Apa yang Aliyah lakukan selanjutnya?
*** Aku berjalan menuju teras dan sejenak menoleh ke arah belakang. Tidak sengaja netra ini melihat sosok seorang laki-laki sedang mengendarai sepeda motor. Dia juga melirik hingga mata kami saling berpandangan. Sepertinya dia tidak asing bagiku, wajahnya sangat mirip dengan seseorang yang aku kenal. Aku berpikir bahwa itu hanya perasaanku saja, aku kembali melangkah lalu mengetuk pintu rumah Nenek yang tertutup. Hatiku sangat tenang setelah menginjakkan kaki di tempat ini, padahal tadi aku masih merasakan kesedihan yang sangat pilu sebelum sampai. “Assalamu’alaikum.” Aku mengucapkan salam. Tidak menunggu lama, akhirnya terdengar balasan salam dari dalam. Suara itu sudah pasti milik Nenek yang selalu terngiang di telinga. “Wa’alaikumsalam.” Pintu pun terbuka, lalu berdiri sosok wanita yang aku sayangi, beliau adalah perempuan yang telah melahirkan Mama. Aku sangat bangga dan bersyukur memiliki nenek seperti beliau. Tanpa menunggu lama, aku langsung mencium punggung tangan lalu mem
*** Kadang cinta itu susah untuk dimengerti, tiba-tiba hadir di saat keadaan tidak memungkinkan. Ketika kita sudah terikat dengan hubungan yang sakral, kenapa perasaan yang menggetarkan hati harus muncul kembali? Ini waktu yang tidak tepat menurutku. Apakah ini yang dirasakan oleh Mas Arif pada cinta masa lalu yang sekarang menjadi pendamping hidupnya? Dia pasti sadar bahwa dirinya sudah memiliki seorang istri, tapi setelah bertemu dengan mantan kekasih, laki-laki itu justru jujur mengatakan bahwa ia masih mencintai perempuan tersebut. Apakah aku harus ikhlas dan memaafkan apa yang telah Mas Arif lakukan setelah hati ini merasa sakit dan menderita? Namun, tindakannya sudah melampaui batas, dia tidak hanya berbagi cinta dan sayang, tapi juga sudah berani melakukan kekerasan. Mungkin jika laki-laki itu tidak betindak kasar dan mampu berbuat adil, aku masih berusaha mencoba untuk ikhlas. Ternyata harapan tidak seindah kenyataan, karena yang terjadi sungguh tidak dapat diterima oleh ak
*** “Aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Pernikahanku baik-baik aja dan aku bahagia hidup bersama suami. Kami saling mencintai.” Aku tetap menutupi apa yang terjadi di depan Arif. “Al, Al … ternyata ketabahanmu lebih dari yang aku kira.” Saat Arif mencoba mengatakan apa yang sebenarnya terjadi dalam rumah tanggaku, tiba-tiba mobil laki-laki yang telah menikahiku memasuki halaman rumah nenek. Kenapa dia menyusul ke desa? Siapa yang telah memberitahukan keberadaanku padanya? Laki-laki itu memarkirkan kendaraan roda empat miliknya lalu turun. Dia melangkah dan pandangannya langsung tertuju pada sosok pria yang sedang bersamaku saat ini. Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikirannya sekarang. “Ngapain kamu ke sini, Mas?” Aku langsung melontarkan pertanyaan itu. Ternyata aku tiba-tiba lupa kalau Arif ada di antara kami. “Kenapa? Kamu nggak suka aku ke sini, Sayang …karena ada dia?” Suamiku menunjuk ke arah Arif. “Kamu apa-apaan, sih, Mas. Baru datang langsung nuduh gitu.” “Kamu ya
*** “Kakek dan Nenek pasti membelanya, itu sudah pasti.” Mas Arif justru memberikan balasan dari ucapan Kakek. “Dia pantas dibela karena telah disakiti oleh suaminya sendiri.” Aku terharu mendengarkan penuturan Nenek. “Tapi dia istri saya.” “Karena statusnya sebagai istrimu, kau merasa bebas untuk menyakitinya?” Kakek berjalan ke arahku dan Mas Arif. “Hanya karena satu tamparan, Kakek merasa kalau saya menyakitinya?” Aku tidak percaya mendengarkan apa yang disampaikan Mas Arif. Dia tega mengatakan kata hanya atas kekerasan yang ia lakukan. “Kau bilang hanya? Saya sampai detik ini tidak pernah berbuat kasar atau menyakiti istri saya, neneknya Aliyah. Paham! Laki-laki tidak tahu diri!” Kakek tiba-tiba mendaratkan tamparan di pipi kiri Mas Arif. Laki-laki yang telah menikahiku tersebut seketika terdiam sambil memegang pipi kirinya. Aku tidak pernah menyangka sebesar ini pembelaan seorang kakek terhadap cucunya. Ternyata Kakek juga bisa berubah