Selepas makan malam bersama anak-anak Panti. Kini berkumpul sekitar 8 orang di sana. Tepatnya di Ruangan Kantor yang merupakan tempat para Pengurus Panti berada. Ruangan itu berfungsi sebagai tempat penerima tamu, para donatur dan mereka yang berkepentingan untuk bertemu dengan Pemilik, Pengurus, Anak-anak Asuh yang sengaja dihadirkan untuk diberikan santunan, sedekah, hibah, hadiah, atau berkeinginan mengadopsi salah satu dari mereka. Mereka adalah Ibu Ranti, Langit, Ratih dan lima orang saudara-saudara angkatnya, yang kini telah kembali berkumpul setelah beberapa tahun terpisah. "Bagaimana kesibukan kamu sekarang Januar? Apa kamu masih bekerja di Perusahaan Asuransi di Kota?" tanya Bu Ranti kepada sosok jangkung yang merupakan paling senior dari semua yang ada di sana. Januar, pria berambut klimis, berwajah cukup tampan berusia dua puluh tujuh tahun. "Lumayan Bu, sekarang aku masih sibuk. Ini aku juga sempatin datang kemari, karena ingat sama Ibu dan saudara-saudaraku di sin
Seluruh ruangan hening sejenak. Bersama detik jam yang hampir seirama dengan detak jantung masing-masing. Semuanya terdiam dengan pernyataan gadis cantik ini. Mita, gadis polos yang lima belas tahun lalu terkenal dengan kecantikannya kini seolah berubah drastis, bertransformasi menjadi seseorang yang sangat berbeda! Dulu dia terkenal cengeng namun baik hati. Ramah dah penuh empati terhadap orang lain. Jangankan melihat temannya sakit, melihat Kucing mati saja dia bisa nangis dua hari dua malam! Bahkan suatu ketika Langit tidak bisa lupa momen lucu ketika disuruh Bu Ranti untuk membasmi hama tikus di dapur yang kerap mengganggu, mencuri makanan, menjebol dinding tripleks, merusak alat-alat di dapur yang sering menjadi korban kebrutalan makhluk pengerat itu. Maka Mita adalah anak yang mati-matian melarang Langit dan kawan-kawan membunuh mahluk tersebut dengan alasan kasihan! Mita yang dulu kerap menemani Langit ketika kecil, karena usianya lebih tua tiga tahun di atasnya, menjad
Pagi-pagi sekitar pukul delapan. Saat Matahari baru saja muncul di ufuk timur dengan malu-malu, Panti Asuhan Sinar Pelangi didatangi oleh beberapa pemuda dari kampung sebelah. Mereka menanyakan perihal hasil negosiasi Panti dengan Pengembang yang deadline nya harus bisa di diputuskan hari ini. Karena mereka sendiri sudah setuju dan menerima segala ganti rugi yang sudah di tawarkan oleh pihak pengembang. Mereka membujuk Panti Asuhan Sinar Pelangi yang saat ini di wakili oleh Langit untuk bisa bekerja sama dengan baik, mennyerahkan Hak kepemikan Sinar Pelangi kepada para Pengembang dengan harga yang sudah di tentukan oleh mereka. Karena hampir Tujuh puluh lima persen semua sudah menandatangani kontrak pelepasan penggusuran lahan tersebut. Selebihnya hanya Panti Asuhan ini dan beberapa gelintir penghuni yang masih tetap bersikukuh pada pendiriannya. Sempat bersitegang sejenak, sampai hampir terjadi keributan, karena Langit tetap pada keputusannya, akan terus mempertahankan Panti A
Ruangan oval berukuran Dua puluh lima kali lima belas meter itu nampak sangat megah dan esklusive, beberapa asesoris dan perabotan mahal dari meja kursi, guci, lukisan, serta patung-patung tanah liat dan marmer nampak berjajar dengan rapi di setiap sudutnya. Para Pengawal berpakaian seragam hitam-hitam berdiri di pintu dan di setiap sudut ruangan. Paras mereka nampak dingin dan tegas. Mereka adalah para Pengawal Khusus Walikota. Maju ke meja oval yang berada di tengah ruangan, dimana berkumpul para orang-orang-orang penting di Kota ini. Raut muka mereka nampak tegang dan serius. Seolah ada segudang beban yang bertumpuk di benak masing-masing. "Greedy, bagaimana dengan tugasmu ini? Seharusnya hari ini sudah fix ada jawaban yang memuaskan untuk Tuan Andreas, bukan malah jadi kacau seperti ini? Apa kami akan percaya begitu saja jika ada seratus Macan Kumbang masuk kampung dan mengusir kalian?" sang Wali Kota, Dimas Aryo meradang. Wajahnya yang klimis dengan kumis tipis dan jarang-ja
