AMBIL SAJA SUAMIKU 27Dia tak langsung mati. Tentu saja, pukulan itu bukan dimaksudkan untuk membunuh, tapi, untuk tujuan yang lebih mengerikan lagi, menyiksa fisik dan mentalnya.Arkan terbangun saat telinganya menangkap suara-suara desahan yang amat dia kenal. Perlahan, matanya terbuka dan langsung menyipit kembali saat sinar televisi layar datar yang tepat berada di depan matanya, menayangkan gambar-gambar bergerak yang menjijikkan. Mayang, Mayang istrinya, perempuan yang kemarin begitu dibelanya hingga dia harus kehilangan Kayyisa, tengah bergumul dengan seorang lelaki yang wajahnya tak terlihat. Sungguh gila!"Aarrghhh! Setan! Sialan!"Arkan berteriak-teriak, tapi suaranya teredam oleh lakban hitam yang menutup mulut. Bahkan untuk sekedar membuka mulut saja dia tak bisa. Dia lalu tersadar bahwa kaki dan tangannya juga diiikat erat-erat oleh sebuah tali tambang.Apa yang terjadi? Kenapa semua jadi begini? Dia memejamkan mata, tak mau melihat video menjijikkan itu. Bagaimanapun, di
AMBIL SAJA SUAMIKU 28PoV KAYYISA(Bagaimana rasanya kehilangan dia untuk selamanya?)Pesan dari nomor asing itu masih terus kuingat, bahkan setelah dua minggu kemudian berlalu. Apakah dia si pembunuh itu? Pesan itu membuatku semakin yakin kalau Mas Arkan tidak bunuh diri."Aku sudah melacak nomor ponsel itu. Itu hanya nomor sekali pakai tanpa identitas. Sekarang sudah tak aktif lagi. Kay, apa tak sebaiknya kita menerima saja kenyataan bahwa Arkan mungkin memang bunuh diri?"Rayyan bicara dengan sangat hati-hati, tapi tetap saja membuatku terkejut."Tapi, kamu setuju kan kalau kematiannya janggal?""Itu menurut pandangan awam kita, Kay. Tapi kalau kata polisi … ""Kalau kita orang awam saja bisa menduga seperti itu, bagaimana mungkin polisi tidak bisa?""Kita akan dianggap polisi terlalu sering nonton drama korea.""Rayyan, kamu bisa bayangkan perasaan Celia kalau dia tahu ayahnya bunuh diri? Suatu saat nanti?"Rayyan akhirnya terdiam. Dia menghela napas dalam-dalam dan memandangku."
AMBIL SAJA SUAMIKU 29"Apa kau yakin kalau Mas Arkan benar-benar bunuh diri?"Wajah Mayang seketika pucat pasi. Kedua tangannya saling bertaut dan meremas. Semua itu tak lepas dari pengamatanku. Kenapa kamu begitu terkejut dan tampak seperti orang ketakutan?"Tentu saja, tentu saja aku yakin. Kenapa memangnya?""Seyakin apa?""Ada apa sebenarnya, Kay? Aku percaya saja pada apa yang dikatakan polisi. Aku ini orang awam yang tak mengerti apa-apa. Polisi pastilah sudah menyelidikinya."Aku terdiam, menatap wajahnya, dimana rona pucat itu berangsur-angsur menghilang. Dia sudah kembali menguasai diri."Jadi bagaimana penawaranmu tadi, Kay?""Pulang dan tinggalkan semua berkas itu. Aku yang akan mengurusnya. Tapi kusarankan sekarang juga kau mulai mencari kontrakan. Oh ya, jangan berekspektasi terlalu tinggi. Sisa uang untukmu tak akan banyak. Atau mungkin kau bisa mulai berpikir untuk pulang kampung saja, kembali ke tempat asalmu."***Aku menyaksikan dia keluar dari rumah itu sambil menan
AMBIL SAJA SUAMIKU 30Seperti itulah takdir bekerja. Ketika aku kesana kemari mencari bukti bahwa Mas Arkan tidak bunuh diri, bukti itu ternyata tersembunyi di dalam rumahku sendiri."Kami sengaja menyembunyikan beberapa kejanggalan yang terlihat pada tubuh mayat dan merilis berita seperti kondisinya saat pertama kali ditemukan."Aku menelan ludah mendengar kata 'mayat'. Dia ayah Celia."Dan dari olah TKP, jejak Pak Arkan beberapa hari ke belakang, akhirnya kami mendapatkan tersangkanya. Dan itu sesuai dengan sidik jari yang tertinggal di TKP. Sidik jari yang luput dibersihkan oleh korban. Pelaku ini adalah orang yang rapi dan bersih.""Siapa dia?""Namanya Bram. Banyak saksi melihat interaksi Pak Arkan dengan tersangka selama sebulan belakangan."Bram. Apakah aku mengenal seseorang bernama Bram? Seseorang dari masa lalu mungkin, atau dia lawan bisnis Mas Arkan? Dan kenapa polisi butuh waktu begitu lama untuk mengungkapkan fakta ini?Ponsel Mas Arkan dihidupkan dan diperiksa. Ada bany
