Kevin malah mematung di depan Melinda. Karena terlalu banyak beban yang dipikirkannya. Dia sampai tidak tahu harus berbuat apa.
"Apa aku merepotkanmu?"
Pertanyaan Melinda seakan membuatnya tersadar. Kevin cepat-cepat mengambil tisu untuk ratu cencala tersebut dan menyuruhnya melepaskan sepatu yang basah itu. Namun Melinda malah membentaknya, "Kau mau kakiku ini tambah kotor!? kalau menginjak lantai tanpa alas bisa-bisa kakiku jadi gatal, huh, menyebalkan!"
Gadis berambut keriting itu kemudian membuang muka. Sambil menyilangkan tangannya, membuat Kevin menghela nafas dalam. Dia hanya bisa memaki di dalam batinnya. 'Sialan! baru kena air di sepatunya aja omelannya udah kaya ratu, kalau mau udah gue guyur satu badannya biar tahu rasa!'
Kevin duduk berjongkok di hadapan Melinda, dengan satu lututnya menempel di lantai. Dia menggunakan lutut yang satunya untuk dijad
"Bisa kau Jelaskan apa yang sedang terjadi di sana! apa kalian sudah bosan hidup? hah!" suara bentakan pria di teleponnya. Seketika Steve melihat lagi layar ponselnya. Dengan mata yang masih menahan kantuk. Dia sangat terkejut ketika melihat siapa si penelpon tersebut. Ayahnya kembali berbicara dengan nada kesal. "Apa kau masih hidup?! kenapa diam saja?! aku sedang bicara dengan bekas anakku sekarang!" "A-apa yang sedang kau bicarakan dad? Aku tidak tahu maksudmu?" Steve yang tadinya mengantuk, kini benar-benar langsung sadar. Dia sebenarnya tahu apa yang dimaksud ayahnya. Ia hanya tidak menyangka ayahnya akan tahu secepat ini. 'Bagaimana dia bisa tau cepat ini? bahkan lebih cepat dari perbedaan waktu antar negara yang kita tempati sekarang? ya, Tuhan selamatkan hidupku!' gumamnya dalam hati. Dia bingung harus menjawab apa. "Kau bisa jelas
"Oh, iya pak, maaf mengganggu waktunya, silakan berkeliling lagi pak." ucap Arsen sopan. Bukan mendapat jawaban yang diharapkan. Arsen malah mendapat informasi lain yang membuatnya berprasangka buruk. Dia terus memikirkan pernyataan yang diucapkan oleh tukang sayur tersebut. Pria berkulit putih itu kembali masuk kedalam rumah, ia mengurungkan niatnya untuk pergi. Dia mencari-cari barang yang ada di rumah itu. Mencari tahu sesuatu yang mungkin bisa dijadikan petunjuk, untuk mengetahui benar atau tidak perkataan tukang sayur yang suka julid tersebut. Ia akhirnya menemukan album foto kecil di almari yang berada di ruang tamu. Arsen melihat album tersebut. Hanya berisi foto-foto Gladis saat ia masih kecil bersama ibunya. Arsen terus membuka album tersebut sampai ke halaman terakhir. Dia menemukan 2 lembar foto Gladis saat remaja. Satu lembar foto Gladis bersama pria berambut gondrong, tubuh berotot, me
Reska hanya bisa menelan ludah mendengar fakta yang akan terjadi. "Ah, haha ... nona anda sangat murah hati ...." Tak ingin mengobrol lama dengan orang bodoh. Jenni langsung menutup telepon tanpa membiarkan Reska menyelesaikan ucapannya. Tiba-tiba Jenni dikejutkan dengan kedatangan Gladis yang belingsatan, karena mendengar informasi jika proyek yang ia kejar di Bali tiba-tiba dibatalkan. Dia juga ingin menginformasikan hal ini kepada Reska, namun gadis berparas ayu itu tidak bisa menghubunginya. Dengan nafas masih terengah-engah. Gladis menghampiri Jenni yang masih duduk di kursinya. "Kamu sudah tahu?" Yang ditanya masih duduk tenang di kursinya. Jenni hanya mendengus kesal sambil memijit pelipisnya. Gladis kembali bertanya untuk memastikan, "kok bisa loh?" "kamu yang rapat ke sana! kamu yang ikut bos kesana! kenapa malah tanya gue? makanya jangan asyik pacara
Sekilas Kevin melihat bayangan di belakangnya. Kemudian asisten jangkung itu langsung menoleh ke belakang, ke arah Gladis. Untung saja Gladis sudah pergi dan kembali masuk ke ruang rapat saat Kevin sudah selesai berbicara. Sementara Arsen yang sedang duduk, sambil melihat ponselnya. Menunggu balasan dari Gladis namun nihil. "Apa dia benar-benar sedang sibuk? kenapa cuma dibaca aja chat-ku? padahal aku pengen tanya siapa laki-laki itu!" Arsen mengambil buku di hadapannya. Lalu mengibas-ngibaskan buku itu. Ia masih terus menggerutu, "AC nyala, tapi kok badanku masih panas aja ya? ini aku yang gerah atau memang cuacanya?" Arsen bersandar di kursi, masih memikirkan Gadis pujaannya bersama pria bertato yang saat ini membuatnya gusar. Dia mengambil lagi ponselnya. Mengangkat ke atas dan mengayunkannya. Berharap segera mendapat balasan. "Apa sinyalnya ya? tapi ini penuh kok."&nbs
