Elvano, Cakra, Putra, Nova, dan Alka sedang berunding di markas besar Heaven. Mereka memikirkan cara termudah untuk mengalahkan Dragon. Supaya mereka bisa mengakhiri pertempuran itu dengan cepat dan meminimalisir pertumpahan darah.
Ini adalah pertempuran yang sangat penting bagi mereka. Karena ini adalah pertama kalinya Heaven dan Dragon bertempur. Selama ini, kedua geng besar itu belum pernah bertarung. Jadi pertempuran minggu depan adalah pertempuran yang menentukan, apakah Heaven akan jadi yang terhebat dan bisa membawa sahabat mereka kembali. Atau hanya menjadi pecundang dan pasrah membiarkan sahabatnya dimiliki oleh Dragon untuk selamanya.
Tentu saja mereka akan mengerahkan semua pasukan mereka. Agar kemungkinan mereka memenangkan pertempuran ini menjadi lebih besar.
Walau pun mereka memang ditakdirkan untuk kalah pada pertempuran itu, setidaknya mereka sudah memberi bukti kepada Aksa, bahwa mereka sangat ingin Aksa kembali lagi ke Heaven.
<Hari ini adalah hari yang paling membahagiakan keluarga Aksa. Karena hari ini adalah hari kepulangan Aksa ke rumah. Benar, Aksa sudah diizinkan untuk kembali ke rumah oleh pihak rumah sakit.Kondisi Aksa yang sudah sehat, nafsu makannya yang sudah kembali lagi menjadi alasan pihak rumah sakit mengizinkan laki-laki itu pulang ke rumahnya.Dan sekarang di kamar lah Aksa sedang berada. Ia menatap sekeliling kamarnya itu dengan saksama. Tidak ada satu pun yang berubah. Masih sama seperti dulu saat terakhir kali ia tidur di kamar ini.Aksa membaringkan tubuhnya di atas kasur. Ia tengkurap sambil menutupi wajahnya dengan bantal miliknya.Mata Aksa membulat sempurna saat menyadari ada yang berbeda dari bantalnya. Ia menghirup aroma bantalnya, lalu selimutnya. Dan benar, aroma bantal dan selimutnya berbeda dari biasanya.Aroma yang sekarang ada di bantal dan selimutnya terasa lebih feminim. Seperti aroma parfum seorang perempuan. Dan Aksa tau betul aroma s
Putra sedang berada di depan pintu rumah Aksa. Ia mendapatkan kabar bahwa sahabatnya itu sudah pulang dari rumah sakit. Jadi ia ingin menjenguk sahabatnya itu.Kalau biasanya, ia bersama Cakra. Sekarang ia sendirian. Hal itu membuatnya sangat malu. Apalagi lagi di rumah Aksa ini ada Fanny. Perempuan yang sangat ia kagumi.Dengan perasaan malu, ia menggedor pintu rumah Aksa tiga kali. Dan menunggu ada orang yang membukakan pintu dari dalam.Ia sangat berharap kalau orang yang membukakan pintu untuknya adalah Aksa. Supaya ia tidak perlu bertemu dengan orang tua dan kakak perempuan sahabatnya itu.Pintu rumah Aksa mulai terbuka. Senyuman Putra yang tadi mengembang sempurna karena mengira bahwa Aksa lah yang membukakan pintu, langsung luntur saat tau ternyata Fanny lah yang membukakan pintu."Putra? Mau cari Aksa?" tanya Fanny sambil menatap Putra."Iya. Katanya Aksa udah pulang dari rumah sakit. Jadi gua mau jenguk dia," ucap Putra menahan rasa
Cakra sedang berbaring di atas kasurnya. Ia merasa sangat bosan. Karena pagi hari ini, ia tidak mempunyai kegiatan apa pun.Sebenarnya ia bisa saja datang ke markas Salamander untuk mengawasi para anggotanya. Tetapi ia terlalu malas untuk melakukan hal yang merepotkan seperti itu. Lagipula Cakra yakin, bahwa para anggota Salamander akan tetap tenang selama tidak ada perintah darinya. Jadi ia tidak perlu mengkhawatirkan apa pun lagi.Cakra turun dari kasurnya, berjalan ke arah meja belajarnya. Ia berniat mengambil handphonenya yang tergeletak di antara buku-buku yang ada di meja belajar.Tangannya sudah menjulur sempurna. Sedikit lagi ia bisa menggapai handphone miliknya itu. Tetapi tiba-tiba tangannya berhenti, saat ia melihat sebuah bingkai foto yang ada di meja belajarnya.Tangannya beralih ke arah bingkai foto tersebut. Ia mengambil bingkai foto tersebut, lalu memandang sebuah foto yang ada di dalamnya.Ia tersenyum kecil saat melihat diri
