Hari ini Rendra akan mendatangi kantor Aldo untuk memberikan tawaran bisnis yang kemarin telah di sepakati. Tentu saja kembali ke tujuan awal Rendra, yaitu membuat Aldo tak bisa berkutik dengan saham yang akan ia beli. Haris memang dapat diandalkan, kelicikannya patut diacungi jempol."Sudah siap, Bro? Mari kita lihat muka pecundang itu takluk di depan kamu!" ucap Haris yakin.Namun saat hendak pergi, ternyata Aldo mengabari Haris jika ia sudah sampai di Grarendra group. Rendra memicingkan matanya pada Haris yang menatapnya takut."Kenapa?" tanya Rendra penasaran dengan yang terjadi."Aldo sudah datang ke sini, Ren!" "Bahaya!" ucap Rendra panik. Ia takut Aldo bertemu dengan Afi yang berada di kantornya sekarang."Telepon Aldo, tunggu dia di luar saja!" ujar Rendra. Ia bergegas keluar ruangannya untuk menemui Aldo yang tiba-tiba datang tanpa ia duga.Ternyata, langkahnya kurang cepat! Aldo sudah bertemu Afi di depan. Aldo tampak sedang berbincang serius dengan Afi. Rendra mengurungka
"Hallo, Assalamualaikum, Mas!""Waalaikum salam, Afi, syukur kamu nelpon. Mas mau bilang kalau Mas nggak bisa pulang untuk sekarang ini! Mas lagi di kantor polisi! Tolong kamu bilang sama Mami, Mas baik-baik saja. Mas yakin, kamu bisa membuat Mami tak khawatir padaku!""Kamu kenapa, Mas?""Aku di bawa para karyawan perusahaan Papi yang tak bisa aku jalankan, mereka menuntut gaji yang tak Mas penuhi selama dua bulan ini. Mas mohon padamu, tolong jelaskan pada Mami sebaik mungkin agar beliau tak khawatir.""Alin kemana, Mas?""Nomornya tidak dapat dihubungi, aku sudah mencobanya. Tapi tak bisa tersambung juga, Mas harap nanti dia tak bertemu denganmu. Jaga diri baik-baik, Fi! Mas sayang kamu!""Sudahlah, Mas! Jangan mengulang kesalahan lagi dengan menyakiti hati Alin karena perasaan sayangmu itu. Cukup aku yang kamu korbankan. Dia sekarang istrimu, dan aku bukanlah siapa-siapa lagi. Aku harap Mas sudah mengikhlaskan ini semua. Jika Mas belum bisa mengikhlaskan aku, lebih baik kita tak
Rendra berlari saat melihat mobil yang ditumpangi Afi mengalami kecelakaan beruntun, sebuah mobil di depannya juga tampak rusak parah. Ada beberapa orang memanggil ambulan untuk membawa para korban. Jantung Rendra berdetak kencang saat melihat Afi yang sudah lemas di dalam mobil dengan banyak darah yang berceceran di tubuhnya."Afi?!" teriak Rendra histeris."Cepat bawa korban naik ke ambulan!" Seorang perawat membawa tandu untuk membawa Afi dan dua orang korban lainnya. Rendra melihat Alin yang tak lain juga menjadi korban kecelakaan ini. Rendra mengangkat tubuh Afi dan ikut masuk ke dalam ambulan untuk menemaninya ke rumah sakit. Rasa khawatirnya sungguh tak dapat digambarkan lagi, melihat wajah pucat Afi dan juga tangannya yang mulai dingin membuat Rendra benar-benar takut kehilangan Afi."Afi, bertahanlah untuk Abang! Jangan tinggalkan Abang lagi," ucap Rendra pilu.Seorang perawat yang ikut di dalam ambulan memberikan pertolongan pertama dengan sigap dan cepat agar tak terjadi
"Aldo ditahan di kepolisian. Dan sekarang Maminya sangat terpukul dengan kabar ini. Aku harus bagaimana?""Atas kasus apa?" "Kelalaian terhadap hak para karyawan perusahaan. Mereka yang membawa Aldo masuk ke dalam penjara." Sebenarnya Rendra bisa saja senang atas kabar ini, tapi untuk kali ini hatinya tergerak untuk ikut membantu. Bukan karena iba, melainkan otaknya berpikir tentang hal lain."Ajak Maminya ke kantor polisi, dan bayar tebusan atas penahanan Aldo. Kamu, urus pembayaran karyawan Aldo yang masih belum ditunaikan! Aku ingin Aldo merasa berhutang budi padaku. Suruh beberapa saksi untuk datang sebagai syarat pembebasannya." "Baiklah, siap laksanakan, Bos!" Haris mengajak Mami ke kantor polisi dan memintanya untuk tetap tenang.Haris dan Mami telah sampai di kepolisian, Haris bergegas turun dengan Mami.Haris berbincang dan berdiskusi kepada pihak kepolisian yang menahan Aldo. Haris juga menjaminkan kebebasan Aldo atas nama Rendra. Tentu saja, sebelumnya ia menelpon Zidan
