"Aaakh, enak sekali Rich, Ughhh! Kau hebat sekali Sayang, ehm -- ini enak sekali!"Suara lenguhan dari seorang wanita yang merasakan enaknya permainan yang dilakukannya bersama dengan Rich di tempat tidur mereka seperti lonceng yang memecah keheningan di pagi hari dan menyemangati setiap orang yang mendengar suara itu.Mereka bangun dan membuka mata mereka sangat bersemangat untuk menjalani hari sama seperti semangat dari seorang pria yang kini makin asyik menggerakkan miliknya yang panjang itu keluar masuk dari lubang kenikmatan milik seorang wanita yang kini hangat dengan tangannya yang terus saja menggerayangi tubuh pria itu."Uggh, aku juga menikmati ini denganmu Paula, Aaakh, aku sangat mencintaimu. Aku berjanji aku akan memberikan yang terbaik untukmu.""Kata cintamu saja sudah cukup untukku Rich. Aku sudah bahagia bisa mendapatkan hatimu."Bibir wanita itu bicara seperti itu di saat hatinya justru berbisik sesuatu yang lain.Saat ini akan kubuat kau menginginkan diriku. Saat in
"Mama kurasa kalau untuk menghubungi Rich lebih baik kau yang menghubungi. Kalau Arthur aku rasa dia tidak akan mengangkatnya.""Kau benar. Sebaiknya aku yang menghubunginya!"Saat ini mereka memang terbatas sekali waktunya untuk menolong salah satu anggota keluarga mereka yang ada di meja operasi.Wanita itu membutuhkan darah. Darah memang ada di tubuh Alila tapi apakah dia akan berhasil hidup jika dia memberikan darah sebanyak itu untuk kakaknya?Kalau Rich tidak ada berarti aku akan memberikannya. Oh Tuhan apa aku bisa hidup dengan kehilangan 600 ml darahku?Sebenarnya manusia tidak akan mati dengan memberikan 800 mili darah. Seperti yang dia berikan kemarin untuk Caca.Tapi bagaimana jika dia memberikan lagi 600 mili? Padahal untuk donor darah saja itu maksimal 200 mili. 400 ml itu sudah banyak sekali.Kepalanya pun pening memikirkan ini."Tidak diangkat ya Mama?"Ya benar. Wanita yang dipanggil mama itu hanya mengangguk saja dengan wajahnya yang terlihat panik."Kalau begitu biar
"Alila, ehm -- kau, tetap mau di sini?"Ada David juga yang menemani Reza tapi Alila tetap berada di sampingnya dan memegang tangan papanya sambil mengangguk dan dia menempelkan kepalanya di bahu papanya."Papa darahmu sama dengan darahku. Berarti darahmu juga bersama seperti Kak Marsha?""Ya."Berat tapi Reza akhirnya mengatakan itu. Hatinya sesak setiap kali mendengar nama Marsha disebut. Apa yang sudah dilakukannya ini begitu menyakitkan. Terasa penyesalan yang besar. Semua bayang-bayang seorang pria melempar ember ke kepala anaknya sendiri ini membuat hati Reza semakin sakit."Papa jangan menangis, Papa tidak tahu kalau dia kakak aku. Aku minta maaf Papa."Alila sadar kalau Papanya sangat sedih disaat seorang suster kini sudah mengambil darah di tangan Reza. Karena itulah dia menggerakkan tangannya untuk menghapus air mata papanya dan tersenyum pada papanya."Maafkan aku Papa."Alila kembali bicara dan dia mengecup pipi papanya di kanan dan di kiri sebelum dia mengangkat panggulny
"Tidak kau tidak boleh memberikan semuanya! 800 ML itu sudah cukup banyak Papa. Dan itu akan membuatmu pusing sekali.""Alila.” "Aku tidak izinkan. Jika kita membutuhkan darah kita akan memanggil Rich. Dia juga punya daerah sama denganku kan?"Senyum Reza ketika mendengarnya dan dia melirik pada putrinya"Rich darahnya sama seperti mamamu.""Iyakah?"Reza mengangguk lagi dan dia memang masih ingat betul darah putranya itu"Aku mengurusnya. Dan putriku dua-duanya yang sama denganku tapi dia punya darah sama dengan mamamu jadi tidak ada guna kalau dia ada di sini juga dan aku tidak menyukai dia ada di sini sekarang. Dia menjijikan!"Lihatlah betapa tenangnya Reza bersama dengan anak bungsunya bisa menceritakan semuanya. Lebih bebas ketimbang dia bercerita semuanya pada Rania atau siapapun di anggota keluarganya yang lain."Memang apa yang sedang dia lakukan Papa? Jangan bilang dia sedang bersama dengan wanita laknat itu!""Ya dia sedang bersama dengannya. Dia tidak keluar dari aparteme
