Pagi ini, Ara sudah bersiap-siap untuk pergi sekolah. Berusaha mungkin ia akan menguatkan mentalnya karena pasti saat disekolah ia akan dibully habis-habisan mengingat kejadian kemarin yang tersebar luas seantero sekolah.
"Sayang, sini duduk," ajak Evan membuat Ara tersenyum dan duduk di samping ayahnya.
"Berani juga, Lo masuk sekolah," batin Meyra sembari menatap Ara sinis.
"Ada apa, Mey?" tanya Evan yang tidak sengaja melihat Meyra yang sedang menatap Ara.
"Eh, nggak yah." Meyra gelagapan sendiri lalu beralih memainkan ponselnya. Semoga saja ayahnya tidak ada curiga terhadapnya.
"Ara nanti ayah yang antar ya?" tanya Evan membuat Ara terdiam sejenak kemudian mengangguk.
"Meyra?" Evan beralih bertanya pada anaknya itu. Ya walaupun bukan anak kandungnya setidaknya Evan berusaha adil kepada mereka berdua.
<
"Salepnya digunakan secara rutin ya, agar segera pulih dan bekasnya tidak terlihat," jelas dokter membuat mereka mengangguk."Baik, dok. Terima kasih,"Setelah kepergian dokter, mereka bertiga berdiam di ruangan. Tanpa mengucapkan kata sedikitpun.Lalu atensi mereka teralihkan karena mendengar pintu ruangan yang terbuka."Araaa," teriak Meyra, Ellen dan Sisca. Hah? Mereka kenapa?Satu-persatu mereka memeluk Ara yang tengah berbaring di ranjang rumah sakit. Sedangkan Reisya dan Satria saling tatap."Ara, maafin kita karena udah buat jahat sama kamu," ujar Ellen tiba-tiba membuat semuanya kaget.Bisa gitu ya?"Iya, Ra. Maafin juga ya kita udah bikin kamu masuk rumah sakit terus. Aku bakal bayarin biaya rumah sakitnya.""Ga perlu," tolak Satria dengan tegas. Wajahnya yan
Paginya, Ara sudah sampai di sekolah. Betapa kagetnya dia karena sepanjang perjalanan menuju kelas, banyak teman-teman lainnya yang meminta maaf kepada Ara."Ra," panggil Reisya ketika Ara sudah duduk di sampingnya."Ini semuanya beneran minta maaf tau, Sya," jelas Ara membuat Reisya mengangguk. Reisya juga tidak habis pikir, sebenarnya mereka benar-benar berubah atau tidak."Tapi kamu jangan langsung percaya gitu aja, Ra. Takutnya kamu dijebak," ujar Reisya serius membuat Ara mengangguk. Benar, ia jangan terlalu percaya begitu saja kepada Meyra dan yang lainnya. Siapa tau ini hanya bualan mereka semata."Oh iya, Minggu depan Meyra ulang tahun, kayaknya kamu juga bakalan diundang deh."Reisya terkaget, "hah? Dirayain lagi?""Ya iya, kan emang biasanya gitu," ujar Ara membuat Reisya menggeleng."Terus ka
Tidak ada yang spesial di hari Minggu ini. Besok sudah Senin saja, waktunya upacara. Sebenarnya, meskipun Ara pintar, ia juga seperti murid pada umumnya yang tidak menyukai upacara. Panas, capek, keringetan, pegel semua.Ara sudah selesai belajar dan menyiapkan buku mapel untuk besok. Rencananya, besok setelah pulang sekolah ia akan mampir sebentar ke rumah Reisya untuk mengerjakan tugas kelompok.BrukAra merebahkan dirinya di kasur. Ia menatap langit kamarnya lalu tersenyum. Beberapa hari ini, kehidupannya berjalan dengan baik. Hari-harinya menjadi bahagia. Tidak ada yang melakukan kejahatan pada dirinya, ia selalu diperlakukan baik oleh semua orang. Senang? Tentu saja. Akhirnya kehidupannya yang dulu kembali walaupun tak sepenuhnya."Kangen bunda," lirihnya lalu menatap pigura yang selalu ia letakkan di atas nakas."15 September, sebentar lagi bunda ula
"Loh? Kok kamu udah dateng sih?" tanya Ara yang baru turun dari mobil bersama Reisya. Mereka kaget karena Satria yang tiba-tiba sudah nangkring di depan rumah Reisya."Ya ngga boleh cepet-cepet?" tanya Satria membuat Ara menggeleng. "Ya boleh. Siapa bilang nggak boleh," jawabnya membuat Satria mengangguk."Yaudah yuk masuk, nggak enak kalo di luar terus," ajak Reisya. Mereka bertiga pun masuk ke dalam rumah. Keadaan rumah sangat sepi karena Reino yang pergi ke luar kota bersama temannya dan orang tua Reisya yang berada di luar negeri."Om sama Tante nggak pulang, Sya?" tanya Ara membuat Reisya menggeleng. Ara hanya ber-oh saja."Gimana Meyra? Udah sampe rumah kan?" Ara bertanya kepada Satria dan dibalas dengan gelengan."Loh?""Aku tinggalin. Lagian ya, Ra. Si Ellen sama Sisca tuh belum pulang. Jangan percaya deh sama sandiwara mereka," jelas Satria membuat Ara menghela napas lalu mengangguk."Oke,"
