Apa yang kulakukan di sini?Kepala pria itu masih pusing dan masih merasa mual karena efek hangover yang dirasakannya, tapi dia sedikit demi sedikit mulai sadar apa yang semalam baru saja dilakukan olehnya. Dia memang belum membuka matanya. Tapi pikiran itu membawanya pada peristiwa yang membuat dirinya merasa bodoh sendiri.Hanya karena yang kau katakan, lalu aku mendatangi kamar adikmu dan melakukan itu? Apa yang salah denganku?Lagi, pertanyaan itu keluar dari benaknya, di saat yang bersamaan dia juga merasakan sesuatu yang menindih tubuhnya."Kau yang menyelimutiku?" Hingga akhirnya dia membuka mata dan menatap seseorang yang baru saja keluar dari ruang ganti."Ya.""Dan kau menggunting pakaianmu untuk mel
"Kenapa diam? Kau ingin terlambat ke sekolah?"Alila memang tidak bergerak. Dia tak yakin apa yang ingin dilakukan Arthur.Tapi sepertinya, dia memang nigin mengantarku? Ini yang membuat Alila sudah mengikutinya melangkah keluar kamar."Kau seharusnya memberikan kabar pada temanmu kalau kau akan pergi ke sekolah denganku. Hubungi dia! Katakan, tak perlu menunggumu.""Oh, iya."Alila tahu kalau dia belum mendapatkan hati Arthur. Tapi entah kenapa mendengar pria itu mau mengantarnya ke sekolah, rasa hatinya begitu senang. Ada kebahagiaan yang tak disadari olehnya saat dia menulis pesan untuk Shaun."Sudah,
"Maksudmu apa sih, Arthur?""Sudahlah, jangan tanya-tanya!" Malah sekarang Arthur jadi kesal."Tidak berangkat sekolah sehari juga tidak akan membunuhmu. Ayo!""Arthur, handphone-ku!"Cepat-cepat Alila mengambilnya di saat Arthur lengah dan memegangnya tidak dengan kepalan tangan kuat."Jangan hubungi dia!""Kau cemburu?""Cih!" Arthur malah melotot."Dengar! Kau pikir aku tidak tahu betapa dekat Rania Clarke dengan Rein, Arthur? Kau pikir aku akan membiarkanmu bercerita macam-macam pada Shaun tentang kita?""Aku tidak punya rencana seperti itu!"Memang sebetulnya Alila juga butuh t
Aku masih ada di dalam kamar ini dan aku adalah wanita yang tidur dengannya semalam. Kemarin kami melakukannya dua kali. Dia sudah merenggut kesucianku dan bisa-bisanya dia bicara begitu pada wanita lain di ranjangnya?Alila sungguh tak habis pikir Arthur bisa sekejam itu padanya. Alila sebenarnya ingin berpikir kalau semua yang dikatakan Arthur di kamarnya tadi itu hanya untuk membuatnya marah saja. Arthur tidak benar-benar menjadikan dirinya sebagai perisai untuk melindungi Caca dari kemarahan Reza Clarke, ayah Alila.Tapi sepertinya benar. Dia hanya ingin menjadikanku sebagai alat untuk membuat Caca aman. Dia tidak benar-benar menyukai tubuhku. Dia hanya menjual dirinya padaku demi keamanan wanita itu. Aku tak kuat lagi ada di ruangan ini.Alila membuka sepatu dan mengambil tasnya. Dia diam-diam keluar menyelinap da
"Arthur, sudah, jangan bercanda padaku. Menjauhlah sedikit!""Hei, tidak mungkinlah aku menjauh darimu. Sudahlah. Tubuhmu dingin sekali. Ini pasti karena kau kekurangan darah. Beristirahatlah dulu."Pria itu tetap memeluk wanita di sampingnya. Dia juga menyuruh perawat untuk menyiapkan makanan. Dokter tadi mengatakan kalau Caca harus menerima asupan makanan. Ini bagus untuknya dan akan membuat tubuhnya lebih hangat selama darah itu masuk ke dalam tubuhnya.Itulah kenapa Arthur yang di dalam apartemennya tidak punya pelayan, meminta perawat menyiapkan sesuatu. Dia sendiri terus saja menemani Caca di dalam kamar. Dokter sudah tidak ada di sana, karena setelah mengecek kondisi Caca dan merasa kalau tidak ada lagi yang harus dilakukannya, hanya tinggal observasi dan nanti bisa dilaporkan oleh perawat, maka dia pamit undur diri.
"Dokter tidak memberitahukan pada saya apa masalahnya, Tuan Walsh. Tapi beliau bilang akan bicara langsung dengan Anda.""Apa aku harus menelponnya sekarang?”Wanita itu pun mengangguk pelan."Lebih baik begitu, Tuan. Karena dia tidak mau ada distorsi, sehingga meminta saya menyampaikan seperti ini pada Anda.”"Baiklah kalau begitu.”Arthur tadinya ingin mencari Alila di kamarnya, tapi karena penjelasan dari perawat, dia menuju ke ruang kerjanya yang memang ada di samping kamar tidurnya.Dia mengeluarkan handphone-nya dan sudah tak sabar ingin bertanya pada dokter, apa yang terjadi pada wanita yang kini sedang terlelap di kamarnya itu.Dokter: Tuan Walsh, terima kasih sudah
"Aku harus mencarimu."Arthur yang emosi, kini sudah berdiri dari tempat duduknya. Hatinya memanas dan kini tujuannya adalah pintu apartemennya. Dia ingin menyusul Alila."Kau ke sini disuruh adikmu, kah?"Tapi saat Arthur membuka pintu, dia terkejut melihat siapa yang baru mau membuka pintu itu. Bayangan negatif tentang Alila yang suka mengadu pada keluarganya, membuat dirinya menuduh se-simple itu ketika melihat siapa yang datang."Hei, jangan marah. Adikku tidak mengadu apa-apa lagi padaku. Dan aku datang ke sini karena aku baru saja mengunjungi pekerjaan di lapangan dan sudah lewat waktunya makan siang. Aku sengaja datang, karena tadi aku telepon kantormu dan tanya sekretarismu apa kau sudah makan atau belum, dia bilang kau tidak datang. Makanya mumpung lewat tempat tinggalmu, aku mampir dulu.&rd
"Iya, masalah itu yang mau aku bicarakan.""Masalah itu masalah apa? Kau bicara yang benar, lah! Aku tidak mengerti itu." Arthur lalu menghempaskan napasnya lagi dan mengambil sesuatu dari sakunya."Hei, apa yang membuatmu pusing?""Tidak ada. Kenapa kau bertanya begitu?" tanya Arthur yang sedikit terganggu dengan ucapan sahabatnya karena benar dia memang sedang pening. Dia tidak ingin membahas masalah apa pun tentang Alila yang akan mempengaruhi hubungannya dengan Rich. Tapi karena sudah biasa menceritakan semua masalahnya pada sahabatnya, sekarang ia tidak bisa cerita yang ada jadi tekanan batin sendiri."Kau merokok. Kau tidak akan melakukannya ini kalau memang kau tidak sedang pusing, kan.”"Ini hanya rokok elektronik. Ini palsu. Bukan rokok.”