Dean kecelakaan.
Satu kalimat yang berhasil membuat Siera lupa cara bernapas untuk sesaat. Tadi, gadis itu sedang memandangi bunga matahari di samping rumah. Lalu, telepon datang. Dari seorang perempuan yang adalah perawat rumah sakit. Memberitahu jika suaminya ada di ruang IGD, karena kecelakaan dan belum sadarkan diri.
Tunggang-langgang, Siera berangkat ke sana. Pikirannya berkecamuk. Ingatan soal peristiwa memilukan beberapa tahun lalu berkeliaran di benak. Membuatnya tak segan menangis di dalam taksi yang ditumpangi.
Bertanya pada petugas rumah sakit, Siera sampai di depan sebuah ruangan, yang katanya di sana Dean sudah dipindahkan. Sangat beruntung, luka Dean tidak parah. Pria itu hanya pingsan karena terkejut.
Tidak langsung masuk ke ruang rawat, Siera terpaku menemukan sesosok perempuan duduk di depan ruangan. Sama sepertinya, perempuan itu menangis. Tampak pucat, satu perban kecil juga tertempel di
Berulang kali Siera berusaha mencerna keadaan hati. Bertanya soal apa yang sebenarnya ia rasakan. Sembari sesekali menyeka air mata, perempuan itu masih terduduk di balik pintu rumah.Tiba di rumah--setelah diusir Dean--beragam pertanyaan berkelebat di benak. Semarah itukah ia pada Nara? Kenapa? Berhak memangnya bersikap begitu? Mengapa harus secemas itu?Bermacam pertanyan, satu ujung yang bisa perempuan itu temukan. Sesuatu. Sesuatu yang tidak seharusnya itu sudah terjadi. Sesuatu yang tak pernah ia sangka itu sudah terjadi.Sesuatu yang menyebabkannya amat ketukutan saat mendengar berita kecelakaan Dean. Bukan sekadar dejavu akan peristiwa nahas yang orang tuanya alami. Ini berbeda.Kesimpulan yang Siera buat itu semakin membuat hati nelangsa. Teringat bagaimana perlakukan Dean tadi. Begitu saja, pria itu mengusirnya. Terlihat marah karena Siera sudah berani menampar Nara.Lantas, sekarang, apa yang akan terjadi? Je
"Siera. Siera. Kamu bisa mendengar saya?"Membuka mata perlahan, Siera mengerjap demi menyesuaikan sinar yang masuk ke mata.Sepenuhnya terjaga dari tidur, sakit kepala yang luar biasa menghantamnya. Perempuan itu tersenyum."Paksu jemput?"Bukan demam yang membuat Siera jadi sedikit tidak masuk akal begini. Mengulas senyum, sat seharusnya meringis karena ngilu di sekujur tubuh atau pusing dan sakit di kepala. Namun, kehadiran Deanlah alasannya."Kamu bisa jalan?" Dean mencoba tidak menanggapi pertanyaan atau ekspresi si perempuan.Di belakang Dean, Mike yang melihat binar di mata sayu Siera mengulum senyum. "Apa kamu sebegitu senangnya melihat Dean datang, Siera?" tanya pria itu sekadar ingin menggoda.Siera mengangguk lemah, mendudukan tubuh yang terasa lemas. Jelas ia senang.Dean tidak pulang semalam. Kenyataan bahwa sekarang pria itu ada di sini, datang untuk menjemputn
Dean tidak pulang ke rumah, Dena pulang di pagi harinya dengan rambut lembab dan satu atau dua tanda bekas kemerahan di leher. Semua itu saja sudah membuat Siera panas hati. Dan sekarang, siksaannya perempuan itu bertambah.Seharusnya ia tidak terima permintaan Dean untuk berhenti bekerja. Jika masih menjadi pegawai di Ramaji Kafe, mungkin ia tak perlu membukakan pintu untuk Nara.Tidak tahu malu. Kurang akhlak. Karakternya buruk. Semua makian itu Siera ucapkan dalam hati.Terlalu berani atau muka tembok tetapi siang ini kekasih suaminya itu datang ke rumah. Membawakan rantang yang katanya berisi makanan spesial untuk Dean.Mempersilakan wanita dengan gaun merah itu duduk di ruang tamu, Siera menatapi taja. Ia tidak repot-repot menyembunyikan rasa tidak sukanya."Tinggal aja rantangnya. Nanti aku sampaikan sama Paksu.""Paksu?""Bapak Suami." Puas, Siera memicing ke lawan bicara.