"Aku nggak sabar, Ra. Semoga kita dapat nilai yang memuaskan, ya" ucap Reisya"Iya, semoga" Ara sangat khawatir. Takut takut nilainya tidak memuaskan"Ya Allah, tolong. Semoga nilaiku memuaskan" batinnyaKini mereka sedang menunggu hasil raport keluar. Setelah ini, mereka akan naik ke kelas 12."Dan peringkat pertama, diberikan kepada....""Arabella Dhivanya dari kelas 11 IPS 1" ujar sang mcSenang bukan kepalang Ara rasakan. Ara menarik napasnya pelan. Dia sangat lega. Tidak sia sia hasil belajarnya selama ini."Selamat ya, Ara. Aku bangga deh sama kamu" ucap Reisya sambil memeluk Ara"Sama sama, aku juga bangga sama kamu"Setelah menerima piala dan beberapa penghargaan, kini mereka sudah diperbolehkan pulang"Ara, kamu mau aku antar pulang atau gimana?" Tanya Reisya"Aku pulang sendiri a
Praaangggg"Awhh...ayah...." Ara terduduk di lantai karena kakinya terkena pecahan vas yang dilemparkan ayahnya itu"Kamu dari mana saja hah? Bukannya pulang malah keluyuran. Kamu sudah tidak mau tinggal disini lagi?" bentak Evan"A-ayah ta-tadi malem i-itu---"Pasti dia mau ngeles yah. Ngaku kamu! Tadi malam kamu ke hotel kan sama pak Edwin," ucap Winda membuat Evan melotot"Kamu dibawa ke hotel?" teriak sang ayah membuat Ara gelagapan sendiri"Tapi Ara berhasil kabur, Yah," ucap Ara yang sebenarnya."Lalu kenapa kamu tidak pulang? Hah? Kamu tidak mau tinggal disini lagi? Atau kamu malu karena kamu sudah bukan gadis lagi?" Winda memanas manasi keadaan. Memang ibu tirinya itu selalu menyudutkannya"Nggak, Ma. Tadi A-Ara ada di rumah Reisya. Ta-tadi malem Ara berhasil ka-kabur" jawab Ara dengan suara bergetar. Ia tidak salah apa apa tapi ke
"Eh..kenapa, Ma?""Mau kemana kamu?" tanya Winda sinis"Ara mau ke kamar, emangnya kenapa?""Cepet beresin rumah. Cuci baju juga jangan lupa masak, kita mau shopping dulu," suruh Winda lalu pergi bersama AmeyraAra masih terdiam sambil menatap Winda dan Ameyra yang mulai memasuki mobil.Ara menghela napasnya pelan. Tugas baru di hari pertama liburan. Tidak masalah lah, pikirnya. Ia pun mulai menyapu lantai dari lantai atas sampai teras depan, tak lupa juga mengepel dan menyiram tanaman. Ara sudah seperti asisten rumah tangga saja._______________"Huftttt capek banget," keluh Ara yang baru saja selesai mengerjakan semuanya. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, sebaiknya Ara mandi terlebih dahuluSelesai mandi, Ara hanya berdiam diri di sofa sambil memakan snack kesukaannya. Rumah terasa sepi sekali, ayah, ibu dan saudara tirinya sedang tidak ada di rumah. Ara juga sudah memasak, takut takut makanannya jadi dingin"K
Kini Ara dan Winda sedang berada di rumah sakit. Beberapa menit lalu baru saja Meyra masuk di dalam ruangan untuk ditangani dokter"Kalau ada apa apa yang terjadi pada anak saya, kamu saya hukum," ancam Winda sambil mondar mandir di depan ruangan tempat Meyra diperiksa.Sedangkan Ara hanya duduk di kursi sambil menunduk. Dia juga tidak tahu kalau Meyra alergi udang, kalaupun dia tahu maka dia akan memisahkan udang dengan sop-nya."Dok, gimana keadaan anak saya?" Winda langsung menghampiri dokter yang baru saja keluar dari ruangannya."Alhamdulillah, anak ibu baik baik saja. Untungnya tadi dia tidak memakan udangnya terlalu banyak sehingga alerginya tidak begitu parah. Nanti saya akan buatkan resepnya, saya permisi dulu," jelas dokter tersebut lalu pergi meninggalkan Winda dan Ara.Winda pun segera masuk ke dalam ruangan Meyra. Sedangkan Ara masih terdiam di luar."Masuk ng