"Ah, i-iya!"Saat itu juga Arthur menyambar tangan Alila, seakan dia juga menginginkan gadis itu ikut masuk ke dalam. Tapi sayang keinginan Arthur berlawanan dengan Alila. Gelengan kepala Alila dan dia berusaha menahan tangannya untuk tidak ikut dengan Arthur membuat hatinya sedikit perih."Kumohon, temani aku.""Hm ... Arthur aku percaya padamu. Tapi jika aku masuk ke dalam aku khawatir kalau kakakku akan bertambah sakit.""Tapi Al-""Tuan Anda sudah ditunggu di dalam. Dia betul-betul membutuhkan Anda di dalam."Arthur sebenarnya masih ingin membujuk Alila tapi karena perawat mengatakan ini. Dia terpaksa melepaskan tangan Alila dan masuk menemui Caca.Dan bukan hanya Arthur yang merasa tidak enak di sini. Amar yang merasa kecut hatinya karena Caca tidak mengingatnya terpaksa harus berbesar hati menunggu di luar. Sayangnya suasana di luar tidak lagi kondusif. Mereka semua saling diam dengan Alila yang kembali ditarik oleh Reza dan pria itu merangkulnya kuat.Rania sendiri memilih untu
"Papa, apa tidak sebaiknya Papa biarkan Mama bersama dengan tante Rein dulu?"Khawatir papanya akan sakit hati jika mendekati mamanya, Alila memberanikan diri melarang.Tapi apakah memang lebih baik kalau Reza pergi?"Tidak. Ayo kita mendekat pada Mamamu!"Cuma Reza memiliki pemikirannya sendiri, dia tetap mengajak putrinya yang masih enggan untuk menghampiri Rania karena merasa dirinya tidak pernah dianggap, akhirnya terpaksa mengikuti keinginan papanya dan Reza membiarkan Alila duduk di sebelah kanan Rania. Rein berada di sebelah kirinya dan sekarang masih memeluk Rania yang masih menangis dan memikirkan tentang masa lalunya bersama dengan Marsha."Sweet J-"Reza hanya memanggil nama itu sambil dia berlutut dan menaruh kedua tangannya di pangkuan Rania."Pergilah! Aku tidak tahu apa yang ingin kukatakan padamu dan aku hanya marah saja setiap kali aku berada di dekatmu."Rania sudah melepaskan pelukannya dari Rein. Dia tetap ingin mengusir Reza tapi pria itu justru memegang kedua tan
"Iya Tuan tapi dokter melarang saya untuk memberitahukan pada pasien karena kondisi pasien sepertinya masih terpengaruh dengan kondisi putrinya yang masih kritis. Jadi saya diminta untuk menjelaskan pada keluarganya dan tolong tenangkan beliau.""Ya tentu saja. Aku akan melakukannya."Reza masih kikuk dan masih tidak percaya dengan yang didengarnya.Dipikirnya tidak mungkin lagi dia memiliki anak. Apalagi dia tahu usia Rania tiga tahun lagi sudah setengah abad. Betapa beresiko kehamilan di usianya sekarang.Tapi memang istrinya sudah mengandung. Mereka memang belum tahu sudah berapa usia kandungannya."Reza."Dirinya belum terlalu yakin dengan berita ini ditambah lagi Reza yang baru diambil darah kondisi pikirannya belum terlalu jernih.Tapi kini ada seseorang yang sudah memanggilnya lagi yang terpaksa membuatnya menengok ke sumber suara."Selamat ya."Pria itu bahkan mengulurkan tangan padanya."Kau akan punya anggota keluarga baru. Selamat untukmu.""Ehem." Reza sebenarnya malas men
"Sweet J-"Sementara beberapa saat sebelumnya saat Reza sudah masuk ke dalam satu ruangan dan dia melihat seorang wanita masih terkulai lemas di tempat tidurnya nama itu dipanggil olehnya di saat yang bersamaan langkah kakinya juga mendekat ke samping tempat tidur wanita itu."Aku tidak apa-apa kau bisa keluar!""Sweet J, aku tahu kau masih marah padaku."Reza bicara lirih sambil berusaha memegang tangan wanita yang tadi hampir menolaknya. Bukan hanya itu Reza juga mendekatkan bibirnya dan mengecup dahi wanita kesayangannya itu."Tinggalkan aku. Aku ingin sendiri!""Aku minta maaf Sweet J. Aku salah karena aku gegabah. Kumohon. Jangan begini. Kasihan bayi di dalam kandunganmu jika kau tertekan begini." "Apa?"Perawat dan dokter memang belum memberitahukan apapun padanya tentang kondisinya. Dan sekarang jawaban Reza membuat matanya menatap pria itu dengan tangannya yang satu lagi memegang perutnya."Bagaimana mungkin?""Kau masih subur. Sejak kapan kau lepas minum obat?""Aku? Sejak A