"Bikin malu!" Teriakan Ayah Revan menggema di seluruh ruangan. "Kamu selingkuh?! Kamu punya wanita lain dan memilih bercerai dengan Asti?! Apa kamu sudah nggak waras, Revan!""Revan mau menjelaskan, tapi kalau Ayah sudah menganggap buruk tentang Revan, sepertinya percuma Revan bicara," Revan berusaha menurunkan emosinya. Dia tahu Ayahnya pasti marah besar karena beliau adalah sahabat baik Pak Wijaya - Ayah dari Asti. "Mau penjelasan apa lagi?! Semua sudah jelas! Asti sampai menangis dan mengadu pada Ayahnya. Ayah benar-benar nggak tahu lagi mau ditaruh mana wajah Ayah kalau bertemu mereka! Dan setelah itu semua, Asti masih mau menerima kamu tapi kamu sendiri memilih untuk bercerai! Hanya karena wanita nggak jelas yang baru kamu kenal?! Kamu- pikiran kamu sudah rusak!" Teriakan dan makian dari Ayah Revan menggema memenuhi seluruh ruangan yang hanya berisi tiga orang yaitu Revan, Ayahnya dan Ibunya. "Ayah, tolong tenang. Biarkan Revan menjelaskan," Ucap Ibu Revan yang sejak tadi terd
Sudah dua hari berlalu, namun Revan tak ada kabar sama sekali. Jangankan menelpon, kirim chat pun tidak. Ada apakah gerangan? Lia ingin sekali menelepon atau mengirimkan chat, namun dia takut. Takut jika ternyata Revan memang sengaja tak menghubunginya karena ingin kembali pada Asti. Entah kenapa, jika Revan tak menghubunginya lebih dulu, Lia merasa tak boleh menelponya. Jika Lia nekat menelpon atau mengirim chat, Lia jadi merasa dirinya benar-benar wanita jahat yang merebut lelaki orang. Lia menghela nafas sambil melempar pelan ponselnya ke atas meja kecil yang ada di sebelah ranjangnya. Namun naas ponselnya malah tergelincir dan jatuh. Sebenarnya meja ini tak terlalu tinggi, namun entah kenapa ponsel Lia malah retak karenanya. "Bego banget sih, Lia!" Geram Lia pada dirinya sendiri sambil menjitak kepalanya pelan. "Duh, mati lagi…" Lia berusaha menekan tombol power tapi ponselnya tak kunjung menyala. Akhirnya Lia memutuskan pergi mencari konter HP untuk memperbaiki ponselnya.
"Nanti aku ceritakan semuanya, tapi telpon di HP ku aja, ini HP orang aku nggak enak," Jawab Lia lirih, takut Adrian mendengar percakapannya. "Aku tanya kamu tidur di mana?" Ulang Revan meminta jawaban. "Aku sekarang tinggal di kos," Jawab Lia singkat. "Kenapa?""Nanti aku ceritakan semua setelah HP ku ambil, kemarin HP ku jatuh dan nggak mau nyala…""HP mu sudah jadi, dari semalam aku menelpon tapi nggak aktif. Dan barusan aku telpon sudah bisa, berarti HP mu sudah jadi. Buruan di ambil lalu telepon aku secepatnya!""Iya… jam 8 saat konter buka langsung aku ambil.""Ck, baiklah. Langsung telpon aku setelah diambil. Jangan lupa!" Ingat Revan. "Iya, sudah dulu…""Ya," Tut.. Tut.. Tut.. Lia menatap ponsel Adrian yang sudah mati. Semburat kekecewaan menghampiri hatinya karena Revan langsung memutuskan telpon begitu saja. Kenapa dia tak menanyakan kabar Lia? Sebegitu sibukkah dia sampai tak sempat berpikir untuk menanyakan keadaan Lia? Perasaan gelisah kini hinggap di relung hati
Bibir Lia tersenyum lebar saat membaca pesan masuk yang dikirimkan Revan. 'Asti sudah setuju untuk bercerai. Aku akan urus semuanya setelah itu kita bisa langsung menikah.'Lia merebahkan tubuhnya masih dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. Jantungnya berdebar kencang membayangkan akhirnya dia akan menikah dengan Revan. Tak pernah terbayangkan olehnya sebelumnya jika dirinya akan menikah dengan lelaki setampan dan sesempurna Revan. Bagi Lia, Revan adalah lelaki pertama dan terakhir yang bertahta di hatinya, walaupun bagi Revan Lia bukan yang pertama. Mengingat itu, senyum Lia langsung sirna. Ada rasa bersalah yang tiba-tiba melintas, namun dengan cepat Lia berusaha menangkisnya. "Asti yang berselingkuh lebih dulu! Dia menyakiti Revan dan wajar Revan berpisah dengannya, tak ada hubungannya denganku…" gumam Lia sambil memejamkan matanya. Lia bangun dari tidurannya dan kembali berpikir, "bolehkan aku bahagia dengan perpisahan Revan?" tanyanya bermonolog. "Duuh kenapa sih aku?" Li
