Sebagai seorang pimpinan preman, Gading tentu saja memiliki kemampuan yang membuatnya layak untuk berada di posisinya sekarang.Tidak sedikit nyawa yang melayang oleh tangan dinginnya.Karena itu, ia mendapat julukan sebagai 'Gading si Pembantai'.Namun hari ini, julukan tersebut sepertinya sudah tidak layak untuk dirinya. Karena ada sosok yang jauh lebih kejam dari Gading.Kedua kaki Gading dibuat gemetar dan tubuhnya seperti membeku saat kedua matanya melihat sendiri Awan yang sedang membantai anak buahnya dengan kejam.Hampir lima puluhan orang anak buahnya dan satu orang anak buah terkuatnya, Tigor yang selama ini menjadi ujung tombaknya dalam melakukan banyak kejahatan. Namun, semuanya dibantai begitu saja tanpa ia dapat berbuat apa-apa karena tubuhnya yang seakan membeku.Semua sel dalam tubuhnya seakan berteriak ketakutan dan memberikan stimulus dalam otaknya kalau pria yang sedang mengamuk tersebut bukankah lawan yang bisa dihadapinya.Selayaknya hewan buas yang sedang berhada
"Erika, ada apa?" Tanya Dian Saka penasaran melihat ekspresi Erika yang berubah tegang setelah mendapat telepon dari Awan."Aku belum tahu jelas situasinya. Sekarang, tim keamanan kami masih menyelidikinya. Hanya saja, ini sangat gawat. Karena orang dekatnya Awan, Lona telah diculik." Jawab Erika dan menceritakan apa yang terjadi pada Latif dan para pengawalnya.Meski begitu, Erika sudah memiliki dugaan kalau percobaan penculikan Nadya dan menghilangnya Lona bisa jadi ada hubungannya dengan keluarga Winata."Tunggu dulu! Di mana kejadiannya?" Arman bertanya dengan penuh rasa penasaran."Hmn, itu..." Erika sempat bingung menjelaskan karena Awan tidak menyebutkan detail di mana keberadaannya saat ini. Untungnya, sebuah notifikasi masuk ke dalam ponselnya.Itu adalah misi darurat yang baru saja diaktifkan oleh grup keamanan Harsya. Sehingga, Erika bisa memahami situasi yang menimpa Nadya dan Lona secara keseluruhan. Mengetahui hal itu, Erika terlihat agak tertekan.Bagaimanapun, apa yan
Lona dikurung dalam sebuah ruangan gelap dan satu-satunya cahaya yang masuk ke dalam ruangan tersebut hanyalah lewat ventilasi kecil yang ada di sudut atas ruangan.Ruangan tersebut juga pengab dan lembab seperti bangunan yang sudah lama tidak dihuni.Disitulah Lona berada saat ini.Lona yang sempat dibuat pingsan sebelum di bawa ke tempat ini mulai tersadar. Namun, begitu melihat tempat asing dan gelap, Lona segera teringat kalau ia baru saja diculik. Apalagi, di sana hanya ada ia seorang?Lalu, bagaimana dengan sepupunya? Apa Awan benar datang menyelamatkannya?"Hiks, hiks!" Lona terisak antara sedih dan takut.Jika benar Awan datang menyelamatkan Nadya, lalu bagaimana dengan dirinya? Dia bukanlah siapa-siapanya Awan. Tidak mungkin Awan akan datang menyelamatkan dirinya.Awan mencintai Nadya dan rela melakukan apa saja untuk Nadya. Betapa bahagia bisa dicintai oleh seseorang seperti itu. Sayangnya, ia bukan Nadya dan tidak mungkin akan mendapatkan perlakuan yang sama dengan Nadya.Sa
Roy Winata yang sudah terdesak karena kemunculan Rahman Saka dan prajurit pedang tajamnya tidak memiliki pilihan selain bertarung habis-habisan. Akibatnya, pertarungan sengit pun tidak bisa dibendung.Namun, karena pihak Roy kalah jumlah, mereka terus ditekan oleh Rahman dan enam orang prajurit pedang tajamnya.Perlahan namun pasti, kelompok Roy semakin terdesak dan terluka. Hanya masalah waktu sampai mereka semua benar-benar tunduk dan kalah sepenuhnya.Sadar bahwa situasinya tidak lagi memungkinkan, para pengawal Roy mendesak Roy untuk pergi menyelamatkan diri."Tuan, kita tidak akan bisa bertahan lebih lama. Pergilah! Kami akan menahan mereka. Kami mungkin akan mati tapi anda tidak boleh tertangkap. Ingat! Anda harus mengambil alih keluarga Winata di masa depan." Ekspresi Roy tampak rumit dan enggan untuk pergi namun ia juga tidak memiliki pilihan yang lebih baik.Mereka kalah jumlah dan tidak mungkin bisa menghadapi Rahman dalam kondisi seperti ini. Sementara, kalau ia pergi, Ro
