab de
Aku dan Dova memisahkan diri begitu sampai di depan lift. Ia masuk ke lift kiri menuju asrama putra, sementara aku mengangkat dua koperku ke lift kanan menuju asrama putri."Suri! Selamat pagi," sapa seorang gadis berkemeja kuning di depanku. Ia Freya, sangat pintar. Jago lima bahasa sampai ke bahasa kasar, halus, dan aksen-aksennya juga. Sebelum masuk ke akademi ini, ia adalah pemandu wisata yang sering keliling dunia."Pagi, Freya! Kelihatannya aku terlambat," keluhku sambil berusaha menenteng koper."Iya, cepat simpan kopermu di kamar, beres-beresnya nanti saja. Kita harus tepat waktu," perintah Freya sambil buru-buru keluar dari lift menuju lapangan sekolah.Saat pintu lift tertutup, aku segera menekan tombol ke
Aku membuka laptopku sambil duduk di atas kasur. "Kalian ingat siapa nama samarannya? Mr. Lion?""Benar, Mr. Lion," jawab Manda."Aku sedang coba membobol data dari reservasi konser itu," ucapku pelan. Aku mengotak-atik laptopku sambil mencoba kode-kode yang telah kupelajari selama satu semester kemarin."Aku tidak sabar," seru Freya dengan mata berbinar-binar. "Jika kita berhasil menjalankan misi ini, poin kita akan naik pesat. Nama kita akan diumumkan pada kelulusan.""Maaf aku tidak kompeten soal coding, Suri," sesal Manda saat duduk di sebelahku."Tidak apa-apa, Manda. Aku yakin Suri juga tidak jago membaca gerak bibir. Iya kan, Suri?" sahut
Malam ini, kami bertiga memutuskan untuk menyamar dengan gaya penonton konser heavy metal pada umumnya. Mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kami berencana naik mobil ke sana."Kita sudah mirip fans Broadersonic belum?" tanyaku sambil bercermin, lalu tertawa sendiri melihat penampilanku. "Aku begadang semalam, demi pakai kutek hitam ini.""Yeah!" seru Manda memperhatikan jari-jariku, membentuk lambang metal di jarinya. "Jangan lupa jaket hitam.""Aku sudah daftarkan kita bertiga ke konser itu," kata Freya saat memegang stir mobil. "Ayo berangkat!"Mobil pun melaju kencang melawan angin.****
"Aku .... hmmm sebenarnya ... aku yakin ini bahasa spanyol," gumam Manda. "Namun, aku tidak terlalu lancar bahasa spanyol. Hanya familiar saja."Gawat."Aku sangat lancar bahasa spanyol," kata Freya. "Aku dibesarkan di sana, kebetulan sekali.""Tapi, Freya," ucapku meragukan. "Kau pasti tidak bisa membaca gerak bibir.""Tidak, tapi aku bisa bahasa spanyol," kata Freya meyakinkan.Manda mengangguk. "Iya, tapi aku tidak bisa bahasa spanyol. Bagaimana caranya aku memindahkan informasi dari apa yang aku lihat kepadamu?" Manda geregetan."Oh, iya juga sih." Freya terkekeh.