Share

2. Babak Belur

Mila melangkah masuk ke rumah dengan wajah ceria. Senyum manis mengembang di bibirnya saat dia membuka pintu.

"Assalamualaikum..." salamnya.

Akan tetapi, suara keheningan menjadi satu-satunya respon yang didapatkannya. Entah mengapa, suasana seolah-olah berbeda hari ini. Biasanya, mamanya langsung menyambut dengan senyum lebar dan menjawab salamnya dengan hangat saat Mila sampai di rumah.

Rasa kebingungan menyelimuti pikiran Mila, membuat keningnya mengerut dan langkahnya melambat. Ke mana mamanya? Dorongan mencari tahu di mana keberadaan mamanya membuat Mila berjalan menuju ruangan lain. Dalam hati, kekhawatiran akan kondisi mamanya mulai muncul. Bagaikan seorang anak kecil yang kehilangan sang ibu di keramaian pasar, Mila merasa resah dan sedikit panik. Seperti anak pada umumnya, rasa kebingungan merebak ketika tak menemui orang tuanya, terlebih mama yang selalu ada di sisi.

Samar, Mila bisa mendengar suara isak tangis di ruang kerja ayahnya. Mila mendekat, melangkah dengan pelan hingga ia bisa mendengar suara isak tangis semakin keras di telinganya.

Bisa Mila lihat pintu ruang kerja ayahnya yang tidak tertutup rapat, ada sedikit celah yang bisa ia gunakan untuk mengintip ke dalam ruangan.

Ketika Mila mengintip ke dalam, ia bisa melihat mama dan papanya tengah berpelukan di dekat meja kerja sambil menangis terisak. Terlebih lagi mamanya.

"Mama sama papa nangis kenapa?" Gumamnya bertanya-tanya.

Kriieettt....

Mila membuka pintu perlahan hingga kedua orang tuanya pun melepaskan pelukan mereka dan mengusap jejak-jejak air mata yang mungkin bisa terlihat oleh Mila seolah ingin menyembunyikan bahwa mereka habis menangis.

"Mama sama papa kenapa?" Tanyanya.

Mamanya, Mustika langsung memperlihatkan senyumannya dan menggelengkan kepala dengan cepat, "Nggak ada apa-apa, Mil. Kamu baru aja pulang? Mau mama siapin makan siangnya sekarang?" Tanya mamanya hendak melangkah pergi.

Namun Mila langsung menahan tangan mamanya dan menatap mama dan papanya bergantian.

"Mila tau mama sama papa habis nangis. Ada apa ma? pa? Kenapa disembunyiin dari Mila?" Tanyanya.

Yusuf, papa Arumi menghela nafasnya panjang. Ia menatap anaknya dengan wajah yang kelihatan ragu.

"Papa sama mama sebenarnya mau sembunyikan ini dulu dari kamu, tapi karena kamu udah melihat mama sama papa nangis, papa bakal kasih tau semuanya." Kata papanya.

"Papa yakin?" Tanya Mustika ragu.

Bukan keputusan tepat untuk memberitahukan kepada anak mengenai kesulitan yang mereka hadapi menurut Mustika. Namun, bagi Yusuf cepat atau lambat Mila akan segera tahu jadi gimanapun, ia akan tetap membicarakannya dengan Mila.

"Sebenarnya, perusahaan papa bangkrut nak. Papa terkena masalah besar yang berakhir dengan pemutusan kontrak sepihak dengan para klien dan papa harus membayar pinalti serta semua kerugian perusahaan." Jelas papanya.

Mila tersentak kaget, "Bangkrut pah?" Tanyanya tak percaya.

Yusuf menghela nafasmya panjang dan menganggukkan kepalanya, "Sudah dua minggu dan papa harus segera melunasi segala hutang dan kerugiannya secepatnya."

"Terus gimana pah? Papa sama mama udah nemu solusi untuk itu?" Tanya Mila.

Yusuf dan Mustika menggelengkan kepala pelan dengan wajah lesu dan sedih.

"Kita harus pindah dari rumah ini kalau papa gak bisa lunasin semuanya." Ucap papanya.

******

Akibat hal itu, selama seminggu belakangan ini Mila jadi sering murung, sering bengong sendirian di kelas dan tak pernah bermain kemanapun. Pikirannya masih melalang buana, berpikir keras bagaimana kelanjutan hidup keluarga mereka kalau papanya gagal melunasi semua hutang-hutangnya.

"Mil, mau ikut gue keluar gak? Katanya ada yang lagi berantem di lapangan. Yuk!" Ajak Alice.

Mila menggelengkan kepalanya, "Nggak dulu deh, Al. Gue lagi males keluar. Lagian, gue gak minat liatin orang berantem."