"Ko-komandan Rahman?" Ujar Lona terkejut begitu menyadari siapa sosok yang baru saja 'masuk' ke dalam ruangan tempat ia disekap.Lona tidak tahu bagaimana menggambarkan kata yang tepat untuk masuk karena komandan Rahman seperti dilemparkan ke dalam ruangan dibanding istilah masuk pada umumnya.Meski begitu, melihat komandan Rahman ada di sana, Lona bisa bernapas lega. Bagaimanapun, komandan Rahman adalah seorang jenderal bintang satu angkatan darat yang sangat populer dan bersama kakaknya, Arman Saka mereka telah menjadi panutan bagi rakyat kota Samarda. Sehingga, meski belum pernah bertemu langsung dengannya, Lona bisa langsung mengenalinya.Pertanyaannya, bagaimana mungkin seorang jenderal angkatan darat bisa muncul di sana? Apa ia datang untuk menyelamatkan dirinya?Masalahnya, siapa dia sampai membuat seorang jenderal bintang satu datang secara khusus untuk menyelamatkannya? Atau mungkin ia datang atas perintah permintaan Awan?Tidak! Bagaimana mungkin Awan bisa kenal dengan Rah
"Awan, keluar kamu! Kamu harus menjauhi putriku sekarang juga!"Di luar kamar, terdengar teriakan suara Alina yang memaksa masuk ke dalam kamar. Sementara Arya terdengar beberapa kali bicara untuk menahan istrinya agar tidak masuk."Sepertinya kita harus keluar." Ucap Nadya dengan senyum canggung dan tidak berdaya.Awan baru saja menceritakan apa yang terjadi setelah ia tidak sadarkan diri dan yang terpenting, Nadya sangat senang karena memiliki kekasih yang memiliki kemampuan penyembuhan yang sangat luar biasa. Karena Awan tidak hanya berhasil menyembuhkan bekas tamparan Gading tapi juga menghilangkan bekas lukanya.Siapapun wanitanya, mau itu cantik atau biasa, mereka pasti tidak akan percaya diri jika memiliki bekas luka di wajahnya. Bagi wanita, wajah adalah harta berharga yang tidak kalah pentingnya dengan kehormatan mereka."Tidak apa-apa! Percayakan saja pada Erika dan keluarga Saka. Mereka pasti bisa menemukan dan menyelamatkan Lona!" Ucap Nadya seraya mengenggam tangan Awan.
Hari itu, seorang remaja dengan penampilan lusuh dan eskpresi malas baru saja memasuki gerbang sekolah. Padahal, ini adalah hari pertama sekolah setelah liburan semester. Seperti biasa, tidak ada seorang pun yang menganggap kehadirannya di sekolah ini. Meski sejatinya, ia memiliki rupa yang tampan. Hanya saja, ia terlalu cuek dengan penampilannya dan ditambah dengan ekspresinya yang terkesan pemalas, membuat orang yang menatapnya akan langsung merendahkannya tanpa terkecuali. Cowok tersebut bernama, Awan. Naman lengkapnya? Ya, Awan! Bukankah itu nama yang terlalu singkat? Tapi, memang itu nama yang diberikan oleh orang tuanya. Tiga semester berada di sekolah ini, Awan sudah terbiasa dengan tatapan acuh semua orang terhadap dirinya dan tidak pernah mempedulikan semua itu. Hari itu, ia merasakan perasaan yang sangat aneh. TIba-tiba saja, semua orang memperhatikan dirinya. Bahkan, orang yang tidak dikenalnya sekalipun, juga ikut-ikutan memandangnya. Tapi, bukan pandangan baik laya
Melihat banyak orang sedang membicarakannya, Awan tidak terima masalah pribadinya menjadi konsumsi publik. Apalagi mereka membuat penilaian yang terkesan sangat merendahkan dan menghakimi kehidupan pribadinya. Jika satu atau dua orang saja, ia mungkin bisa membuat perhitungan dengan mereka. Tapi, sekarang yang membicarakannya hampir seluruh siswa di sekolahnya? Apa ia harus menghajar mereka semua untuk melampiaskan kemarahannya? Tidak! Awan cukup sadar diri dengan posisinya. "Nak, ibu ingin melihatmu meraih impianmu di masa depan." "Apapun cita-citamu, ibu ingin melihatmu menjadi orang yang sukses dan bahagia!" Ucapan ibunya masih terngiang di dalam kepalanya dan terasa masih hangat. Seolah, ibunya baru mengucapkan kalimat itu beberapa hari yang lalu. Karena mengingat pesan ibunya, Awan terpaksa harus menahan semua kemarahannya. Untuk itu, Awan menarik napas beberapa kali untuk meredam emosinya. Ia meyakinkan dirinya, bahwa orang-orang ini tidak layak untuk membuatnya emosi.