Rendra berlari saat melihat mobil yang ditumpangi Afi mengalami kecelakaan beruntun, sebuah mobil di depannya juga tampak rusak parah. Ada beberapa orang memanggil ambulan untuk membawa para korban. Jantung Rendra berdetak kencang saat melihat Afi yang sudah lemas di dalam mobil dengan banyak darah yang berceceran di tubuhnya."Afi?!" teriak Rendra histeris."Cepat bawa korban naik ke ambulan!" Seorang perawat membawa tandu untuk membawa Afi dan dua orang korban lainnya. Rendra melihat Alin yang tak lain juga menjadi korban kecelakaan ini. Rendra mengangkat tubuh Afi dan ikut masuk ke dalam ambulan untuk menemaninya ke rumah sakit. Rasa khawatirnya sungguh tak dapat digambarkan lagi, melihat wajah pucat Afi dan juga tangannya yang mulai dingin membuat Rendra benar-benar takut kehilangan Afi."Afi, bertahanlah untuk Abang! Jangan tinggalkan Abang lagi," ucap Rendra pilu.Seorang perawat yang ikut di dalam ambulan memberikan pertolongan pertama dengan sigap dan cepat agar tak terjadi
"Aldo ditahan di kepolisian. Dan sekarang Maminya sangat terpukul dengan kabar ini. Aku harus bagaimana?""Atas kasus apa?" "Kelalaian terhadap hak para karyawan perusahaan. Mereka yang membawa Aldo masuk ke dalam penjara." Sebenarnya Rendra bisa saja senang atas kabar ini, tapi untuk kali ini hatinya tergerak untuk ikut membantu. Bukan karena iba, melainkan otaknya berpikir tentang hal lain."Ajak Maminya ke kantor polisi, dan bayar tebusan atas penahanan Aldo. Kamu, urus pembayaran karyawan Aldo yang masih belum ditunaikan! Aku ingin Aldo merasa berhutang budi padaku. Suruh beberapa saksi untuk datang sebagai syarat pembebasannya." "Baiklah, siap laksanakan, Bos!" Haris mengajak Mami ke kantor polisi dan memintanya untuk tetap tenang.Haris dan Mami telah sampai di kepolisian, Haris bergegas turun dengan Mami.Haris berbincang dan berdiskusi kepada pihak kepolisian yang menahan Aldo. Haris juga menjaminkan kebebasan Aldo atas nama Rendra. Tentu saja, sebelumnya ia menelpon Zidan
Rendra masuk ke ruangan Afi dan mendekati ranjangnya. Ia menatap Afi lekat dengan prihatin. Kepala yang sebagian ditutup perban karena terlalu banyak luka akibat pecahan kaca dari mobilnya, dan juga cedera tangan yang menimpanya. Beruntung tak ada pecahan kaca yang masuk ke dalam matanya. Sepertinya saat kejadian ia menutup wajahnya dengan tangannya sehingga wajahnya bisa selamat dari hantaman kaca. Rendra tak bisa membayangkan bagaimana sedihnya Afi saat nanti ia sadar dan tahu bahwa anak yang dikandungnya juga telah tiada.Jika saja Rendra lebih cepat keluar dari kantornya saat itu, pasti dia bisa mencegah kepergian Afi ke rumah Aldo. Rendra sangat menyayangkan sikap Afi yang gegabah karena berani ke sana seorang diri.Suara pintu terbuka, dan Haris yang menunggu di luar pun masuk."Semua sudah terjadi, ikhlaskan saja, Ren! Mungkin, memaafkan Aldo akan membuat Afi lebih baik dan cepat pulih dari komanya.""Aku tidak bisa membayangkan, Ris! Bagaimana nanti jika ia bangun dan tahu sem
"Maaf, Fi! Kecelakaan itu membuat anakmu tak bisa kami selamatkan! Kamu harus ikhlas dan sabar!" ucap Nissa lembut. Dia berusaha menjelaskan sebaik mungkin agar Afi tak shock ketika tahu keadaanya yang akan membuat kondisinya melemah."Tidak!! Ini semua tidak mungkin! Nissa, katakan ini semua pasti mimpi, ya kan? Bang! Katakan padaku, ini semua tak benar! Aku tak mungkin kehilangan anakku, hiks hiks … !" teriak Afi memandangi Nissa dan Rendra diiringi tangis tak percaya."Sabar, Fi! Kamu pasti kuat! Kami akan selalu ada buatmu. Kamu tak boleh terpuruk atas kejadian ini, kamu juga keluargaku! Aku juga sedih telah kehilangan bayi kecil yang selama ini kita nanti. Kamu ingat, Fi! Tidak ada sesuatu yang Tuhan berikan, di luar batas kemampuan hambaNya." Nissa mencoba menenangkan Afi dan Rendra berusaha tidak larut dalam kesedihan ini.Baginya, melihat wanitanya menangis akan membuatnya sangat menderita. Terlebih, Afi kehilangan anaknya dan sepertinya ia sangat terpukul. Rendra takut Afi ke
