Rich: Mengadu? Memang apa yang kau lakukan padanya? Apa kau memarahinya?Arthur pun memijat dahinya, karena dia sekarang paham kalau Alila memang tidak bercerita apa pun. Buktinya,sahabatnya ini malah kebingungan.Lalu, apakah dia harus jujur tentang semua yang sudah terjadi antara dirinya dengan adik sahabatnya itu?Arthur: Iya, tadi aku menegurnya. Kau sudah kuceritakan soal Caca, kan? Dan tadi aku memang sedikit kesal padanya.Rich: Ah, soal itu. Ya, kau bisa memarahinya sedikit, tapi jangan banyak-banyak, ya. Dia adikku. Cobalah jika kau ingin marah padanya, anggap saja kau melihatku. Limpahkan saja marahmu padaku, tapi tidak dengan adikku. Dan satu lagi, jika kau ingin memukulnya, maka kau pergilah menemuiku dan pukul aku. Aku tidak akan membalas pukulanmu kok. Yang pasti jangan sakiti adikku ya. Dia masih sangat kecil dan ini pertama kalinya dia pergi dari rumah, tinggal tanpa keluarganya. Aku juga masih berusaha untuk mengajarinya bagaimana bersikap. Tapi tadi aku sudah menelpo
"Apa maksudnya dia ingin mengambilnya dariku?"Diam-diam, tangan Arthur mengepal kesal. Dia tidak setuju dengan rencana yang ingin dilakukan oleh sahabatnya tadi di telepon dan sekarang setelah dia mematikan telepon itu, amarahnya lumayan menggerus emosinya dan dia pun minum tidak lagi menggunakan gelas. Langsung dari botolnya karena rasa kesalnya pada Rich."Bukan aku yang memintanya datang padaku. Dia sendiri yang mau. Dan kau tidak punya hak untuk menyuruhnya pergi meninggalkanku kalau dia memang tidak mau pergi dariku. Kurasa aku harus memisahkanmu darinya dan tidak boleh membiarkannya terlalu banyak bicara denganmu."Seharusnya, bukannya Arthur harus senang kalau Rich berusaha untuk membawa Alila meninggalkannya? Bukankah itu yang diinginkannya? Dia tidak lagi terganggu oleh keberadaan Alila dan dia bisa melakukan apa pun. Lagi pula, dari perjanjiannya dengan Reza Clarke, selama Alila sendiri yang meminta pergi darinya maka dia akan aman. Reza tidak akan mengganggu keluarganya. K
"Arthur, jangan!"Alila memejamkan matanya. Karena pria itu tidak mau mendengarkan apa yang diminta olehnya. Arthur tetap mendekat padanya dan melakukan apa yang dikatakannya tadi.PLAAAK!"Aku tidak suka kalau kau menutup mulutmu! Balas aku!"Perih rasanya wajah Alila. Dia tidak tahu apakah itu akan membekas atau tidak besok pagi. Memang tamparan itu tidak terlalu kencang, tapi itu sungguh menyiksanya yang tak pernah mendapatkan kekerasan dari orang tuanya. "Apa maumu?”"Balas Aku!” Pria itu pun tersenyum kecut."Bukankah aku yang kau inginkan sampai kau ingin menikah denganku? Kau ingin tubuhku? Kau ingin kecupanku? Kau ingin dipuaskan dan merasakan milikku, hhmm? Inginmu apa, Alila?"“Arthur, hentikaaan! Sakit, jangan jambak aku!”“Kau mau yang sakit begini, kan? Hmm?”“Kau salah paham!”“Hah, aku salah paham katamu? Cih!""Arthur, jangan lepaskan pakaianku!"Sayangnya, Arthur tidak suka dengan jawaban Alila sekarang. Kedua kakinya sudah mengapit panggul Alila. Wanita itu berusaha