menjadi seseorang yang tegas. Selama i
*** Betapa bahagia rasanya di saat laki-laki masa lalu dan juga merupakan cinta pertama, mengutarakan perasaannya. Aku merasa menjadi wanita yang paling beruntung karena ternyata apa yang kurasakan sebelum bertemu dengan suami, tidak bertepuk sebelah tangan. Cintaku dan cinta Arif saling bersahut, walaupun kami sama-sama tidak menyadarinya. Saat kami sudah sangat dekat dan aku mengetahui besarnya rasa cinta yang dimiliki, justru rasa bimbang yang muncul. Bagaimana mungkin aku akan menyambut hangat perasaan yang telah diungkapkan oleh laki-laki lain, sedangkan statusku masih menjadi istri dari Mas Arif. Dulu aku pernah meminta berpisah dan lepas dari ikatan sakral dengan suami, saat dirinya akan menghalalkan Alexa. Namun, apa yang kudapatkan, Mas Arif justru tidak bersedia memenuhi permintaanku. Dia tetap bersikeras mempertahankan hubungan pernikahan kami, walaupun sudah menikah dengan sang mantan kekasih. Kala itu aku masih terlalu mencintai laki-laki tersebut hingga tetap bertahan
*** Mungkin ini sudah menjadi jalan hidup yang harus kuhadapi, ternyata setiap orang itu bisa berubah. Mas Arif yang dulunya terlihat sangat peduli dan mencintaiku, sekarang sudah seperti orang lain yamg tidak aku kenal. Perubahan itu begitu cepat terjadi setelah dia bertemu kembali dengan wanita masa lalunya. Sungguh sangat sulit diterima oleh akal dan pikiran, hati terasa sakit jika mengingat semua kenangan dan kebersamaan selama beberapa tahun hidup dengan Mas Arif. Namun, semua kemesraan yang pernah terjadi di antara kami hanya akan menjadi masa lalu semata. Semuanya telah berubah drastis dalam waktu sekejap saja. Sekarang, waktu menunjukkan pukul 14.06 WIB. Setelah melakukan kewajiban sebagai umat Muslim, aku dan Nenek sekarang sedang berjalan menuju sawah milik orang tua tersebut. Aku ingin melihat pemandangan di sekitar tanah yang telah ditumbuhi padi. Walaupun cuaca masih sangat panas, tapi aku menikmati perjalanan bersama Nenek. Banyak tanaman padi yang sudah menguning dan
*** “Aku mohon, jangan tinggalin aku, Sayang.” Mas Arif meraih tanganku setelah Papa menyatakan niat agar berpisah dengannya. “Aku nggak bisa, Mas. Aku ingin bebas dari hubungan yang sudah tidak sehat ini. Kamu nggak perlu menahanku, masih ada wanita yang sangat kamu cintai selama ini yang akan menemanimu.” Aku menepiskan tangannya. “Aku juga butuh kamu, Sayang.” “Butuh untuk disakiti?” “Kenapa kamu ngomong seperti itu?” “Karena itu adalah kenyataan.” Setelah tadi berpamitan pada kakek dan nenek, akhirnya kami kembali ke kota dan langsung menuju rumah Mas Arif. Ternyata hari ini dia tidak masuk kerja karena sedang demam dan juga batuk. Terus terang, rasanya hati ini iba melihat dirinya yang berbaring di atas sofa ruang TV. Tidak ada yang memperhatikan. Aku tidak mengerti kenapa di saat seperti ini, Alexa justru tidak ada di sampingnya. “Kau sudah terlalu jahat terhadap anak saya!” Papa yang biasanya menyebut diri ‘Papa’ pada Mas Arif, tiba-tiba berubah menjadi ‘saya’. “Saya mi
*** Masih banyak pesan yang dikirimkan oleh laki-laki tersebut, tapi isinya hampir semua sama, pertanyaan itu-itu saja. Terus terang, aku merasa bersalah karena tadi mengakhiri pembicaraan dengan Arif di telepon secara sepihak. Saat masih berpikir akan berbuat apa dengan kesalahan yang kuperbuat padanya, tiba-tiba nada panggilan masuk di ponsel terdengar lagi, dan ternyata dari dia yang ada dalam pikiranku saat ini. Oh, Arif … aku benar-benar tersanjung karena usahamu. “Assalamu’alaikum.” Akhirnya aku mengangkat telepon dari laki-laki itu. “Wa’alaikumsalam. Kamu kenapa, Al?” Pertanyaan itu yang langsung dilontarkan padaku. “Aku nggak apa-apa, kok.” “Kenapa kamu tiba-tiba memintaku untuk tidak menghubungimu? Terus, kamu juga matiin telepon. Setelah aku telepon lagi, kamu nggak angkat. Apa kamu marah? Mungkin aku melakukan kesalahan.” “Kamu, kok, ngomongnya gitu? Aku nggak marah sama sekali. Tadi aku lagi nyetir. Tapi aku minta, untuk sekarang kita tidak usah saling berkomunikasi