"Dok, kita terlambat! Nyawa bayi itu tak dapat ditolong!" teriak salah satu petugas medis dari ruang perawatan bayi. Haris dan Aldo terkejut mendengar berita itu."Sudah kamu cek betul-betul?" tanya Nissa pada petugas itu."Sudah, Dok! Tadinya bayi mengalami kesulitan bernafas dan selang beberapa menit saat kami periksa, detak jantungnya berhenti." Nissa langsung beranjak dari tempatnya dan berlari menuju ruang inkubator. Aldo langsung mengikuti langkah Nissa untuk melihat keadaan bayinya secara langsung.Nissa memeriksa keadaan bayi Alin dengan teliti."Innalillahi Wainnalillahi rojiun. Pak, Aldo! Saya turut berduka cita, yang sabar ya! Anka anda telah menghembuskan napas terakhirnya," ucap Nissa.Aldo terpaku menatap anak itu, dan rasa sedih menjalar di hatinya. Namun, perasaan penasaran akan golongan darah anaknya yang tak sama membuat ia ingin bertanya pada Nissa."Maaf, Dok! Apa dia benar anak saya? Kenapa golongan darahnya tak sama denganku maupun istriku?" tanya Aldo pilu."Maa
Rendra menatap Haris tak percaya, selama ini ia mengenal Haris sosok adalah lelaki baik. Ia bertemu dengannya di Amerika dan kerap saling tolong menolong waktu itu. Tak ada terlihat dia memiliki sikap buruk seperti itu."Berarti kamu harus tanggung jawab!" ucapnya."Anak hasil dosaku telah tiada! Bagaimana harus bertanggung jawab?" tanya Haris."Katakan pada keluarga korban atau serahkan dirimu ke polisi. Maka itu akan adil baginya!" ucap Rendra."Kamu gila! Mana mungkin aku bilang pada keluarganya? Bisa habis aku kena hajar suaminya. Dan jika aku menyerahkan diri ke polisi, apakah Nissa mau memaafkan kesalahanku?" tanya Rendra."Jika Jodoh tak akan kemana karena jodoh akan menemukan jalannya!" ucap Rendra."Baiklah, setelah ini aku akan menyerahkan diriku ke polisi. Semoga Afi dan kamu bisa bahagia, Ren! Dan aku, titip Nissa, katakan padanya. Aku minta maaf karena sudah mengecewakannya. Aku tak sanggup bicara sendiri," ucap Haris sendu. Rendra hanya mengangguk dan menatap ke depan ta
"Ayo, Alin! Kita ruangan Afi. Biar Mami sama Aldo yang akan temani kamu," ucap Mami saat hendak berkemas pulang ke rumahnya. Hari ini Alin sudah diperbolehkan pulang. Setelah penolakannya tiga hari yang lalu untuk meminta maaf dan memintanya menunggu sampai dirinya sembuh, kini Mami mengajaknya kembali untuk bertemu Afi. Karena kondisi Alin yang tak separah Afi, ia bisa melakukan perawatan jalan dari rumah."Iya, Mi," jawab Alin pasrah. Ia harus merendahkan harga dirinya di depan Afi sekarang, jika tidak maka Mami dan Aldo tak memperbolehkan dirinya tinggal lagi bersama mereka.Alin duduk di kursi dorong yang dibawa Aldo, Mami membuka gagang pintu rumah sakit dan melihat Afi yang sedang terlelap. Di samping Afi, ada seorang wanita paruh baya yang sepertinya umurnya tidak jauh dari Mami. Ya, itu ibu panti yang sengaja Rendra mintai tolong untuk menjaga Afi karena ia ada rapat di luar kota dalam dua hari."Assalamualaikum," salam Mami."Waalaikumsalam," jawabnya."Silahkan duduk, Bu,"
Sesampainya di rumah, Alin segera masuk ke dalam di bantu oleh Aldo. Walau dia sedang marah, ia berusaha menahannya untuk hal kemanusiaan ini."Terima kasih, Yank!" ucap Alin saat tubuhnya diangkat menuju kasur.Aldo tak menjawab ucapan Alin dan masih bersikap datar serta langsung keluar dari kamar Alin.Alin meneteskan air matanya, takut akan kehilangan Aldo kian besar. Terlebih, jika ia tahu nanti anak yang ia lahirkan bukanlah anaknya.Aldo mendekati Mami yang sedang menyiapakan bahan untuk memasak. "Mami cape, nggak usah masak! Kita beli makanan saja," ucap Aldo sambil meneguk air minum yang baru dia ambil."Nggak, Al, Mami nggak papa. Lihat, Mami kuat kan?" ucap Mami meperlihatkan lengan ototnya. Aldo memeluk Maminya dari belakang dan menangis sesegukan di bahunya. Mami juga ikut menagis, mereka berdua sangat-sangat bersedih akan kejadian ini."Ini semua salah Mami, kamu jadi korban atas keegoisan Mami, Al." Mami membalikan wajahnya dan menyapu air mata Aldo dengan jarinya."Sem