Tujuh bulan telah terlewati, saat itu badan Edo sangat berubah. Sudah tidak ideal lagi dan banyak lemak yang menumpuk di perut Edo. Saat itu Edo merasa sangat bingung karena saat ia mencoba memakai pakaian kantor, tidak ada satu pun yang muat dengannya. "Chelsea!!"Suara Edo memekik, memanggil Chelsea yang saat itu sedang tidak ada di kamar. Namun Chelsea mendengar suaminya itu sedang memanggil dirinya, dengan perut yang sudah terlihat besar perlahan Chelsea menaiki anak tangga untuk sampai di kamarnya. "Ya Mas, ada apa?" tanya Chelsea yang sudah sampai di kamar dan menghadap Edo. "Chelsea, aku jenuh berada di rumah, aku ingin ke kantor hari ini, tapi kenapa semua bajuku tidak muat di tubuhku? Kenapa aku sama sekali tidak bisa memakai baju kantor ku," protes Edo yang saat itu sudah mengeluarkan semua pakaiannya di dalam lemari. "Mas, apa selama kamu di rumah, kamu tidak pernah memeriksa berat badan mu? Mas, coba timbang dulu berat badan mu, agak kamu tahu jawabannya," suruh Chelsea
"Chelsea, kau sedang hamil?" tanya bu Yuli yang menyentuh perut putrinya. "Iya Ibu, aku sedang hamil, ini adalah cucu pertama Ibu, sudah tujuh bulan," ucap Chelsea menjelaskan. "Oh ya ampun, bahagianya Ibu mendengar kabar ini, setelah sekian lama kau menikah dengan Edo, dan sekarang kau akhirnya hamil juga." raut wajah bu Yuli terlihat sangat bahagia kala mendengar kabar gembira itu. Chelsea ikut tersenyum, dia datang bukan untuk berbagi penderitaan pada ibunya, justru ia datang untuk berbagi kebahagiaan, karena ibunya tidak layak untuk mendengar bagaimana cerita dirinya selama menjadi keluarga Bram Wijaya. Chelsea tidak ingin jika ibunya tahu bahwa ia sangat menderita di sana. Bu Yuli bergegas mengajak Chelsea masuk ke rumah kecil yang dipenuhi dengan banyak kenangan itu, Chelsea duduk di kursi kayu dengan tenang dan tak lama kemudian bu Yuli datang membawakan segelas minum untuk putrinya. "Kau pasti haus Chelsea, sekarang minum lah," ucap bu Yuli menyodorkan gelas itu pada putr
"Kau tidak perlu membesarkan masalah Ayah, jika kau menyayangi menantu mu itu, kau cukup menghubungi dia saja, kau punya kan nomor telpon nya!" sergah nyonya Andin yang tidak bisa lagi menahan kemarahan. "Ayah bisa saja melakukan itu Bu, tapi Ayah ingin putramu itu memiliki tanggung jawab sebagai suami, dia lah yang berhak atas keselamatan Chelsea, kenapa kau tidak bisa membuka jalan pikiran mu, bagaimana jika terjadi sesuatu pada Chelsea yang sedang hamil itu," cemas tuan Bram membalas tatapan istrinya. "Ayah, Ibu, cukup. Baik lah aku sendiri yang akan mencari tahu di mana Chelsea sekarang, jadi kalian tidak perlu bertengkar seperti ini, hanya karena Chelsea." jelas Edo yang langsung mencari nomor telpon Chelsea saat itu juga. Tuan Bram akhirnya bisa duduk dengan tenang, dengan memangku tangan ia menatap Edo yang sedang menunggu Chelsea mengangkat telpon darinya. Sementara Chelsea sendiri yang saat itu menyadari bahwa telpon nya berdering dan itu dari suaminya, Chelsea nampak tidak
Sudah beberapa hari, Edo terlihat lebih nyaman dengan Irish, bahkan ia sama sekali tidak perduli jika saat ini Chelsea masih belum kunjung pulang. Tidak ada Chelsea Edo justru dengan leluasa menggunakan kamar tersebut untuk melakukan telpon dan vidio call dengan wanita lain. Sementara Chelsea sendiri nampak gelisah lantaran dari hari pertama ia ada di rumah ibunya, sang suami sama sekali tidak menghubungi dirinya, hanya sekali saja, dan itu tidak di angkat oleh Chelsea karena saat itu ia masih dalam keadaan marah. Saat itu Chelsea nampak bimbang, wajahnya panik menatap ke layar ponsel. Bu Yuli menyadari bahwa ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh putrinya saat itu, hingga mengundang perhatiannya untuk datang menemui Chelsea dan duduk di sampingnya. "Chelsea, apa yang terjadi padamu?" tanya bu Yuli menyentuh pundak Chelsea. Chelsea tersadar, ia sedikit terkejut namun ia masih berusaha mengontrol dirinya, saat itu Chelsea melempar senyum menatap wajah bu Yuli yang dipenuhi den