"Izin pegangan, ya?" Siera menaruh satu tangannya di pundak Arkan untuk bisa turun dari motor sport pria itu.Baru saja menginjakkan kaki di tanah, perempuan itu melihat Dean keluar dari pintu rumah bersama Nara. Oh, yang sedang memadu kasih sampai tak ingat waktu rupanya.Sakit? Jangan ditanya. Siera ingin menangis sembari berguling-guling saat ini juga, jika tidak memikirkan harga diri.Oh, memangnya dia punya? Bukannya sebelum ini sudah berani mengajak Dean berpelukan dan memohon-mohon pada pria itu agar diberi kesempatan? Beruntung Dean tidak mendengar semua ucapannya malam itu karena masih tidur."Tunggu sebentar, ya. Kamu mau duduk dulu?" Siera hampir lupa keberadaan Arkan di sana, jika pria itu tak menyikut lengannya pelan."Bawa siapa kamu ke rumah?" Dean yang sudah memegang kunci mobil dan berganti kemeja bertanya dengan raut tak ramah."Orang baik," jawab Siera cepat. "Dia udah bayarin es kelapa
Termenung cukup lama di ruang tamu, sendirian--setelah Arkan dan Dean pergi--Siera mendesah. Kecewa, marah, kesal, tetapi juga menyesal.Sekarang, apa yang harus ia lakukan? Menyusul Dean ke rumah Nara, menyeret suaminya itu pulang?Mungkin bisa dilakukan bila ia tahu di mana dua manusia yang dibutakan cinta itu bermukim.Berdecak, sebuah bola lampu menyala di kepalanya. Meski lidah beberapa kali membasahi bibir, kakinya mulai melangkah ke kamar yakin.Mengambil tas, ponsel, uang, lalu berganti pakaian. Ia harus segera menuju rumah Mike dan Ana.Agar cepat, Siera menggunakan taksi kali ini. Melihat dirinya sedikit tergopoh-gopoh dan lumayan tergesa-gesa membunyikan bel rumah, Ana memberikan pelukan selamat datang, meski kulit di kening wanita itu berlipat."Ada apa? Tiba-tiba sekali datang tanpa memberitahu? Kamu sendirian?" Ana memberondong menantunya dengan bermacam pertanyaan seraya berjalan menuju ruan
Mobil melaju pelan. Membelah jalanan yang masih cukup ramai oleh kendaraan. Di dalamnya, Siera tak melepaskan tatapan dari pria di belakang kemudi.Dasar tukang tipu ulung, puji perempuan itu.Bayangkan. Dalam sekejap, sebuah ide bisa Dean pikirkan. Maksudnya, sebuah kebohongan untuk menutupi rencana sebenarnya.Tadi, di depan orang tua, suaminya itu berdalih bahwa kedatangan Siera adalah untuk mengundang Mike dan Ana untuk makan malam bersama minggu nanti.Tak bersuara, dalam diamnya Siera bertepuk tangan. Terlalu kagum dengan kemampuan mengarang si dosen. Cepat sekali ide itu terpikirkan. Percaya diri sekali ia menipu orang tua sendiri?Beruntung sekali si Dean itu karena memiliki ayah dan ibu baik hati. Yang langsung percaya dengan semua kata yang keluar dari mulut putranya. Mike dan Ana sama sekali tidak curiga. Mereka malah terlihat senang bukan main."Jika ingin mengatakan sesuatu, katakan."&nb
Saat terbangun, sakit kepala yang sebelumnya didera Siera sudah sedikit membaik. Di kening terasa basah, ternyata ada handuk di sana.Mengerjap, perempuan itu membawa tubuh untuk duduk, punggung bersandar di kepala ranjang.Siera sempat terkejut menyadari dirinya bukan di kamar yang biasa di tempati. Beberapa sekon bergulir, perempuan itu pun mengingat apa yang terjadi sebelum ia terlelap beberapa jam lalu.Ia menunggu Dean dengan cemas di ruang tamu. Pergi dari siang, lelaki yang sudah berjanji tidak akan menginap di rumah Nara itu belum juga pulang hingga pukul enam sore.Sempat salah paham, menerka suaminya ingkar janji, tepat pukul tujuh, lelaki itu menunjukkan eksistensi di rumah mereka.Lega, Siera yang lagi-lagi mengalami demam pamit untuk istirahat. Saat akan berjalan ke kamar, tiba-tiba saja Dean menggendongnya. Membawanya ke kamar, tetapi bukan kamar di dekat tangga. Melainkan ruang tidur Dean di lantai dua.&
Baru selesai dari kamar mandi, Siera menyipitkan mata pada Dean yang sedang menikmati santap siap, sebelum berangkat ke kampus."Paksu? Kenapa pakai kemeja itu?" Ia meneliti penampilan rapi suaminya. Celana kain warna hitam, dengan kemeja abu-abu yang dipakai Dean setiap hari Rabu, Kamis dan Jumat."Kenapa?" Dean menoleh sebentar pada kemejanya. Baik. Semua kancing terpasang. Ia melanjutkan makan.Menghampiri, Siera menarik Dean sampai pria itu berdiri dari kursi. "Ganti. Kemeja yang hitam, yang aku gantung di depan lemari."Wajah Dean tertekuk tak suka. "Apa yang salah dengan kemeja ini? Jangan ganggu saya, saya mau makan." Kembali si istri menariknya dari posisi duduk. "Saya mau makan, Siera.""Kamu pakai itu terus. Nanti, mahasiswa kamu pikir, gaji kamu enggak cukup untuk beli kemeja baru." Membawa piring berisi makanan Dean di tangan kiri, tangan Satunya Siera pakai untuk mendorong punggung si suami agar melangkah menuju