Apa yang kulakukan di sini?Kepala pria itu masih pusing dan masih merasa mual karena efek hangover yang dirasakannya, tapi dia sedikit demi sedikit mulai sadar apa yang semalam baru saja dilakukan olehnya. Dia memang belum membuka matanya. Tapi pikiran itu membawanya pada peristiwa yang membuat dirinya merasa bodoh sendiri.Hanya karena yang kau katakan, lalu aku mendatangi kamar adikmu dan melakukan itu? Apa yang salah denganku?Lagi, pertanyaan itu keluar dari benaknya, di saat yang bersamaan dia juga merasakan sesuatu yang menindih tubuhnya."Kau yang menyelimutiku?" Hingga akhirnya dia membuka mata dan menatap seseorang yang baru saja keluar dari ruang ganti."Ya.""Dan kau menggunting pakaianmu untuk mel
"Kenapa diam? Kau ingin terlambat ke sekolah?"Alila memang tidak bergerak. Dia tak yakin apa yang ingin dilakukan Arthur.Tapi sepertinya, dia memang nigin mengantarku? Ini yang membuat Alila sudah mengikutinya melangkah keluar kamar."Kau seharusnya memberikan kabar pada temanmu kalau kau akan pergi ke sekolah denganku. Hubungi dia! Katakan, tak perlu menunggumu.""Oh, iya."Alila tahu kalau dia belum mendapatkan hati Arthur. Tapi entah kenapa mendengar pria itu mau mengantarnya ke sekolah, rasa hatinya begitu senang. Ada kebahagiaan yang tak disadari olehnya saat dia menulis pesan untuk Shaun."Sudah,
"Maksudmu apa sih, Arthur?""Sudahlah, jangan tanya-tanya!" Malah sekarang Arthur jadi kesal."Tidak berangkat sekolah sehari juga tidak akan membunuhmu. Ayo!""Arthur, handphone-ku!"Cepat-cepat Alila mengambilnya di saat Arthur lengah dan memegangnya tidak dengan kepalan tangan kuat."Jangan hubungi dia!""Kau cemburu?""Cih!" Arthur malah melotot."Dengar! Kau pikir aku tidak tahu betapa dekat Rania Clarke dengan Rein, Arthur? Kau pikir aku akan membiarkanmu bercerita macam-macam pada Shaun tentang kita?""Aku tidak punya rencana seperti itu!"Memang sebetulnya Alila juga butuh t
Aku masih ada di dalam kamar ini dan aku adalah wanita yang tidur dengannya semalam. Kemarin kami melakukannya dua kali. Dia sudah merenggut kesucianku dan bisa-bisanya dia bicara begitu pada wanita lain di ranjangnya?Alila sungguh tak habis pikir Arthur bisa sekejam itu padanya. Alila sebenarnya ingin berpikir kalau semua yang dikatakan Arthur di kamarnya tadi itu hanya untuk membuatnya marah saja. Arthur tidak benar-benar menjadikan dirinya sebagai perisai untuk melindungi Caca dari kemarahan Reza Clarke, ayah Alila.Tapi sepertinya benar. Dia hanya ingin menjadikanku sebagai alat untuk membuat Caca aman. Dia tidak benar-benar menyukai tubuhku. Dia hanya menjual dirinya padaku demi keamanan wanita itu. Aku tak kuat lagi ada di ruangan ini.Alila membuka sepatu dan mengambil tasnya. Dia diam-diam keluar menyelinap da
"Arthur, sudah, jangan bercanda padaku. Menjauhlah sedikit!""Hei, tidak mungkinlah aku menjauh darimu. Sudahlah. Tubuhmu dingin sekali. Ini pasti karena kau kekurangan darah. Beristirahatlah dulu."Pria itu tetap memeluk wanita di sampingnya. Dia juga menyuruh perawat untuk menyiapkan makanan. Dokter tadi mengatakan kalau Caca harus menerima asupan makanan. Ini bagus untuknya dan akan membuat tubuhnya lebih hangat selama darah itu masuk ke dalam tubuhnya.Itulah kenapa Arthur yang di dalam apartemennya tidak punya pelayan, meminta perawat menyiapkan sesuatu. Dia sendiri terus saja menemani Caca di dalam kamar. Dokter sudah tidak ada di sana, karena setelah mengecek kondisi Caca dan merasa kalau tidak ada lagi yang harus dilakukannya, hanya tinggal observasi dan nanti bisa dilaporkan oleh perawat, maka dia pamit undur diri.