Rendra masuk ke ruangan Afi dan mendekati ranjangnya. Ia menatap Afi lekat dengan prihatin. Kepala yang sebagian ditutup perban karena terlalu banyak luka akibat pecahan kaca dari mobilnya, dan juga cedera tangan yang menimpanya. Beruntung tak ada pecahan kaca yang masuk ke dalam matanya. Sepertinya saat kejadian ia menutup wajahnya dengan tangannya sehingga wajahnya bisa selamat dari hantaman kaca. Rendra tak bisa membayangkan bagaimana sedihnya Afi saat nanti ia sadar dan tahu bahwa anak yang dikandungnya juga telah tiada.Jika saja Rendra lebih cepat keluar dari kantornya saat itu, pasti dia bisa mencegah kepergian Afi ke rumah Aldo. Rendra sangat menyayangkan sikap Afi yang gegabah karena berani ke sana seorang diri.Suara pintu terbuka, dan Haris yang menunggu di luar pun masuk."Semua sudah terjadi, ikhlaskan saja, Ren! Mungkin, memaafkan Aldo akan membuat Afi lebih baik dan cepat pulih dari komanya.""Aku tidak bisa membayangkan, Ris! Bagaimana nanti jika ia bangun dan tahu sem
"Maaf, Fi! Kecelakaan itu membuat anakmu tak bisa kami selamatkan! Kamu harus ikhlas dan sabar!" ucap Nissa lembut. Dia berusaha menjelaskan sebaik mungkin agar Afi tak shock ketika tahu keadaanya yang akan membuat kondisinya melemah."Tidak!! Ini semua tidak mungkin! Nissa, katakan ini semua pasti mimpi, ya kan? Bang! Katakan padaku, ini semua tak benar! Aku tak mungkin kehilangan anakku, hiks hiks … !" teriak Afi memandangi Nissa dan Rendra diiringi tangis tak percaya."Sabar, Fi! Kamu pasti kuat! Kami akan selalu ada buatmu. Kamu tak boleh terpuruk atas kejadian ini, kamu juga keluargaku! Aku juga sedih telah kehilangan bayi kecil yang selama ini kita nanti. Kamu ingat, Fi! Tidak ada sesuatu yang Tuhan berikan, di luar batas kemampuan hambaNya." Nissa mencoba menenangkan Afi dan Rendra berusaha tidak larut dalam kesedihan ini.Baginya, melihat wanitanya menangis akan membuatnya sangat menderita. Terlebih, Afi kehilangan anaknya dan sepertinya ia sangat terpukul. Rendra takut Afi ke
"Dok, kita terlambat! Nyawa bayi itu tak dapat ditolong!" teriak salah satu petugas medis dari ruang perawatan bayi. Haris dan Aldo terkejut mendengar berita itu."Sudah kamu cek betul-betul?" tanya Nissa pada petugas itu."Sudah, Dok! Tadinya bayi mengalami kesulitan bernafas dan selang beberapa menit saat kami periksa, detak jantungnya berhenti." Nissa langsung beranjak dari tempatnya dan berlari menuju ruang inkubator. Aldo langsung mengikuti langkah Nissa untuk melihat keadaan bayinya secara langsung.Nissa memeriksa keadaan bayi Alin dengan teliti."Innalillahi Wainnalillahi rojiun. Pak, Aldo! Saya turut berduka cita, yang sabar ya! Anka anda telah menghembuskan napas terakhirnya," ucap Nissa.Aldo terpaku menatap anak itu, dan rasa sedih menjalar di hatinya. Namun, perasaan penasaran akan golongan darah anaknya yang tak sama membuat ia ingin bertanya pada Nissa."Maaf, Dok! Apa dia benar anak saya? Kenapa golongan darahnya tak sama denganku maupun istriku?" tanya Aldo pilu."Maa
Rendra menatap Haris tak percaya, selama ini ia mengenal Haris sosok adalah lelaki baik. Ia bertemu dengannya di Amerika dan kerap saling tolong menolong waktu itu. Tak ada terlihat dia memiliki sikap buruk seperti itu."Berarti kamu harus tanggung jawab!" ucapnya."Anak hasil dosaku telah tiada! Bagaimana harus bertanggung jawab?" tanya Haris."Katakan pada keluarga korban atau serahkan dirimu ke polisi. Maka itu akan adil baginya!" ucap Rendra."Kamu gila! Mana mungkin aku bilang pada keluarganya? Bisa habis aku kena hajar suaminya. Dan jika aku menyerahkan diri ke polisi, apakah Nissa mau memaafkan kesalahanku?" tanya Rendra."Jika Jodoh tak akan kemana karena jodoh akan menemukan jalannya!" ucap Rendra."Baiklah, setelah ini aku akan menyerahkan diriku ke polisi. Semoga Afi dan kamu bisa bahagia, Ren! Dan aku, titip Nissa, katakan padanya. Aku minta maaf karena sudah mengecewakannya. Aku tak sanggup bicara sendiri," ucap Haris sendu. Rendra hanya mengangguk dan menatap ke depan ta