*Selesaikan dulu urusan kalian, baru kita bahas urusan kita kemudian!" Langit menghempaskan tinju Jun dengan santai. Namun efeknya luar biasa. Wakil pimpinan pengawal itu hampir jatuh terhuyung ke belakang karena dorongan tangan Langit."Bagaimana bisa dia melakukannya?" Gabe kembali dibuat kaget. Sementara Jun ikut terkejut dalam hatinya. "Bagaimana ini bos? Kenapa mereka bisa ada di sini?" tanya seorang pengawal. "Kemungkinan besar, ada orang dalam yang membocorkan keberadaan Tuan Aiken di sini!" Gabe menghela napasnya. "Sialan, siapa bangsat itu? Akan ku buat hancur tubuhnya saat ini juga!" Jun mengepalkan kedua tangannya. "Apa jangan-jangan dia orangnya? Dari awal dia sengaja mengganggu dan mengulur waktu kita, lalu dia diam-diam memanggil kelompoknya untuk datang kemari!" tebak seorang pengawal. "Wah, bisa jadi seperti itu! Biar ku hajar pemuda ini sekarang juga!" Jun kembali."Cukup Jun! Jangan bertindak bodoh untuk ketiga kalinya! Urusan kita sekarang adalah Naga Biru! Di
Ibu Kota adalah jantung dari pada Negeri Ini. Detaknya yang terus berdenyut setiap saat menjadikan keberadaannya tetap eksis sebagai sebuah Kota Besar Megapolitan, Penyangga Negara nomor satu yang hampir tidak pernah sepi, apa lagi mati dari dinamika siklus kehidupan. Roda perekonomian terus menggeliat dan berputar tanpa kenal lelah. Dari mulai ujung sebelah Selatan hingga pelosok Utara, dari Barat sampai ujung Timurnya. Dengan durasi yang hampir tidak pernah bisa berhenti. Dari mulai Matahari terbit hingga terbenam, berganti dengan malam gemerlap yang tetap ramai oleh hiruk pikuk manusia yang bergelut dan berlalu lalang, berjuang mengais rezeki, saling berkompetisi, bahkan tidak jarang saling sikut, menerjang, menghantam, dan saling menjatuhkan satu sama lain. Dari mulai pekerjaan yang bersifat formal, full skill, intelek, dan bonafid, hingga ke ranah pekerjaan informal, sederhana, cenderung "un-skill" yang bertebaran di sepanjang jalan, di setiap sudut ruang terbuka dan cabang-caba
Jun adalah seorang mantan Juara Nasional Mix Martial Art. Dia juga adalah seorang mantan Anggota Marinir yang memutuskan untuk pensiun dini di usia Tiga Puluh Lima tahun. Masa Depannya di Dunia Mix Martial Art saat itu terbilang cukup menjanjikan. Namun kariernya di Kesatuan malah mentok hanya sampai Sersan Dua saja. Akhirnya setelah melalui pemikiran yang panjang, dia memutuskan untuk mengajukan pensiun dini dan fokus pada Dunia Seni Bela Diri Campuran yang saat itu begitu bersemangat ditekuninya. Saat itu dia sanggup meraup pundi-pundi rupiah yang tidak kecil. Bahkan di usia ketika dia mengajukan pensiun dini, Jun sudah memiliki segalanya. Baik itu kekayaan, uang, rumah, mobil, wanita, ketenaran dan tentu saja Penghargaan Nama Besar sebagai seorang Juara dan Atlet berprestasi dari semua orang. Di usianya yang ke Tiga Puluh Delapan dia memutuskan untuk Pensiun dari Mix Martial Art, dan saat itulah dia baru sadar bahwa apa yang dia pilih saat itu tidak sepenuhnya benar. Ada rasa m
Langit mengamati langsung setiap jengkal pertempuran yang terjadi di Resort nya saat ini. Dia dengan santai duduk di sebuah meja di lantai dua balkon Lobby. Sambil sesekali meminum air mineral yang ada di mejanya. Matanya tidak lepas memandang ke bawah. Melihat tawuran massal yang tidak seimbang antara tiga puluhan lebih orang menghadapi ratusan orang yang bergerak seperti air bah yang terus mengalir memenuhi lantai Lobby nya. Fikirannya ikut berkecamuk menyaksikan pertempuran yang terjadi di depan matanya. Langit terlihat sangat risau dan khawatir. Bukan karena tempat kediamannya yang akan hancur karena imbas dari pertarungan besar mereka, melainkan ada hal lain yang lebih sentimentil dan membuat hatinya terusik. "Manusia, apa yang sebenarnya kalian perebutkan? Kenapa kalian begitu kalap hingga melupakan akal sehat? Melupakan nurani yang selama ini pasti tidak akan merestui apapun tindakan kalian. Jika itu adalah karena harta, kalian pasti akan menyesalinya, jika itu karena kekuas