Aksa berada di dalam apartemen milik Shila. Ia duduk di sebuah sofa empuk sambil memandang Shila yang sedang membuatkannya minuman di dapur.Ia masih bertanya-tanya tentang apa maksud sebenarnya wanita itu mengucapkan kalimat tadi? Apakah wanita itu hanya mengerjainya saja? Atau memang wanita itu memiliki niatan lain.Saat Aksa sedang bengong. Shila berjalan ke arah Aksa sambil membawa sebuah nampan yang di atasnya ada sebuah dua buah teh manis hangat untuk mereka berdua minum.Saat sudah ada di depan Aksa. Shila menaruh nampan berserta isinya di atas meja yang ada di hadapan Aksa. Lalu duduk tepat di sebelah AksaLamunan Aksa langsung buyar saat menyadari bahwa Shila sudah duduk di sampingnya."Oh, iya. Ini lihat, di sana ada waktu foto kamu pas masih bayi," ucap Shila sambil mengambil sebuah album foto yang tersimpan di laci meja lalu memberikannya kepada Aksa.Aksa diam. Tetapi tangannya mengambil album foto yang diberikan oleh Shil
Semua murid Angkasa segera memasuki gedung sekolah, karena sebentar lagi mata pelajaran jam pertama akan segera di mulai.Suasana lorong yang tadinya sepi. Sekarang sudah mulai ramai, karena banyak murid-murid yang sedang berjalan ke arah kelas mereka masing-masing.Lorong yang tadinya sangat ramai dan berdesak-desakan. Tiba-tiba langsung menjadi longgar. Bukan karena semua muridnya sudah masuk ke dalam mereka. Tetapi karena para murid berbaris rapi di pinggi lorong. Membukakan jalan untuk seorang siswa yang sedang berjalan.Semua pandang mata memandang ke arah siswa tersebut. Mulut mereka tak henti-hentinya memuji siswa tersebut. Dan ada beberapa juga orang yang takut saat melihat siswa itu.Siswa itu adalah Aksa. Orang yang tidak lama ini identitasnya telah terbongkar luas. Jabatannya sebagai ketua Heaven dan raja jalanan yang selama ini telah dirahasiakan dengan baik-baik, sekarang sudah tersebar luas. Membuatnya terkenal di kalangan anak S
Amarah Aksa semakin menjadi-jadi, saat ia sudah berhasil masuk ke dalam SMA Nusa Bangsa secara diam-diam.Ia berjalan ke arah kelas sang pacarnya. Saat sudah ada di depan kelas pacarnya itu. Ia melihat kalau pintu kelas itu sedang tertutup. Yang artinya ada seorang guru yang sedang mengajar di dalam.Aksa tidak memperdulikan hal itu. Ia langsung menendang pintu itu dengan keras. Dan hasilnya pintu itu terbuka lebar dan ada sebuah lubang tepat di mana Aksa menendang pintu tersebut.Semua yang ada di dalam langsung terkejut saat mendengar suara keras itu. Semua mata tertuju pada Aksa yang sudah ada di dalam kelas. Termasuk Pitaloka dan Azkia yang menatap Aksa dengan wajah kebingungan.Pitaloka dan Azkia bingung. Kenapa laki-laki itu tiba-tiba ada di sini? Dan kenapa laki-laki itu terlihat sangat marah?"Arba lo lari sekarang," ucap Azkia secara tiba-tiba saat sadar alasan kenapa Aksa datang ke sekolah mereka.Azkia paham betul kenapa Aks
Elvano sekarang sedang berdiri ada di atas sebuah gedung tua yang telatnya tidak begitu jauh dari markas besar Heaven. Dengan matanya yang terpejam, ia menikmati angin sore yang menerpa wajahnya dengan lembut.Tetapi itu tidak lama. Matanya yang tadinya terpejam. Perlahan mulai terbuka, karena ia mendengar ada sebuah langkah kaki yang sedang mendekat ke arahnya.Senyumannya mengembang sempurna saat ia melihat Aksa ada di samping kanannya. Mengetahuinya kalau Aksa lah yang datang, ia mulai memejamkan matanya kembali."Kenapa, Kapten? Ada masalah di rumah?" tanya Elvano dengan nada lembut."Bisa berhenti manggil gua kapten nggak? Gua udah nggak kapten kalian lagi, lho," ucap Aksa sambil memejamkan matanya."Mau sampai kapan pun, lo itu kapten kami. Jadi kami nggak bakal berhenti manggil lo dengan sebutan kapten.""Iya, deh. Percuma juga debat sama lo.""Jadi kenapa lo datang ke sini?""Gua bingung, deh. Semua orang bilang kalau g
Fanny sedang mencoba untuk menenangkan Fitri yang sedang merasakan kontraksi rahim. Sekarang mereka sedang di Rumah Sakit Pelita.Robert sedang bernegosiasi dengan sebuah perawat yang berjaga. Pasalnya Rumah Sakit Pelita semua dokter yang ada di rumah sakit itu sedang sibuk. Dan semua ruang operasi sedang digunakan. Jadi mustahil bagi Fitri bisa melahirkan di rumah sakit ini.Fanny yang sudah tidak tahan melihat Fitri menahan sakit, langsung berlari ke arah perawat tersebut."Ibu saya sebentar lagi melahirkan. Apa Anda nggak bisa usahain," ucap Fanny dengan nada tinggi."Fanny, tenang," ucap Robert mencoba untuk menenangkan Fanny."Nggak bisa, Dek," ucap perawat tersebut dengan lembut."Apa-apaan, nih. Rumah sakit sebesar ini masa nggak bisa bantu orang yang mau melahirkan. Udah tutup aja, ngapain juga dibuka kalau selalu nolak pasien," ucap Fanny dengan lantang."Dek, ini rumah sakit. Jadi tolong kecilkan suaranya," tegur peraw