“Aku kira mengenalmu hanya sampai nyaman, ternyata hingga aku merasa takut kehilangan”
Agha mengajak Alana untuk foto bersama dengan cara selfie, hal ini tidak lain karena Alana penasaran dengan ciptaan Tuhan yang lebih indah dari pelangi. Kepolosan Alana terkadang membuatnya membutuhkan waktu agak lama untuk memahami beberapa ucapan cowok, karena sejak Alana mengalami patah hati paling hebat karena Alfa, dia tidak pernah berekspektasi apapun terhadap orang lain
“Ayo, selfie” ajak Agha
“1...2...3...oke” hitung Agha
“Ini” lanjut Agha sambil menunjukkan hasil foto selfie tersebut
“Apa?” tanya Alana dengan penuh rasa penasaran
“Tadi kamu bertanya ciptaan Tuhan yang lebih indah dari pelangi, jawabannya ya ini” balas Agha dengan menunjuk hasil foto selfie mereka di ponsel Agha
“Iya, terus?” tanya Alana
“Astaga Alana, harus banget ya aku bilang ‘kamu’? tanya Agha dengan nada merasa jengkel aka
“Aku merindukanmu dengan sebuah rasa, sedangkan kamu hanya membalas dengan sebatas kata” Agha dan Alana telah melenggang pergi dengan suara motor yang tidak terlalu bising, meningkalkan cafe coffee dan segala kenangannya “Sebenarnya kamu sama dia itu pernah dekat atau bagaimana sih?” tanya Algi penasaran “Sama Alana?” tanya Arka Algi mengangguk sambil meminum segelas americano coffee “Kamu mau aku beri tau sesuatu?” tanya Arka pada teman-temannya dengan sedikit ragu-ragu “Apa?” tanya teman-teman Algi dengan serentak “Dulu cewek itu yang mengejarku” kata Arka “Mana mungkin?” tanya Algi dengan memicingkan sebelah matanya “Seriusan” balas Arka “Lalu?” tanya Algi kembali “Waktu itu aku melakukan kesalahan besar” ucap Arka “Kenapa?” tanya teman Arka di sisi sebelah kanan “Aku mengacuhkan, mengabaikan, menghindari, dan bahkan aku meminta teman dekatnya m
“Mengikhlaskan berarti merelakan dia bersama siapapun. Karena, akhirnya kita paham, bahwa kita dipertemukan hanya untuk menjadi teman” Kling... [Satu pesan dari Algi belum dibaca] “Ha? Apa dia tahu aku sedang stalking dia? Astaga” bisik Alana dalam benak denganrasa heran Alana terkejut bukan main dan segera membaca pesan tersebut “Alana, aku Algi. Apa Arka sekarang mengejarmu?” tanya Algi dengan tiba-tiba “Nggak” jawab Alana dengan singkat “Berarti belum, dan dia sepertinya akan mengejarmu” lanjut Algi “Kamu tahu sosial mediaku darimana?” tanya Alana “Bukan hal sulit untuk mengetahui hal itu” balas Algi “Kenapa emangnya kamu tanya tentang Arka tadi?” tanya Alana “Kamu pernah dijauhi Arka bukan?” tanya Algi yang sebenarnya dia sendiri sudah mengetahui jawabannya, akan tetapi dia menginginkan jawaban langsung dari Alana Ketika membaca pesan tersebut, rasanya gemuruh suara hu
“Dan, sekarang hati yang pernah kamu sembuhkan, kembali kamu patahkan” Alana tidak memiliki pilihan lain, yang terpikirkan dalam pikirannya sekarang hanyalah Arga “Aku harus minta tolong ke Arga” bisik Alana dalam hati “Tapi, bagaimana caraku meminta tolong?” tanya Alana dalam benaknya Alana mulai mengetik pesan dan menghapusnya kembali Mengetik dan menghapusnya lagi Mengetik lagi, lalu menghapusnya lagi “Bagaiamana kalau Arga tidak mau membantuku?” tanya Alana dalam benaknya “Sudahlah, itu urusan nanti, sekarang aku harus mencobanya dulu, tidak apa-apa jika dia tidak mau membantu” ucap Alana Tanpa berpikir panjang lagi, Alana segera mengetik dan mengirim pesan kepada Arga Kling... [Satu pesan dari Alana belum dibaca] “Gha, kamu lagi sibuk nggak?” tanya Alana “Nggak, kenapa?” tanya Arga pada Alana “Aku mau minta tolong” lanjut Alana “Apa?” tanya Arga
“Apabila ingin mengetahui rasanya menyembunyikan rasa sakit, tanyakan pada orang yang terlihat bahagia” X Iblis Kejam X Bolehkah aku bertanya? Mengapa kau mengalir pergi Kala ucap terpatri di hati Akankah kau buktikan kau benci dirimu sendiri Kau tolak empat mata Namun, kau suka main mata Nan, bolak balikkan kata Laksana bunga tidur yang terasa Pijar yang ku cari Bukan kata manis yang kau beri Nostalgia yang ku rasa Apa kau merasa hal yang sama? Iblis kejam... Lihat tanda tanya ini Bisakah kita menjadi sahabat? Atau Berteman hingga akhir hayat? Nan, maaf kutelusupkan kau dalam puisi ini 26-04-2018 Arka membaca kembali puisi tersebut dan mengamati tulisan tangan di kertas yang sedang dipegangnya. Lalu, tiba-tiba dia teringat bahwa satu-satunya yang memanggilny