AMBIL SAJA SUAMIKU 31Benarkah semua telah berakhir?Tentu saja belum. Bram masih belum ditemukan dan Mayang entah dimana. Sementara itu, ketika aku, Rayyan dan Arez - yang akhirnya terpaksa tahu semuanya karena polisi datang tepat saat dia ada di rumahku waktu itu - mencoba datang ke rumah Pak Min di belakang sekolah, rumah itu kosong. Pak Min sendiri sudah meninggal dunia dua tahun yang lalu."Bagaimana jika dia masih dendam padaku?"Arez menatapku dari kaca spion."Seharusnya kamu dulu cerita, Kay. Kupastikan dia akan masuk penjara lebih awal."Suara Arez terdengar gemas dan kesal. Aku akhirnya memang terpaksa membuka masa lalu. Bagaimanapun ternyata, cinta di antara kami dulu bukan sekedar cinta monyet belaka. Akulah yang naif hingga memutuskan hubungan dengannya.Aku hanya terdiam, memalingkan wajah ke deretan pohon yang seperti berlari, sementara di samping Arez, Rayyan menyetir mobil dengan tenang."Sudahlah, tenang saja. Aku pastikan dia tak akan berani muncul lagi. Dan kalaup
AMBIL SAJA SUAMIKU 32Kay, maukah kamu memelihara bunga-bunga ini? Sentuhan tanganmu yang lembut, akan membuatnya tumbuh subur. Seperti itu cinta aku sama kamu, Kay. Meski telah lama kita berpisah, cinta itu masih sesuci dulu, dan semakin bertumbuh sejak pertemuan kembali itu.Oh ya, aku pamit beberapa hari. Tadinya aku ingin pamit secara langsung, tapi, aku khawatir tak bisa menahan diri untuk tidak memelukmu. Berjanjilah kau tak akan pergi lagi dariku.Arez.…Aku mendekap erat kertas itu di dada. Seakan terlempar ke masa yang seperti baru kemarin kurasa. Surat-surat Arez yang dia letakkan di laci mejaku jika dia ingin mengajak bertemu. Kala itu, anak sekolah tak diizinkan membawa ponsel, tapi itu tak masalah bagi kami. Membaca tulisan tangannya yang bergelombang dan seperti seorang seniman itu adalah sebuah kebahagiaan tersendiri. Kejutan-kejutan yang dia letakkan bersama surat-surat itu, selalu mampu melukis senyum di wajahku. Dan salah satu kejutan itu adalah setangkai mawar puti
AMBIL SAJA SUAMIKU 33Arez dan lamarannya yang memaksa itu, justru mampu melukis senyum di wajahku sepanjang hari. Sebagian sisi hatiku lega, tapi juga bimbang. Semua masalah ini belum selesai."Mintalah izin pada Celia, Arez. Jawabanku, tergantung pada jawaban Celia."Tentu saja itu bukan hal yang sulit. Melihat betapa mudahnya Arez mengasuh Afika sejak kecil, aku tahu bagaimana hatinya yang penyayang.Bunga-bunga itu akhirnya disingkirkan oleh Ajeng dan Rayyan, dibawa pergi entah kemana. Aku sampai rumah setelah sholat maghrib di kantor dan mendapati Celia yang murung, duduk di depan meja. Bik Asih berbisik bahwa sejak tadi, gadis kecilku ngambek. Saat Ajeng memberi tahu bahwa aku akan pulang sedikit terlambat."Celia kenapa?"Aku mengangkat tubuh Celia dan menggendongnya. Meski sudah lima tahun lebih, menggendongnya seperti ini sama sekali bukan masalah."Di rumah sepi. Ayah nggak ada, Bunda juga nggak ada."Dia menyembunyikan wajah di ceruk leherku. Aku tercekat. Setelah kepergian
AMBIL SAJA SUAMIKU 34"Celia, jadi gini, Om Arez semalam datang untuk melamar Bunda. Emm, kalau Bunda dan Om Arez menikah, boleh nggak?"Mata jernih dan bulat bak biji buah leci itu menatapku lama sekali. Dia tak jadi tidur, padahal malam telah sangat larut. Untung saja besok hari minggu. Sampai Arez pulang tadi, Celia menolak masuk. Dia bolak balik menghampiri dan menunjukkan hasil karyanya pada Arez, bangunan-bangunan dari Lego. Celia secara tidak langsung menunjukkan sisi lain Arez yang family man. Dari sudut mata dapat kulihat bagaimana Mama tersenyum samar melihatnya."Ayah gimana?"Hatiku mencelos mendengarnya. Celia belum melupakan sang Ayah."Ayah kan, nggak bisa kembali sama kita lagi. Karena Ayah, sudah ada di rumah Allah."Hati-hati sekali aku memilah kata. Celia sebentar lagi enam tahun. Meski cara berpikirnya lebih dewasa dari anak seusianya, tetap saja dia hanya anak kecil."Kalau Bunda menikah sama Om Arez, nanti Celia panggil apa? Ayah juga kayak Afika? Apa aku akan t