"Mira, kamu ini kenapa sih, kok malah ceramah begini? Sudah sana, minggir. Ana toh masih istri mas. Hak mas hendak melakukan apa terhadapnya!"
"Tapi bukan gini caranya Mas, aku gak bisa ngebiarin hal seperti ini terjadi di depan mata kepalaku. Aku ini juga perempuan Mas, Mas gak takut aku juga bisa mengalami apa yang Mbak Ana alami akibat kejahatan mas ini. Karma itu selalu ada, Mas. Dan aku gak mau mengalami itu gara-gara, Mas!""Ana ...!" teriak Mas Arya bertepatan dengan bunyi ponsel Mira yang berdering kencang yang sepertinya langsung diangkat oleh adik iparku itu.[Halo, ya Ndre, iya. Mbak Ana ada di sini, di rumah ibu. Cepat, Mbak Ana pingsan!] Seru Mira di telepon.Mungkin itu telepon dari Andre, adikku. Sebab setahuku mereka memang lumayan saling kenal,menanyakan apa aku ada di rumah ibu karena aku memang sempat memberitahu beliau sebelum pergi, kalau aku hendak menemui Mas Arya di cafe.Itu sebabnya barangkali"Mira, Ana itu istri mas. Kenapa kamu halangi mas bikin dia kembali lagi ke rumah ini? Apa mau kamu sebenarnya? Mau cari muka? Mau cari perhatian ke orang tua Ana supaya kamu dibilang pahlawan? Atau jangan-jangan, kamu suka sama Andre, makanya kamu belain Ana karena dia kakaknya?" hardikku penuh emosi pada Mira.Tak kusangka adik yang kubela mati-matian tu ternyata tak lebih dari seorang musuh dalam selimut."Benar. bu juga gak nyangka kamu setega itu gagalkan rencana kita buat bikin Arya dan Ana bersatu lagi, Mira. Mau kamu apa sih sebenarnya? Kamu mau kita makan bubur nasi encer setiap hari? Ibu sudah jenuh begini, Mir. Besok pagi entah kita bisa makan atau tidak, karena gak ada lagi beras di dapur." Ibu menimpali ucapanku.&
Mendengar perkataan Mira itu aku jadi terdiam. Benar apa yang dikatakan adikku ini, harapan itu akan selalu ada asal kita mau berusaha. Allah tidak akan menutup pintu rezeki seorang hamba sebelum nyawanya sampai di kerongkongan.Asalkan mau berusaha, pasti Allah berikan jalan rezeki nantinya. Ya, itu benar. Buktinya, jadi petugas parkir liar selama empat jam saja, semalam aku bisa menghasilkan uang lima puluh ribu rupiah yang kalau pandai mengaturnya, pastilah bisa untuk biaya makan kami bertiga selama seharian penuh.Mira benar. Aku tak boleh putus asa dan kembali menzalimi diri sendiri dengan melakukan kejahatan lagi pada Ana yang selama ini sudah banyak membantuku. Aku tak mau Allah benci dan melaknat diri ini karena kembali menzalimi wanita itu. Ya, aku t
POV AryaAku membaca Surat Keputusan Kepala Daerah yang berisikan pemecatan diriku sebagai seorang aparatur sipil negara di tanganku dengan dada terasa bengkak.Naas, walaupun sudah berkali-kali membela diri dengan memberikan alasan bahwa aku dan Maya tak lagi menjalani hubungan suami istri dan sudah berpisah, tetapi keputusan kepala daerah melalui badan kepegawaian daerah ini tak bisa dianulir lagi.Dan di sinilah aku saat ini. Duduk resah di bangku depan kantor badan kepegawaian sambil menekuni SK di tangan dengan pandangan kabur dan hati gundah gulana."Bro, aku ikut prihatin ya. Gak nyangka gara-gara Ana ngelaporin kamu ke BKD kamu jadi dipecat dari pekerjaan sebagai ASN begini," ujar Heru, teman kantor yang barusan menemaniku mengambil surat ini, sambil duduk di sebelahku.Aku menghela nafas mendengar ucapannya."Entah
Setelah berembuk bersama ibu dan Mira, akhirnya aku memutuskan untuk membuka usaha gorengan pinggir jalan.Aku sudah mempelajari cara-cara membuat aneka gorengannya yang biasanya dijual di pasar, tinggal mencari lokasi dan gerobak yang akan kugunakan untuk menggelar dagangannya lagi.Setelah mencari ke sana kemari bahan-bahan yang diperlukan, akhirnya benda sederhana yang bisa dipikul itu pun terbuat juga.Meski pun bentuknya sangat sederhana dan nyaris tak karuan, tapi beruntung juga bisa membuatnya sendiri, sebab kalau harus beli, modal pinjaman dari Heru ini pasti tak akan cukup lagi.💌💌💌💌💌Hari ini akhirnya aku mulai berjualan.Mengambil tempat di persimpangan jalan yang rame, aku mulai menggelar dagangan di sana."Mas, gorengan ya dua ribu. Dapat berapa?" tanya seorang remaja sambil mengulurka