“Sudah banyak singgah yang aku datangi dan aku cukup bahagia disana, tetapi sayangnya di tiap sepi, tetap namamu yang aku cari” “Kenapa semuanya seperti tidak masuk akal?” tanya Alana dalam benaknya “Feelingku berkata ada sesuatu yang sedang disembunyikan. Tapi apa?” Alana mendengus kesal sambil menghentakkan kaki “Angga kenapa kamu lakukan semua ini padaku?” tanya Alana sambil menatap angkasa Di dalam kamarnya, Alana menulis sebuah surat untuk Angga, akan tetapi dia pun tidak mengerti kepada siapa surat tersebut harus diberikan dan pada alamat tujuan yang manakah surat tersebut harus dikirim. Semuanya sungguh membingungkan “Apa aku kirim saja ke rumah Angga, walaupun rumahnya terlihat sepi tidak berpenghuni, siapa tahu suatu saat orang tua atau Angga, mungkin juga kalau seandainya rumah itu dijual, pendatang baru rumah itu bisa membacanya dan dapat membantu mengirimkannya kepada pemilik rumah pertama” ucap Alana
“Aku sedang tidak baik, hatiku masih patah, pikiranku masih gelisah. Bahkan dalam diriku ada resah yang tengah menggundah. Jadi, tolong jangan menanyakan apa kabar padaku, sebab aku takkan baik-baik saja, tanpa dia” Satu windu telah berlalu, semakin sulit langkah Alana dalam menemukan Angga. Alana merasa setiap perjalanan yang di laluinya saat ini begitu berat. Hidupnya terasa suram. Jangankan untuk menjadi ceria seperti biasanya, untuk tersenyum saja, susah sekali rasanya “Misteri apa yang sedang terjadi?” ucap Alana “Mengapa aku seringkali menjadi pihak yang ditinggalkan, dikecewakan, diingkari, dikhianati?” kata Alana dengan lirih “Rasanya lelah dan ingin menyerah” lanjut Alana Alana menghiasi setiap malam dengan air mata. Hampir setiap hari dia diam-diam menangis di kamarnya. Seolah mengurung dan menjauhkan diri dari keramaian. Hingga orang tua Alana turut merasa gelisah “Ayah, lihat anak kita, dia menjadi sedih dan
“Resah, gundah, gelisah masa remaja adalah hal yang akan kita rindukan ketika beranjak dewasa” Hidup itu tidak murni hitam, tidak juga sepenuhnya putih. Hampir semuanya berwarna abu-abu. Gradasi itulah yang membedakannya Alana tidak sedang menggenggam dan digenggam siapapun, tidak sedang menjaga dan dijaga hati manapun. Hanya saja, dia punya satu nama yang tidak pernah lupa untuk dirapal dalam doa-doa sebelum tidur [POV Alana] Memang berada di situasi hati seperti ini bukanlah perkara yang mudah dipahami dan di mengerti Seperti tidak terikat, tetapi memilki satu nama yang dipegang begitu kuat Seperti tidak berjuang, tetapi tidak pula terbuang Karena, ketidakpastian adalah teman lama Aku pernah mempertanyakan dalam hati, sebenarnya kita sedang memperthanakan hubungan atau sedang menunda perpisahan? Dan sekarang, hati yang dulu pernah kau sembuhkan kembali kau patahkan Ternyat
“Setangguh apapun perempuan di mata dunia, tentu saja dia butuh seseorang yang mengerti, memahami, melindungi, dan membersamai menggampai mimpi” Hujan deras perlahan mereda dan menyisakan rintik hujan di luar jendela. Tidak terasa Alana telah tidur selama kurang lebih satu jam, ketika dia terbangun, ternyata dia tidaklah sendiri, masih terdapat Alfa disampingnya, yang setia menemaninya Alana bangun dan meregangkan kedua tangannya, lalu melihat pada jam tangan cream di tangan kirinya “Ha? Jam tiga sore?” ucap Alana dengan terkejut dan seolah tidak percaya “Mau kemana?” tanya Alfa sambil menutup buku yang dibacanya Alana tidak menjawab dan segera merapikan barangnya dengan sesekali mengucek matanya agar benar-benar tersadar dari bunga tidurnya tadi. Alfa turut bergegas mengambil ponsel dan kunci motornya. Alana dengan langkah cepat menuruni tanggaperpustakaan Langkahnya terhenti tiba-tiba ke