Bab 34POV RENOKring kring kring kringTerlihat nama bi Inah memanggil."Halo, iy bi Inah, ada apa?" tanyaku."Ma- ma- maaf tuan, Naomi hilang Tuan, bagaimana ini? setelah pulang dari TaK aku lanuq Naomi dan saya suruh makan. Setelah itu bermain diruang tengah. Setelah selesai aktivitas didapur. Aku kembali menengok dan Naomi. Tapi Naomi tidak ada Pak. Bagaimana mana, ini Pak. Maaf aku tuan," ucapnya sambil menangis dan gugup."Apa! hilang?" Ucapku.Ya, Allah lindungilah Naomi.Aku kemudian langsung cabut dari kantor untuk kemudian pulang ke rumah memastikan, apakah benar jika Naomi tidak ada di rumah?!"Bi Inah, bagaimana? Sudah beneran di cek dan di telusuri seluruh ruangan dalam rumah?" ucapku sambil mengemudi kepada Bi Inah yang barusan aku hubungi lewat sambungan seluler."Benar Tuan, sudah saya masukin semua ruangan tidak bertemu juga," jawab Bi Inah."Waktu itu Naomi pakai baju warna apa? Bi," tanyaku."Celana jeans biru ada gambar hello Kitty di bagian paha. Baju kaos leng
Bab 35POV RENOSetelah itu aku melanjutkan menuju pondok indah mencari informasi mengenai mobil Alphard warna putih yang dimiliki pasangan suami-istri.Di sana aku nongkrong di sebuah rumah makan untuk mengisi perut dan istirahat sebentar sambil menunggu informasi dari bang Rojak dan Bang Gopar.Shubuh telah berlalu, matahari mulai memancarkan sinarnya diantara dedaunan. Malam ini aku tidak tidur sama sekali.Mengantuk sih, tapi hatiku resah jadi belum ingin pulang sebelum menemukan Naomi.Ku langkahkan kakiku keluar rumah makan menuju pelataran parkir dengan tubuh lesu. Kring kring kring Nama papa tertulis di layar ponsel."Hallo, ya, Pa, ada apa?" ucapku setelah aku memencet tombol terima di ponsel."Reno, bisa ke rumah Papa pagi ini?" ucap papa."Pa, belum bisa Pa. Reno sedang ada kepentingan, Pa?" jawabku tidak semangat."Sebentar saja Reno, Papa ingin menunjukkan sesuatu kepadamu," ucap Papa."Emangnya ada apa, Pa?" "Ada deh, selekasnnya kamu kemari, yah, Papa tunggu," ucap P
Bab 36Dalam tahanan itu, waktu terasa begitu lama. Berbeda ketika kita jalan atau beraktivitas yang kita sukai di luar sel tahananMenunggu sidang lanjutan saja rasanya sudah tidak sabar. Waktu seperti terulur panjang padahal baru beberapa hari yang lalu sidang pertama digelar.Setiap pagi aktivitas aku hanya berolahraga, agak siang sedikit kursus menjahit, sehabis dhuhur ada kursus memasak habis magrib nonton televisi bersama teman-teman senasib. Setelah Isa bengong sambil merenungi nasib hingga kantuk menguasai atau bahkan kerap sulit tidur hingga subuh menjelang.Begitu terus waktu berputar, jika tidak tahan mental bisa jadi depresi stress atau yang lebih ngeri adalah bunuh diri.Menurut cerita teman-teman yang sudah cukup lama mendekam di tahanan. Ada beberapa kasus bunuh diri di dalam sel.Mereka yang bunuh diri biasanya tidak tahan menghadapi tuntutan dakwaan, atau malu kepada keluarga atau bisa jadi karena terlalu dalam memikirkan nasibnya yang menurut mereka sangat sial hingg
Bab 37Sidang kali ini sungguh membuatku sangat nervous. Sebab ini adalah sidang pembuktian. Baik barang bukti dan beberapa saksi baik saksi yang berkaitan dengan kejadian perkara maupun saksi. Ahli.Apalagi kasusku di sorot oleh beberapa media. Perasaanku tak menentu.Dari rumah tahanan aku dinaikkan mobil tahanan menuju gedung pengadilan negeri.Sesampainya di halaman gedung pengadilan. Aku melangkah menuju ruangan sidang di dampingi oleh pengacara yang menyambutku saat turun dari mobil tahanan. Tampak media sudah bergerombol ingin mewawancaraiku.Untungnya ada petugas yang menghalangi. Sebab aku belum siap menjawab pertanyaan para pemburu berita itu. Hari ini betul-betul gundah.Setelah memasuki ruangan sidang aku kemudian duduk di kursi terdakwa di samping kanan pengacara. Menunggu majelis hakim masuk.Hakim ketua dan hakim anggota mulai memasuki ruang sidang, disusul para panitera, jaksa penuntut umum, kemudian pengunjung sidang yang kebanyakan adalah anggota Komnas perempuan dan