Mendengar nama Arsen, Melinda tersenyum dan bertanya, "apa yang sebenarnya ingin anda kata?" Gladis memperhatikan wanita galak di hadapannya dengan seksama. Dia yakin, jika dia banyak memuji Melinda dan mengunggulkan perusahaan lawannya tersebut, ia pasti akan luluh. "Kupikir, dari pada perusahaan kami, Adyatama lebih tidak mau mengubah insiden ini menjadi skandal perusahaan? kerugian besar sudah dapat dipastikan dan juga anda akan berurusan dengan hukum tapi ...." Sebelum melanjutkan ucapannya. Gladis melihat melinda yang tersenyum saat mendengar penjelasan tentang bisnis tersebut. Gladis melanjutkan penjelasannya mengenai keuntungan apa saja yang akan didapat oleh Melinda. "Bagaimana menurut anda tentang tawaran saya?" Melinda nampak setuju. Mereka melanjutkan negoisasi mengenai pembagian profit. Melinda kembali ragu kepada gadis blasteran itu. Senyuman yang lebar dibibirnya berubah menja
"F-foto? foto apa?" Setelah melihat foto tersebut, Gladis malah tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Arsen yang masih berada di tangga, mengetahui respon dari Gladis membuat dirinya kesal sendiri. Arsen langsung menuju ke kamarnya dengan membanting pintu. Suara pintu yang keras sampai membuat Gladis terkejut, tapi juga membuatnya tertawa. Gladis tak menyangka hanya perkara foto bisa membuat Arsen bersikap seperti itu. 'Bisa ya, dia jadi kaya gitu? kalau misal aku ketahuan selingkuh mungkin aku bisa digantung kali ya? ya, ampun ntar buat FTV kasih judul, kulkas berjalan berubah jadi bucin, hahaha.' Arsen yang menunggu respon dari Gladis. Dia berdiri dengan menempelkan telinganya di pintu. Ingin mendengar apa yang sedang dilakukan wanita tambatan hatinya itu, namun ia tak dapat mendengar apapun. Pria tampan itu mencoba mengintipnya dari balik pi
Dia melihat adegan mesra mereka. Dua sejoli itu juga dikagetkan dengan suara plastik jatuh dari genggaman Steve. "Oops, sorry." Steve yang melihat aksi dua sejoli itu hanya melongo. Arsen buru-buru menurunkan gadis cantik itu dari gendongannya. Spontan Gladis menepuk jidat dan mengusap wajahnya karena malu. "Aku ke sini cuma nganterin makanan," kata Steve sambil mengambil kembali plastik yang dijatuhkannya. Sementara Arsen hanya senyum-senyum sendiri menahan malu. "Ah, iya, kenalin aku Steve, kakaknya cewek yang gemesin itu," Steve menunjuk Gladis, kemudian mengulurkan tangannya kepada Arsen. "Bang, lo panjang umur lho," kata Gladis ingin memberitahu yang sebenarnya. Namun mulut nya langsung ditutup Arsen menggunakan tangannya. "Maksudnya?" membuat Steve bingung dengan tingkah dua sejoli di hadapannya itu. Tak ingin mengganggu adiknya. Pria gagah itu langsung berpamitan.&n
Lexi membiarkan Melinda duduk sendiri di ruangan itu. Dia lebih memilih meninggalkan nya. Pria tampan itu pergi keluar dari apartemennya. Sebenarnya Melinda ingin mencegah Lexi untuk pergi, namun sesampainya di belakang pintu ia mengurungkan niatnya. Lexi yang tidak ingin bertambah pusing. Ia datang menghampiri si asisten melankolis yang saat ini masih bekerja lembur di kantor. Sebelumnya dia sangat anti, jika harus datang ke kantor apalagi saat jam kerja karena dia adalah tipe orang yang introvert. Kevin yang tertidur di meja kerjanya, ia dikagetkan dengan dehaman Lexi. Membuat Kevin segera bangun dari duduknya meski dirinya belum sepenuhnya tersadar. "M-maaf nona Melinda aku ...." Dan Kevin mengucek matanya berkali-kali. Melihat Siapa yang membangunkannya, Kevin langsung tersadar sepenuhnya. "M-maaf tuan, aku kira tadi Melinda." "Kenapa kamu jam segini masih kerja?" &nbs