Aiken? "Kamu menginginkan Aiken? Apa kalian sudah gila? Ada apa sebenarnya dengan kalian para Raja dan Penguasa Bawah Tanah? Kalian datang kemari untuk melawanku demi anak bau Kencur itu? Sungguh menggelikan!""Anak bau kencur katamu? Jangan pura-pura bodoh, Gabe! Kita semua tahu siapa Aiken, dan apa yang terjadi selanjutnya jika dia tetap ada! Jadi berfikirlah lebih cepat dan sehat, jika ingin selamat! Serahkan Aiken kepada kami, maka kamu dan juga seluruh anak buahmu masih bisa pergi dari sini!""Michael, terakhir kita bertemu, kamu masih belum bisa menumbangkan aku. Dan kamu sendiri yang mengajukan gencatan senjata. Sekarang kamu berani berkata seperti itu kepadaku? Apa kamu sudah punya nyali lebih? Kamu juga Morbid, aku cukup menghargaimu karena kakakmu adalah teman seperjuanganku, tapi sepertinya sekarang tidak lagi!" Gabe menyeringai sinis. Dia sudah bisa menetralisir keadaan dan menstabilkan hati serta emosinya."Sekuat apapun dirimu, tetap tidak akan bisa mengalahkan kami! K
"Jadi begitu rupanya?" gumam seseorang yang tengah berada di lantai dua. Dia sangat intens melihat pertarungan massal yang berlangsung cukup lama di bawah sana. Hal itu cukup membuatnya merasa gatal untuk tetap bertahan di atas, dan ingin segera terjun ke bawah, melibatkan diri dalam kancah pertempuran yang menurutnya sangat timpang dan bertele-tele tersebut. Langit, dengan kemampuan Indera Keenamnya yang sudah di atas rata-rata, berhasil mencuri dengar percakapan para Pentolan di bawah sana, dan akhirnya sedikit banyak bisa mengerahui apa yang menjadi Topik Panas dan Akar Persoalan di antara mereka. "Kenapa kamu ada di sini, Anjala? Apakah kamu tidak ada pekerjaan lain?" tanya Langit tiba-tiba. Dia merasakan ada Aura yang sangat dikenalnya, bersamaan dengan hadirnya sesiur Angin dingin yang lewat, tidak jauh di sebelahnya. Bersamaan dengan itu. Sesosok Tubuh tinggi tegap dan kekar sekitar dua meter, trlihat samar-samar, dengan pakaian kebesaran ciri khas Kerajaan zaman dulu, leng
"Menarik! Sepertinya tempatku sebentar lagi akan jadi ladang pembantaian! Kamu pastinya akan menyukai itu Anjala!" Langit tersenyum simpul. "Maksud Yang Mulia?" "Lihatlah siapa yang datang, apa kamu merasakan Aura yang panas membara ini?""Yang Mulia benar sekali, cukup panas menyengat! Yang Mulia mengenalinya?""Dia adalah manusia yang cukup banyak memberiku luka di masa lalu. Kita akan tunggu, akan jadi seperti apa endingnya drama kolosal ini,""Sebuah Aura yang tidak biasa. Apa hamba harus turun tangan untuk memberinya pelajaran?""Tidak perlu. Dia hanyalah seorang kawan, setidaknya aku menganggapnya seperti itu. Perkara nanti akan seperti apa, itu bukanlah hal yang besar. Jadi bersabarlah Anjala,""Daulat Yang Mulia. Hamba akan bersabar menunggu bagaimana kelanjutannya!""Kita akan lihat sebentar lagi!" Di bawah sana, semua mata menoleh terkejut ke arah sumber suara yang terdengar dengan sangat keras menggelegar seperti petir di siang bolong. Tidak terkecuali Kimbo, Michael, M
"Kamu tahu Anjala, ini lebih mirip drama satu malam dalam cerita dunia manusia! Dengan ending yang mungkin akan lebih bertele-tele, membosankan dan membingungkan!" ujar Langit menggaruk kepalanya. "Saya kurang begitu faham Yang Mulia, tapi apakah hamba boleh turun tangan sekarang? Energi hamba sedang meluap-luap saat ini! Aura kemarahan, kekerasan dan nafsu membunuh dalam diri mereka membuat hamba ikut terpancing untuk bisa meramaikan suasana!""Hei, ada apa denganmu Anjala? Kenapa kamu begitu bernafsu ingin ikut campur dan masuk dalam masalah mereka? Apa ada saudaramu diantara para manusia di bawah sana?""Bukan begitu Yang Mulia, hamba hanya sekedar ingin menghajar mereka saja. Manusia-manusia bodoh yang tidak tahu rata krama dan sopan santun ini sudah seharusnya diberikan pelajaran! Saya ingin menunjukan kepada mereka semua, bahwa mereka wajib menghormati Yang Mulia, dan jangan sampai mengotori tempat kediaman Yang Mulia!""Jangan terlalu berlebihan, belum saatnya kita turun tanga