Rizal menghentikan motornya di depan kediaman Pak Baron, di belakangnya motor lain juga ikut berhenti. Sosok yang selalu ikut ke manapun Rizal pergi sebagai asisten pribadi kalau Rizal menyebut.
Pria itu menatap pantulan dirinya terlebih dahulu di kaca spion motornya, mengambil sisir dari balik saku celananya dan langsung menyisir rambutnya yang sudah klimis. "Sempurna," bisiknya kemudian.Rizal pun langsung turun dari motornya dan berjalan menuju kediaman Pak Baron. "Pak Baron. Oh Pak Baron. Calon mantu datang nih," ujarnya kemduian. Dia bersiul sembari menggerakkan kakinya, juga kedua tangan yang berkacak pinggang.Tak lama, Pak Baron pun keluar dengan senyum lebar. "Ya Tuhan. calon mantu datang," ujarnya bersemangat.Dia berjalan ke arah kursi yang ada di teras rumah. "Ayo duduk-duduk," ujarnya kemudian sembari menarik kursi untuk tempat duduk Rizal.Tunggu. Nggak kebalik itu?"Buk! Buatkan minuman untuk calon mantu kita!" tePak Baron membuka pintu kamar Tari dengan kasar. Pria paruh baya itu menatap tajam putrinya yang kini sedang menangis menelungkupkan wajah ke bantal, ada sang istri yang menemani di sana."Bagus sikap kamu sepert itu sama calon suami kamu?" tanya Pak Baron dengan marah. Pria itu berkacak pinggang dengan bola mata yang melotot sangat lebar.Tari yang sedang menangis langsung mendudukkan diri menatap bapaknya dengan wajah sembab. Dari balik mata berkaca dia meneliti wajah bapaknya yang sedang marah. "Pak. Sudah berapa kali Tari bilang kalau Tari tidak mau menikah dengan Rizal, Pak? Kenapa Bapak terus memaksa Tari?" tanyanya dengan suara pilu berharap bapaknya itu iba terhadap dirinya."Halah. Jadi anak yang nurut apa kata orang tua. Ini semua juga demi kebaikan kamu," ujar Pak Baron yang masih marah."Kebaikan Tari atau kebaikan Bapak?" tanya Tari dengan berteriak. Kini, dia tak peduli lagi kalau dianggap anak pembangkang."Kenapa kamu sela
Nada terkejut dengan pertanyaan Aska, sehingga membuat perempuan itu terpekik menatap tanpa kata pada Aska. Di balik benak sana dia bertanya-tanya apakah telinganya tidak salah mendengar?Sedang Aska sendiri malah merasa bingung dengan keterdiaman dari Nada. "Kenapa kamu diam? Bukankah seharusnya kamu menjawab pertanyaan saya tadi?" tanya Aska menatap intens ke arah Nada.Nada yang mendengar itu seketika buyar lamunannya. Dia mengalihkan pandangan dengan menyelipkan anak rambutnya di belakang telinga. "Tidak perlulah seperti itu, Kak," ujar Nada merasa tak enak.Kening Aska terlipat, pria itu merasa bingung dengan kata-kata yang diucapkan oleh Nada. "Maksudnya?" tanyanya sekali lgi."Saya tahu kalau Kak Aska kasihan sama saya. Tapi, tidak perlulah Kakak sampai melakukan itu karena rasa kasihan itu. Tidak perlu sampai harus menikahi saya." Dia berujar dengan kekehan keil.Aska menatap Nada dengan sedikit rasa kecewa. "Jadi, kamu mengira apa yang saya lakukan selama ini ke kamu karena ra
Wajah Reno menunjukkan ekspresi yang sedang frustrasi. Pria itu baru saja menceritakan kejadian di rumah kedua orang tuanya mengenai Tari pada Nada. Kini, dua orang itu berada dalam keadaan kebingungan karena masalah yang menimpa Tari."Ini semua salah aku, Kak. Ini semua salah aku. Kalau saja aku tidak membuat ulah, mungkin Tari tidak akan berada di situasi seperti ini." Satu tetes air mata jatuh membasahi pipi Nada. Perempuan itu sama khawatirnya dengan Reno akan keselamatan Tari yang akan dinikahkan dengan rentenir muda bernama Rizal itu.Reno menepuk punggung tangan Nada. "Hei. Jangan seperti itu. Kamu tidak salah. Memang Bapak saja yang mempunyai sifat egois sejak dulu. Dia selalu ingin mengatur kehidupan anak-anaknya tanpa memikirkan perasaan kita," jelas Reno.Aska yang sejak tadi hanya diam menatap keduanya, di balik benak sana dia memikirkan sesuatu. Ini bukan ranahnya ikut campur. Akan tetapi, melihat kondisi Nada yang seperti ini, itu tidak akan
Yang namanya hidup di kampung, pastinya hal sekecil apa pun akan terdengar oleh tetangga. Contohnya dengan acara pertunangan Tari dan juga Rizal. Tentu saja semua orang langsung terkejut dengan berita itu. Dan pastinya, akan menjadi bahan omongan ibu-ibu yang suka sekali bergosip.Seperti saat ini contohnya ketika beberapa ibu-ibu berkumpul di sebuah gerobak sayur yang Duda mereka hentikan. "Kalau kayak gini kasihan si Tarinya, ya. Dia dijadiin tumbal sama bapaknya gara-gara kelakuan kakaknya," ujar ibu-ibu yang memakai pakaian daster berwarna ungu. Siapa lagi kalau bukan Bu Susi?"Masa sih, Bu seperti itu? Masa Pak Baron setega itu numbalin Tari?" Salah satu ibu-ibu tidak percaya."Ye. Bu. Tahu sendiri Tari kalau ketemu Rizal kek mana. Bawaannya mau ngamuk terus. Masa tiba-tiba sekarang dia mau nikah sama Rizal." Bu Susi tersenyum. Dia mengibaskan tangan di depan wajah."Nggak mungkin sekali. Apa namanya kalau bukan ditumbalin?" ujarnya melanjutk