Brak!!! Revan menendang pintu kamar rumah megahnya, karena mendengar suara rintihan dan erangan yang sangat mengganggu telinga. "Asti!!!" Teriaknya dengan penuh emosi saat melihat istrinya berada di atas ranjang tanpa busana sehelai pun dan dalam dekapan seorang lelaki yang tidak dia kenal. Mereka berdua sama-sama telanjang bermandikan keringat dan sama terkejutnya dengan Revan. "Re... Revan! Ke-kenapa kau sudah pulang?!" Asti tampak sangat terkejut sambil dengan buru-buru mengambil selimut yang teronggok di tepi ranjang untuk menutupi tubuh polosnya. Revan memandang istrinya dengan tatapan jijik. Memang pernikahan mereka berdua dulu tanpa rasa cinta, bahkan sampai sekarang mereka tak saling cinta, namun bukan berarti Asti bisa seenaknya mengkhianatinya seperti ini.
Tlililit.. tlililit...Amalia meraba-raba kasur busa tipisnya, mencari ponsel yang sejak tadi terus-terusan berbunyi. Saat berhasil menemukannya, dia langsung mematikan alarm yang sengaja dia setel di ponselnya.Sudah jam 5 pagi, saatnya dia untuk bangun dan mulai beraktivitas. Amalia harus membersihkan rumah, memasak, menyeka ibunya dan menyuapinya sarapan sebelum dia berangkat bekerja.Buru-buru Amalia bangkit dan mulai berkutat dengan tugas-tugas hariannya di rumah.Hari ini Amalia akan memasak sup ayam dan perkedel kentang, makanan kesukaan Ibu. Amalia berharap hari ini Ibunya akan makan dengan lahap karena beberapa hari ini beliau tampak tak napsu makan.Setelah selesai memasak, dengan cekatan Amalia mengambilkan makanan untuk sang Ibu. Dan mulai menyuapinya."Bu, Lia sudah buatkan sup ayam dan perkedel kentang kesukaan Ibu," ucap Amalia sambil duduk di
"Ntar pulang kerja, kita karaoke yuk!” Ajak Novi pada beberapa staf yang sedang bersiap menyiapkan makan siang. Mereka memang suka membawa bekal dan makan bersama di kantor saat jam istirahat.Berbeda dengan Lia, dia harus buru-buru pulang. Ibunya pasti sudah lapar. Dia harus makan di rumah sambil menyuapi ibunya makan siang dan mengganti pempersnya.Sebenarnya Lia sedikit kewalahan, karena jarak kantor ke rumah lumayan jauh, tapi semua ini harus di lakukan. Lia pernah mencoba memakai jasa perawat, tapi biayanya sangat mahal. Sedangkan dia juga harus rutin membeli obat tiap bulannya belum lagi pempers orang tua harganya tidak murah. Dalam sebulan dia bisa beli 5 kali di tambah obat-obatan. Gajinya sebagai staf admin sangat pas-pasan untuk semua itu, sudah tak ada lebihan sama sekali untuk membayar perawat.
‘Terima kasih.’07.57.“Huft…” Lia menghela napas lega. Lagi-lagi dia baru sampai di kantor pas sudah mepet waktu masuk.“Nggak apa lah, yang penting nggak terlambat,” ucapnya lirih.“Masuk jam segini namanya terlambat Lia!”Amalia melonjak kaget saat mendengar suara baritone yang begitu dekat di telinganya. Secara reflek dia membalikkan badan dan wajahnya menubruk dada bidang lelaki yang berdiri tepat di belakangnya.“Ma.. maaf Pak Revan…”Revan mendengus kesal, “kamu itu harusnya sudah standby minimal pukul 07.45. Lima belas menit sebelum jam kerja!”“I.. iya Pak. Maaf…” Amalia membungkuk berulang kali sambil berjalan pelan menjauhi Revan menuju ruang kerja nya.‘Terima kasih.’Amalia langsung berbali