Semenjak kegagalan para utusan Greedy mengeksekusi Panti Asuhan dan Area perkampungan. Terjadi kehebohan di kampung tersebut. Kedatangan sekelompok besar Macam Hitam yang mengusir para eksekutor tadi siang cukup menjadi buah bibir dan berita hangat di kampung itu. Bahkan sempat membuat viral media sosial, karena ada beberapa orang yang sengaja ikut merekam momen-momen tersebut. Sementara sebagian warga panik dan khawatir. Namun sebagian besar dari mereka mengaku lega dan bersyukur. Karena dengan kejadian heboh tersebut, Kampung itu tidak jadi di eksekusi. Langit sejak sore tadi tetap bersiaga dengan Pasukan Panglima Kumbang, menunggu seandainya ada serangan balasan dari pihak mereka. Namun semenjak sore tadi hingga malam ini, kondisinya ternyata cukup kondisif. Para Penghuni Panti berikut pengurus dan Ibu Ranti sangat lega, senang dan berterima kasih dengan kehadiran Langit, yang sejak awal sudah menolong mereka baik secara materi maupun secara moril, yang dibuktikan dengan kese
*Elang? Apa-apaan kamu? Apa kamu mau jadi pengkhianat? Kembali kemari!" teriak Mita dengan wajah gusar. "Maafkan aku Mita, ini sudah menjadi keputusanku! Aku harus membalas budi kepada Tuan Langit," ujar Elang, dengan langkah tegap maju ke muka. "Elang!!! Jangan buat aku marah! Kembali sekarang juga! Atau aku akan buat kamu menyesal!* ancam Mita peenuh kemarahan. Elang tidak menjawab. Dia sudah berada tepat di hadapan Langit. Menjura hormat kepadanya. "Izinkan aku yang menghadapinya Tuan!" "Kamu serius? Sudah ku bilang, kamu tidak perlu ikut campur segala urusanku," "Aku harus membalas segala kebaikanmu, dan kupikir sekaranglah saat yang tepat. Lagi pula kamu harus menghadapi Haidar. Dia orang yang sangat hebat, kamu perlu kekuatan lebih untuk menghadapinya!" Elang maju ke arena, membelakangi Langit. "Hmm, baiklah. Aku bisa melihatmu memiliki kemampuan. Tapi lawanmu juga tidak lemah. Berhati-hatilah!" Langit akhirnya mengalah, lalu mundur teratur. "Elang! Aku perintahkan
Dia tersungkur dan jatuh ke lantai ketika sebuah tinju milik Haidar sang Penakluk menghajarnya dari samping! Semua orang tercengang! Mereka tidak menduga jika Haidar ikut mengintervensi pertarungan antara Wang Dih dan Elang, hingga membuat Elang kalah dan terhempas dari pertarungan. Sosok Elang meluncur deras dan siap menghantam tembok! Namun sedetik sebelum tubunnya membentur dinding tembok keras tersebut, satu sosok tubuh bergerak dengan cepat menangkapnya! Dia adalah Langit! Semuanya berseru tertahan. "Kamu masih hidup Elang?" tanya Langit sambil membaringkan tubuh Ellang di lantai. Bibirnya mengeluarkan darah. Tinju besar dan keras milik Haidar sudah membuat nya hampir kehilangan kesadaran. "Te.. Tentu saja Tuan... Te... Terima kasih sudah menyelamatkan akuhh..uhhkk.." Elang kembali memuntahkan darah. "Aku obati lukamu sejenak," Langit meraba pipi Elang yang membiru, lalu menyalurkan hawa murninya. Sesaat cincin di jarinya berkedip. "Uhhh... Tuan, apa... Ini..." E
"Tidak! Mita Jangaaann....!" Dimas Aryo ikut berteriak dengan keras. Terlambat! Ratatatat!! Ratatatat!! Ratatatat!! Lebih dari beberapa lusin peluru itu melesat dengan cepat menembus tubuh Mita sang anak angkat!Membuatnya menjadi bulan-bulanan amunisi tajam yang mengoyak tubuhnya, menghancurkannya dalam sekejap, dan itu terjadi karena dia bermaksud melindungi Langit! "Mitaaaa....!" Elang ikut berteriak histeris. Dia tidak pernah menduga bahwa Mita akan melakukan tindakan nekad seperti itu demi melindungi Langit! Semua yang di sana ikut berteriak. Mereka sangat menyesalkan peristiwa yang baru saja terjadi. Langit adalah orang yang paling tidak percaya dengan kejadian yang baru saja terjaadi di depan matanya! Mita mengorbankan dirinya sendiri untuk melindungi Langit! Waktu seolah berhenti untuk sesaat. Langit segera mendekap tubuh Mita yang nampak hancur bersimbah darah. "Ke.. Kenapa kamu melakukan ini?" ujar Langit gugup, menggigit bibirnya. Menahan tangisnya agar