Bu Mila mengantarkan makanan untuk Tari pagi ini, itu saja sudah harus menggunakan izin suami sebab kunci kamar milik Tari, Pak baron yang memegang. Pria itu merampas kasar piring makanan yang ada di tangan Bu Mila dan memberikannya pada Tari tepat di depan pintu."Makan. Jangan sampai kamu kekurangan gizi saat kamu bertunangan besok," ujar Pak Baron dengan pandangan tajam. Pria itu pun lekas menutup pintu kamar Tari dan menguncinya kembali. Seperti biasa, kunci itu akan dia bawa agar aman dan istrinya itu tidak bisa melepaskan putrinya.Sebelum pintu tertutup, pandagan Bu Mila tanpa sengaja bertabrakan dengan Tari. Dia melihat jelas ekspresi memohon dari putrinya itu. Tanpa sadar dia memegang dadanya karena ikut merasakan sakit yang dirasa Tari. Namun, sayangnya dia tak bisa melakukan apa-apa.Suara obrolan membat Bu Mila berjalan menuju ruang tamu. Dia bisa mengenali kala suara itu sudah jelas. Rizal. Bu Mila pun memilih untuk masuk kembali. Namun, panda
"Menurut informan saya, ternyata Rizal memang dicari oleh polisi. Identitas aslinya yang tidak diketahui membuat polisi terkecoh dengan dirinya. Dengan data yang diberikan orang kepercayaan saya kemarin, ternyata analisanya cocok dan benar Rizallah yang selama ini mereka cari," jelas Aska. Sore ini dia sudah berada di kontrakan Nada karena mereka akan menyelamatkan adiknya Nad la yaitu Tari."Jadi, kita akan langsung ke sana sekarang tanpa ke kantor polisi terlebih dahulu?" tanya Reno. Dia masih tidak menyangka kalau orang yang akan dinikahkan dengan adik-adiknya adalah seorang bandar narkoba.Aska mengangguk. "Ya. Kita akan berangkat bersama, Kak. Polisi akan datang bersama orang-orang saya.""Baiklah. Kita berangkat sekarang," ujar reno yang langsung bangkit dari duduknya. Dia merasa tak sabar untuk melepaskan adik dan ibunya dari jerat pria seperti bapaknya. Kali ini Reno tak akan tinggal diam lagi dan dia akan memaksa adik dan ibunya pergi."Aku ikut," ujar Nada yang tiba-tiba ikut
Pagi pertama untuk Nada dan ibunya juga Tari ketika mereka tinggal bersama. Tampak tiga perempuan itu sedang berkutat bersama-sama di dapur kontrakan Nada yang kecil. Mereka sedang memasak sarapan bersama. Ah, lebih tepatnya hanya Tari dan Bu Mila yang memasak karena mereka meminta Nada untuk beristirahat saja."Memangnya Ibu mau masak apa?" tanya Nada yang masih asyik duduk di lantai, lesehan sembari menikmati teh hangat buatan ibunya. Rasanya dia sangat merindukan racikan teh ibunya ini. Padahal, kan dulu di rumah dia selalu membuatnya sendiri karena ibunya memang tak dia perbolehkan melakukan apa pun sebab kesehatan.Namun, hari ini Bu Mila sendiri yang memaksa untuk Nada agar duduk saja. Rasanya memang benar-benar berbeda. Suasana tempat tinggalnya saat ini membuat dia lebih bersemangat."Melihat bahan yang ada di kulkas kamu, ibu mau buat sayur bening sama dadar jagung dan ikan goreng. Kamu harus makan-makanan yang memenuhi agar baik juga untuk keseha
"Akhinya terbebas juga dari pria itu. Waktunya membuat pesta kebebasan," ujar Rina yang baru saja keluar dari ruang sidang perceraiannya dengan Saka. Dia menoleh pada sosok pria berkacamata yang selalu mendampinginya selama proses perceraian, siapa lagi kalau bukan pengacaranya? Keduanya berjabat tangan. "Terima kasih untuk bantuannya selama ini, Pak.""Sama-sama Nona Rina. Kalau begitu, saya duluan." Pria itu memilih untuk pamit undur diri lebih dulu.Tiba-tiba saja ketenangan Rina terganggu kembali. "Sekarang kita sudah resmi berpisah. Jangan sampai kamu menyesal karena telah melakukan ini," ujar Saka dengan kepercayaan dirinya yang begitu tinggi.Satu sudut bibir Risa tertarik menukik naik. "Sampai kapan kamu mau percaya diri seperti itu? Untuk apa juga aku menyesali keputusan berpisah denganmu." Risa menatap remeh mantan suaminya itu.Detik selanjutnya dia mengibaskan tangan di depan wajah. "Sudahlah. Tak perlu lagi kau urusi aku. Ba