Edo bangkit dari tempat nya saat itu, dan ia dengan cepat menutup pintu kamar sebelum ia akhirnya berada di hadapan Chelsea, Chelsea gemetar ketika menatap wajah Edo yang telah mengkhianati dirinya itu. "Aku menahan rasa sakit selama 2 tahun karena tidak diterima di keluarga ini, aku terima dengan hati ikhlas. Selama 2 tahun juga aku ikhlas menahan rasa sakit ketika seisi rumah ini menganggap ku sebagai pembantu, bukan istri ataupun menantu, aku bahkan tetap ikhlas menahan rasa sakit hati ketika kamu tidak memberikan aku hak sebagai seorang istri, tapi ternyata ada yang jauh lebih menyakitkan lagi dari itu, melihat mu bisa tertawa bahagia dengan wanita lain dan mengatakan bahwa kau nyaman dengan wanita itu, jauh lebih sakit dari segala sikap yang kau berikan padaku selama ini, Mas," isak Chelsea tidak mampu membendung air mata. "Chelsea, apa kau sudah mendengar semuanya?" tanya Edo yang tidak bisa berkata apa-apa. "Ya, cukup jelas untukku bisa mendengar semua yang kamu obrolkan tad
"Ibu Chelsea!"Panggilan dari seorang suster pada Chelsea yang sedang duduk mengantri, saat itu Chelsea berdiri hendak memenuhi panggilan dari suster, meskipun ia sedang tidak mood namun demi anak yang ia kandung, ia harus masuk dan mengetahui perkembangan janinnya. "Ibu Chelsea, kalau itu suami Anda?" tanya suster tersebut menatap ke arah Edo. "B-benar Sus," ucap Chelsea. "Kalau begitu, bawa saja suami Anda masuk untuk mengetahui perkembangan janin yang kau kandung, karena biasanya momen seperti ini sangat dinantikan oleh seorang calon ayah." jawab suster tersebut melempar senyum. Chelsea mengerutkan kening, mungkin yang dimaksud oleh suster tersebut adalah calon ayah yang memang mencintai istri dan anak yang di kandung, sementara Chelsea sendiri bukan lah wanita yang diharapkan oleh Edo, apalagi anak yang ia kandung saat ini. Suster tersebut tersenyum kepada Edo yang tidak beranjak sama sekali, saat ia mendengar penawaran dari suster itu beberapa ibu hamil yang ditemani oleh su
"Edo, apa-apaan kau ini, kenapa kau begitu kasar saat berbicara dengan Chelsea, apa kau tidak mengerti bahwa saat ini Chelsea sedang hamil?" tuan Bram menatap Edo dengan tatapan kecewa, entah mengapa ia merasa salah telah mendidik putranya hingga menjadi seseorang yang sangat tidak mendidik ketika bersama istirnya. "Ayah, maaf... Mungkin apa yang aku lakukan ini bukan tanpa sebab, semua ini ada sebabnya Ayah, dan Ayah tahu kan itu," ucap Edo mencoba membela diri. "Apa kau akan berbicara kalau kau itu tidak mencintai Chelsea? Ayolah Edo, sadar lah, buang jauh-jauh kalimat itu, kau sudah menghamili Chelsea, dan hidup selama dua tahun lebih bersamanya, apa selama ini kau hanya menganggap nya sebagai pembantu saja? Bukan istri yang layak dan berhak mendapatkan perlakuan baik dari suaminya? Edo, tinggal melewati satu bulan lagi, anak yang dikandung oleh Chelsea itu akan lahir, kau akan menjadi seorang ayah, apa kau tidak memiliki keinginan untuk memperbaiki sikap mu itu!" tegas tuan Bram
"Sial, ternyata kamu itu punya istri Mas, itu akan menghambat keinginan ku untuk bisa jadi nyonya di rumah mu," ucap Irish saat ia sudah diantar pulang oleh Edo. Wajahnya terlihat sangat marah saat itu, karena selama ini ia sudah menyusun rencana untuk meminta Edo mengenalkan dirinya pada keluarga nya, namun belum sempat mengatakan keinginannya, Edo justru berkata bahwa dirinya sudah memiliki istri. "Nggak, nggak, aku nggak bisa diem aja kayak gini, aku harus melakukan sesuatu, hati Edo ada di tanganku, harusnya aku bisa lebih mudah menguasai dia. Ya, aku nggak mau kalau sampai kesempatan ini hilang sia-sia." ungkap Irish yang merencanakan sesuatu. Esok paginya Irish datang ke kantor Edo tanpa memberitahukan terlebih dahulu pada Edo, kedatangan Irish membuat Edo cemas lantaran hari ini tuan Bram juga berada di kantor, Edo tidak mungkin mengatakan siapa Irish pada ayahnya, karena jika itu terjadi bisa-bisa tuan Bram akan menguliti dirinya. Edo dengan cepat membawa Irish masuk ke ru