Hari ini untuk pertama kalinya sejak berpisah dari Ana, akhirnya bibir ini bisa juga tersenyum gembira.Berkat kesabaran dan semangat untuk terus berusaha, usaha berjualan gorengan di pinggir jalan yang kulakukan hari ini menemui juga keberuntungannya.Tak sia-sia memang usahaku, alhamdulilah di hari pertama berdagang ini, aku bisa membawa pulang uang sebesar lima ratus ribu rupiah, yang sebagian akan kugunakan untuk modal belanja besok pagi sementara yang lainnya untuk biaya hidup kami bertiga esok hari."Ya, kamu sudah pulang? Gimana? Ada hasil nggak jualannya hari ini?" tanya ibu saat menyambut kepulanganku di depan pintu rumah.Aku tak langsung menjawab melainkan meletakkan gerobak dagangan yang sudah kosong ke sudut teras, baru menghadap beliau."Alhamdulillah, Bu. Gak sia-sia usaha dagang yang aku lakukan. Modal dua ratus, untung tiga ratus ribu, Bu. Semoga besok bisa lebih banyak lagi hasilnya," sahutku sambil tersenyum dan memperlihatkan ha
Mitha sendiri mewarisi bisnis perhiasan yang pangsa pasarnya telah merambah luar negeri. Benar-benar tipikal calon istri yang kuidam-idamkan.Namun, meski berasal dari keluarga kaya raya, gadis itu bukanlah tipikal gadis sombong dan tinggi hati.Ia justru senang berbagi kebahagiaan dan rezeki dengan sesamanya yang membutuhkan.Gadis itu bahkan memiliki beberapa yayasan yang bergerak di bidang sosial dan menjadi donatur beberapa panti asuhan.Kebiasaan lainnya adalah senang membeli makanan pinggir jalan yang dijual oleh pedagang kecil, seperti yang kulakukan kemarin.Itu dilakukannya demi membantu perekonomian pedagang kecil sepertiku. Itulah alasan yang dikemukakan Mitha tadi saat aku bertanya mengapa dengan kekayaan yang dia miliki dia justru senang berbagi dan tidak gengsi makan makanan dari pedagang kecil di pinggir jalan.Ternyata alasannya adalah demi kemanusiaan.Dan demi mendengar cerita Mitha itu, kekagumanku padanya pun semak
Hmm, jadi itu kekurangan dan syarat yang Mitha ajukan pada laki-laki yang ingin menikahinya?Hmm ... syarat pertama kurasa tidaklah terlalu sulit bagiku. Tidak punya anak dari Mitha, kurasa bukanlah hal yang berat, toh aku juga sudah punya Via, meskipun saat ini gadis kecil itu tinggal bersama ibunya.Tapi kalau kangen, tentu saja aku bisa sering-sering mengunjunginya. Apalagi kalau hidupku sudah kaya, tentu akan lebih mudah bagiku untuk menemuinya. Aku akan membawanya keliling mall dan memberikan apapun yang diminta putri kecilku itu tanpa kesulitan.Bahkan kalau aku mau dan Mitha juga tak keberatan, aku bisa saja meminta hak asuh anak atas Via. Meski aku tak yakin sebab Via masih terlalu kecil untuk tinggal terpisah dari ibu kandungnya.Namun, syarat ke dua. Ini yang cukup membuatku merasa khawatir.Bukan tidak yakin bahwa aku telah berubah dari laki-laki mata keranjang menjadi laki-laki setia setelah pengalaman buruk bersama Maya kemarin, tapi a
"Ada apa, Mas? Apa ada yang mau Mas Arya sampaikan?" tanya Mitha saat hari ini aku kembali mengajaknya bertemu di luar.Demi bisa bertemu, karena gadis itu juga sedang sibuk bekerja, aku bahkan sampai rela tak berdagang karena apa yang ingin aku sampaikan pada wanita cantik itu bagiku jauh lebih penting dari pada sekadar menggelar dagangan.Meski sama -sama demi masa depan, tetapi urusan Mitha tentu saja jauh lebih penting bagiku. Jika tak cepat-cepat dipastikan, aku takut gadis itu keburu diambil orang.Sejak bertemu Mitha, jujur konsentrasiku untuk bekerja memang mulai buyar.Ya, kalau ada jalan instan untuk cepat kaya kenapa harus melalui jalan yang melelahkan dan menguras tenaga? Itu pikirku."Benar, Mit, mas hanya ingin memastikan sama kamu kalau mas sanggup menerima semua persyaratan dari kamu. Soal anak, mas gak akan nuntut kamu memberikannya karena kamu juga sudah kehilangan rahim, jadi gak mungkin mas mau menuntut hal yang gak mungki