POV RENOHari ini aku bersama papa baru saja menghadiri sidang Rini di pengadilan negeri. Begitu kasihan aku melihatnya duduk dikursi pesakitan. Seandainya dulu ia tidak hamil karena aku. Mungkin nasibnya tidak seperti ini.Aku jadi merasa bersalah kepada Rini. Bagaimana cara aku menebus kesalahanku padanya?Bagaimana cara aku membantunya? Sedangkan aku tak kuasa mengatur hukum. Mau membawakan pengacara pun ia sudah mendapat pengacara dari LBH. Paling-paling nunggu putusan hakim nanti akan. Jika memang putusannya berat buat Rini. Mungkin akan aku bantu naik banding dengan pengacara yang lebih handal."Pa, mama boleh gak, kerja di kantor Papa?" ucap Dona Ketika aku sedang mengerjakan tugas kantor di ruang tengah."Mama, kan ada bisnis butik mama, ngapain juga kerja di perusahaan papa," ucapku."Cari pengalaman loh, Papa," ucap Dona."Tidak usah, gak kerja aja mama sering gak dirumah apalagi kerja," ucapku."Papa, please. Mama kerja di perusahaan Papa. Jadikan direktur kek, atau komisa
OkPOV DONATerlihat, Reno pulang ke rumah dengan menggendong Naomi. Hatiku langsung gusar ketika melihat Naomi. Aku jadi ingat ibunya. Si janda udik tak tahu malu.Ke mana dia sebenarnya. Kok sama Reno terus sih! Kenapa Reno begitu sayang sama Naomi?Naomi, kenapa juga ia bisa sama Reno hari ini. Bukankah aku sudah menyuruh dua orang untuk menyingkirkan anak itu? Ah! Sia-sia uang yang sudah Kukeluarkan! Mereka ternyata tidak becus! Awas yah? Aku minta lagi uangnya karena gagal mengambil Naomi! Huuhh!Gara-gara Naomi aku jadi bertengkar tadi dengan Reno. Padahal aku harus bersikap manis kepada Reno agar aku bisa meluluhkan hatinya agar perusahaannya dialihkan atas namaku.Gara-gara bocah itu, malam harinya Reno malah tidak tidur di kamar denganku. Kulihat Reno justru tidur bersama Naomi.Padahal, malam itu aku ingin kembali merayu Reno agar bersedia mengalihkan perusahaannya atas namaku setelah aku melayaninya, membuatnya merasa aenag dengan pelayananku. Kurang ajar!! Akhirnya aku t
POV RENOHari ini rencananya mau ke rumah Bu Donita bersama Naomi. Ingin membahas tentang kasus Rini. Sembari sekalian mengajak jalan-jalan Naomi.Ditengah perjalanan, aku melihat mobil Bu Donita ada pinggir jalan. Ada dua orang pria terlihat sedang mengelilingi mobilnya. Gelagatnya sepertinya tidak bermaksud baik.Aku meminggirkan mobilnya. Naomi aku suruh tetap berada dalam mobil.Keluar dari mobil aku di sambut mereka berdua dengan wajah menantang. Sudah kuduga. Keberadaan mereka pasti tidak bermaksud baik."Maaf, ada apakah kalian disamping mobil itu," tanyaku."Itu bukan urusanmu," ucap salah seorang dari mereka."Maaf, itu menjadi urusan saya. Karena yang berada dalam mobil itu adalah teman saya," ucapku sambil memasang kuda-kuda."Oo, begitu," ucap salah seorang dari mereka."Iya, jika kalian tidak segera pergi dari sini. Maka nasib kalian ada dibalik jeruji besi atau rumah sakit!" ucapku mengancam mereka."Ha ha ha, kamu pikir kami ini anak ingusan. Mendengar gertakanmu kami
POV DONAHari ini aku berdandan cantik, rencananya mau ketemuan sama yayangku Andrean. Ia rencanya akan mengajak aku menginap di puncak.Kesempatan ini aku gunakan mumpung Reno sedang sibuk dengan beberapa projek-projek dia. Ada tentang projek tender pembangunan jalan tol dan pembuatan pabrik spare part.Selain itu Reno juga sibuk dengan bocah udik itu. Heran, bocah kayak gitu aja dibelain. Tapi ada untungnya juga, aku bisa lebih bebas bertemu dengan Andrean sang pangeran bule dari Amrik."Hai, honey, sudah lamakah menunggu aku?" tanyaku ketika sudah berada di hadapannya. Seperti biasa kami ketemuan di restoran mewah khas makanan luar negeri. Yang pastinya harga makanannya mahal-mahal. Yah, namanya juga orang kaya pasti harus makanan mahal. Kalau makanan kaki lima, ah! Ogah banget, jorok tempatnya. Lagian gak romantis.Beda dengan makan di restoran. Tentu menambah gengsi kita sebagai kaum kasta tertinggi. Kalau janda udik itu, aku yakin, jangankan makan di restoran mewah. Beli makanan