“Selama janur kuning belum melengkung, bukankah masih ada kesempatan bagiku untuk mendapatkannya?” elakku, menepis ucapannya.“Jika kau pelajari agamamu dengan baik, maka kau akan tau, Mar, jika wanita yang sudah dilamar pria lain, maka haram bagimu untuk melamarnya juga. Kau mau menyalahi ajaran Tuhanmu?” Ucap Jerryan tegas, membuat tubuhku terpaku karena ucapannya.=============== Ajaran agamaku katanya? Aku bahkan sudah lama tidak memenuhi kewajibanku, sebagai manusia beragama, aku yang hidup bebas, serta melanggar segala rambu – rambu dalam agamaku. Tidak mengindahkan seruan Tuhanku, bersikap sombong dengan apa yang kumiliki, berlagak aku mampu dan boleh melakukan apapun yang kuinginkan.Aku lupa, lupa jika aku adalah mahluk yang lemah, hidupku yang gemilang, berubah suram dengan mudah karena kuasanya. Kesombonganku tidak berarti lagi, ketika takdir-Nya sudah berlaku di dalam hidupku.“Setelah semua yang telah kamu alami saat ini, apa kamu masih enggan untuk benar – benar beruba
"Ini rumah siapa, Mas? bagus banget," tanyaku, enggan mengalihkan netraku dari rumah impianku dulu."Rumah kita, rumah ini akan kita tempati saat kita sudah menikah besok, kamu mau kan tinggal di sini?" Aku bergeming, demi mendengar penuturannya. Jadi rumah sebagus ini akan menjadi rumah kami nantinya? Benarkah?=============== Mas Essa membawaku untuk memasuki pagar rumah, yang kuncinya dia ambil dari dalam saku celananya. Ternyata benar, rumah ini miliknya, Mas Essa memiliki kuncinya.Memasuki rumah, aku dibuat kagum dengan interior, serta tata letak setiap ruangan di rumah ini. Semua terlihat pas di posisinya, aku masih terkagum – kagum dengan dapurnya, yang serba modern dan begitu lengkap. Aku terfikir, jika nanti, akan membuatkan makanan untuk Mas Essa setiap harinya, sama seperti yang dulu sering kulakukan untuk mas Damar.“Gimana, Zah? Suka, kan?”“Suka, suka banget malah, Mas. Terima kasih, ya,” seruku, seraya memeluknya singkat.“Kembali kasih, Tuan Putri. Aku senang sekal
“Kamu bercanda, Mar. Berulang kali kamu mengatakan kepadaku, jika kamu membencinya, kamu jijik jika harus berdekatan dengannya. Kamu selalu mengatakan jika kamu tidak akan pernah mencintainya,” selak Adelya, membalas sengit segala ucapanku. Aku enggan menjawab ucapanya, karena nyatanya, memang benar yang Adelya katanya. Dulu seringkali aku mengatakan hal yang Adelya barusan katakan, jika aku sangat membenci Safeea, dan tidak pernah menginginkannya ada dalam hidupku. Dan kini semua menjadi nyata, Safeea akan menikah dengan orang lain dan tidak berada dihidupku lagi.======================== “Mar, katakan padaku, apa yang bisa membuatmu berubah fikiran untuk tidak menceraikanku? Demi Tuhan, aku butuh usaha yang keras, agar bisa kabur dari rumah dan datang ke sini. Maaf jika aku membuat janin dalam kandungan Safeea meninggal, kita sama sekali tidak ada yang tau, jika dia hamil, aku minta maaf, Mar,”“Sekalipun diantara kita, tidak ada yang mengetahui mengenai kehamilannya, bukan berart
Adelya tertidur, nafasnya yang tadi memburu perlahan – lahan mulai teratur. Aku menatap iba wajah cantiknya, yang kini terlihat sembab, dengan lingkaran hitam di bawah matanya yang terlihat cekung.‘Aku memang membencimu karena perbuatanmu kepadaku, Del, namun melihatmu seperti ini, aku sungguh tidak tega. Andai ada hal yang bisa kulakukan untuk membuatmu menjadi lebih baik,’ kataku membatin, menyelesaikan memasang infus di lengan kanan Adelya.================== Aku masih berada di samping Adelya, yang kini sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Aku tidak ingin mengambil resiko, Adelya kembali mengamuk ketika sadar nanti, dan membuat keributan kembali di IGD, jadi kuputuskan untuk membawanya masuk ke ruang rawat inap. Agar dirinya bisa istirahat lebih nyaman tanpa gangguan.Kupandangi wajahnya yang begitu tenang, berbeda sekali dengan kondisinya tadi, saat dirinya mengamuk dan mengacaukan seisi ruang IGD. Ku yakin, besok akan ada berita besar mengenai kejadian tadi. Tadi aku sempat