Alice cemberut, "Gak nerima penolakan! Lo seminggu belakangan ini dikelas terus, jadi ayo ikut gue ke bawah sekarang." Ajaknya.

Alice langsung menarik tangan Mila dengan kuat bahkan walaupun Mila berusaha berontak dan melepaskan pegangan tangan Alice, cengkraman gadis itu masih tetap terasa kuat di tangannya.

Begitu sampai di bawah ternyata lapangan sudah ramai dengan kerumunan siswi-siswi yang ingin melihat dari dekat siapa yang berkelahi disana.

Mila dan Alice menerobos kerumunan hingga mereka bisa sampai di depan dan melihat langsung sosok yang menjadi pusat perhatian di jam istirahat siang ini.

"Kak Arshaka?" Gumam Mila pelan dengan wajah mengernyit.

Bugh!

Arshaka menonjok tepat di bibir hingga lawannya terjatuh terlentang di lapangan.

"Hah... Hah..." Arshaka menarik nafas pelan, menelan salivanya dengan rahang yang mengeras.

Ia berjalan mendekat ke Dimas, orang yang mencari ribut ke dirinya siang ini.

"Lo!"

Arshaka berjongkok dengan gaya coolnya dan menampar pelan wajah Dimas, masih dengan wajahnya yang datar tanpa ekspresi padahal wajahnya sudah babak belur gak karuan.

"Gue udah memperingati lo untuk gak nyari masalah sama gue. Mental tahu gak perlu sok berani." Kata Arshaka.

Setelah mengatakan itu, ia bangkit dan menatap sebentar wajah Dimas yang sudah tak terkendali. Sudah kehabisan tenaga pula sedangkan Arshaka hanya babak belur sedikit dengan baju yang acak-acakan dan luka di sudut bibir dan sudut matanya.

Bugh!

Arshaka menendang kaki Dimas sebelum pergi meninggalkan kerumunan dengan santainya dan diikuti oleh ketiga temannya yang sejak tadi memperhatikan dirinya.

Mila meremat rok sekolahnya sendiri dengan wajah meringis saat melihat kondisi Dimas di depan sana yang sedang dipapah oleh anak laki-laki yang lain.

Benci, ia jadi semakin benci dengan Arshaka dan komplotannya yang suka main tangan dan kasar dengan orang lain.

"Lo dipanggil Buk Dewi njir." Kata Raka.

"Buat apaan? Ngomelin gue doang? Bikin gatel dikuping doang." Sahut Arshaka santai.

Keempatnya naik ke rooftop, tempat yang dikunci dan tidak ada satu orangpun yang punya akses kesana. Hanya Arshaka yang punya kuncinya dan bisa naik kesana.

Di rooftop ini, ia punya satu ruangan khusus yang disulapnya menjadi basecamp mereka disaat malas masuk ke kelas atau sekedar ingin berlama-lama di sekolah.

Arshaka duduk sambil menyandarkan kepalanya ke sofa sambil memejamkan kedua matanya, menenangkan dirinya sendiri dari emosi yang menyelimuti dirinya.

Felix membuka lemari kecil disana dan mengambil sekotak p3k yang tersimpan disana, dengan santainya ia melemparkan kotak p3k tadi ke Arshaka.

"Obatin tuh luka lo. Kalo dibiarin ntar kepopuleran lo sebagai cowok paling ganteng di SMA ini bakal kegeser sama gue perkara luka tonjokan." Kata Felix.

Arshaka hanya diam tak menanggapi, masih fokus dengan dirinya sendiri. Sedangkan David mengambil air dingin dari dalam kulkas untuk mereka.

Raka sendiri sudah sibuk dengan rokok dan pemantiknya di sudut ruangan seolah rokok itu candu untuknya dan tidak bisa ia hindari kalau sudah menginjakkan kaki di basecamp.

"Dia ada hubungan apa sih sama angel?" Tanya David bingung.

Arshaka membuka kedua matanya, "Dia suka sama tuh perempuan."

Raka mengerutkan keningnya sambil menghembuskan asap rokok, "Terus? Apa hubungannya sama lo? Kan elo sama Angel udah putus." Tanyanya.

"Karena Angel masih berusaha buat ngejer Arshaka lah. Lo gak liat dia sampai ganti rok lebih pendek buat narik perhatian Arshaka?" Kata Felix.

"Bitch." Gumam Arshaka.

"Terus Ar, siapa mangsa lo sekarang?" Tanya David yang paham betul kalau Arshaka gak akan pernah diem aja setelah ngebuang satu perempuan.

Arshaka tersenyum miring, "Mila. Anak kelas 10-2."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status