Cukup lama waktu yang Dito butuhkan untuk menenangkan Adelya, hingga akhirnya dirinya berhasil membuat wanita berambut panjang itu tenang dan tertidur.Dito keluar, mencari keberadaan Safeea, yang ternyata menunggu di depan kamar, bersama kedua orang tua Adelya.“Dokter Saf, bisa kita bicara sebentar?” “Baik, Dok,” sahut Safeea, seraya mengikuti langkah Dito, menuju ke ruangannya.================ Dito mempersilahkan Safeea masuk ke dalam ruangannya, dirinya mencoba menebak, ada hubungan apa, antara dokter wanita yang banyak digilai pria ini, dengan wanita yang mengalami gangguan pada psikisnya tadi. “Dokter Safeea, bisa bantu saya mengurai benang kusut ini?” ucapnya pelan, tanpa basa basi. Safeea menarik nafasnya panjang, kemudian mengeluarkannya perlahan. Dirinya mengerti arah pembicaraan yang ditanyakan rekan seprofesinya tersebut. Dengan runut Safeea menjelaskan hubungannya dengan Adelya, sejak awal pertemuan mereka, hingga akhirnya dia menemukan Adelya, tidak berdaya di IGD t
“Berjanjilah, Zah! Jangan pernah kamu dekati sumber masalah, yang akan membawamu masuk menjadi korbannya, aku tidak akan sanggup melihatmu hancur seperti kemarin, Sayang,”“Ya, aku janji, aku janji akan menuruti perintah kamu, aku enggak akan ikut campur masalah mereka lagi, aku janji,” ucap Safeea, seraya masuk ke dalam pelukan Adriyan, tempat yang menurutnya begitu nyaman.Adriyan balas memeluk Safeea, mengusap – usap rambutnya lembut, membisikan kata – kata cinta yang membuat Safeea tersenyum bahagia.================================ POV SafeeaAku tertidur beberapa saat setelah obrolan seriusku dengan Mas Essa, ah lebih tepatnya setelah momen dirinya menasehatiku, menegurku karena tindakanku yang belagak ingin menolong Adelya. Ku rasa mas Essa tidak main – main kini dengan ucapannya, sikapnya yang mendadak dingin kepadaku tadi, sungguh membuat nyaliku ciut.Mungkin itulah mengapa ada ungkapan, jika jangan memancing kemarahan seseorang yang sabar. Ya, karena inilah akibatnya, mas
“Saat ini dirinya masih di rawat di rumah sakit Jalinan Keluarga,”“Rumah Sakit Jalinan Keluarga? Berarti di rumah sakit tempat Safeea dinas?” tanyaku begitu saja.“Ya, dan kebetulan dokter yang kemarin membantu Adelya adalah Safeea, Mar. Bahkan dirinya juga yang merekomendasikan dokter spesialis kejiwaan untuk Adelya,”Safeea? Membantu Adelya? Benarkah? Apa aku perlu menghubungi Safeea untuk menanyakan keadaan Adelya yang sebenarnya?==================== Sepeninggal papa mertuaku, kuputuskan untuk menghubungi Tiara, memaksanya untuk memberikan nomer ponsel Safeea. Namun seperti yang sudah – sudah, Tiara masih saja menolak permintaanku, bahkan dirinya mengingatkan agar aku tidak lagi mengganggu Safeea, karena besok dirinya sudah resmi akan menikah dengan Adriyan.Aku tidak dapat menyembunyikan rasa kesalku, wanita yang pernah ku sia – siakan, nyatanya besok akan menjadi milik pria lain, menggantikanku yang kalah sebagai seorang pecundang.Kemudian kuhubungi Ibuku, bertanya apakah d
Gedoran dan panggilan kembali terdengar, kali ini lebih kencang dari sebelumnya. Karena terganggu, bergegas aku turun dari ranjang dan berjalan cepat menuju pintu, membuka kuncinya dan membuka pintunya lebar.Kulihat wajah panik Tiara dan Mas Dhanis bersamaan, ada apa ini? Mengapa mereka terlihat seperti itu?============================== “Ada apa? kenapa teriak – teriak?” tanyaku tidak sabaran.“Ini sudah jam berapa? Kamu kesiangan bangun tau, enggak? Kami kira kamu kenapa – kenapa di kamar, dibangunin dari tadi enggak ada sahutan. Bisa di bunuh Essa kita berdua, kalau sampai telat, mengantarmu sampai ke tempat pernikahan,” sahut Dhanis menjelaskan. Jadi? Astaga!!“Astaga . . . kirain ada apa, bikin panik saja! Memangnya sekarang jam berapa?” “Astaga – astaga, lu yang astaga! Ini sudah jam delapan, Sapiiii! Lu akad nikah jam sepuluh dan lu baru bangun sekarang? Lu belum mandi, belum makeup, belum ganti baju akad juga. Dan lu tau sendiri, kan, gimana macetnya ibu kota kalau sudah