"Fi, udah mandi? 15 menit lagi Abang sampai." Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Afi. Ia yang sedang memakai baju hendak bersiap, seketika menerbitkan senyumnya karena Rendra telah mengabari bahwa ia akan sampai."Aduh, yang mau jalan! Ikut dong!" ucap Yuna menggelayut di pundak Afi."Ayo!" ajak Afi."Nanti jadi obat nyamuk," grundel Yuna."Bentar lagi kamu juga nyusul. Kerja yang betul, pasti jodoh datang dengan sendirinya." Afi mengambil bedaknya dan menyapu wajahnya dengan olesan makeup yang natural. Tanpa hiasan berlebih, ia sudah terlihat cantik."Mbak cantik!" puji Yuna."Terimakasih, Yuna juga cantik." Telepon bergetar, pesan dari nomor Rendra masuk ke ponsel Afi."Aku di ruang tamu, aku tunggu!" Afi segera menyambar tasnya dan pamit pada Yuna untuk segera menemui Rendra.Yuna ikut ke depan mengantar Afi. Tampak Rendra sedang berbincang di depan ruang tamu dengan Ibu Panti dan beberapa anak-anak yang lain."Sudah lama, Bang?""Nggak, ayo! Abang dah izin tadi sama Ibu Panti. Ya
Rendra segera beranjak karena dia sedang ditunggu Afi di ruangannya."Loh, mau kemana, Ren buru-buru amat?" tanya Haris.Rendra tak menjawab, ia berlalu begitu saja. Saat keluar menuju ruangannya ternyata Afi sudah di depan pintu rapat."Kenapa nggak nunggu Abang di ruangan Abang?" tanya Rendra lembut."Nggak papa, di ruangan Abang isinya buku semua. Afi bosan ingin keluar, pas keluar, eh … Abang dah selesai," ucap Afi sambil nyengir."Ok, ayo!" Rendra menggandeng Afi untuk keluar kantor. Haris dan Aldo yang baru keluar ruang rapat melihat Afi dan Rendra yang akan pergi."Ren! Fi?" panggil Haris. Aldo kaget melihat Afi yang di gandeng oleh Rendra. Aldo melihat Afi dengan tatapan rindunya. Kini mantan istrinya itu terlihat lebih cantik dan juga bahagia. Rendra berhenti dan menengok ke belakang. Haris dan Aldo menyusul langkah agar bisa bergabung dengan Rendra."Kenapa?" tanya Rendra dingin. Ia melirik ke Aldo, melihat tatapan Aldo yang berbeda pada Afi. Rendra mengeratkan pegangan Afi
Hari pernikahan sudah tinggal menunggu hari. H-3 sebelum akad, Afi yang sedang dipingit tak bisa lagi bisa berbicara maupun bertemu dengan Rendra. Renda berdiri di atas balkon rumahnya, menunggu hari pernikahannya amatlah terasa lama. Ia pandangi ponselnya yang sedari kemarin tak boleh ia sentuh. Rasanya baru sehari yang lalu ia dan Afi dipingit, tapi Rendra merasa sudah seperti seminggu ia tak bertemu.Rintik-rintik hujan seakan ikut menertawakan rasa rindunya pada wanitanya ini. Ingin rasanya mencoba menghubunginya tapi ia takut ketahuan Bunda karena menggagalkan ritual pingitannya.Dengan segenap keberanian karena tak sabar merindu, Rendra curi-curi kesempatan menghubungi Afi lewat video call.Di tempat lain, Afi yang mondar-mandir di dalam kamarnya dengan menggigit ujung kuku yang terasa ikut menemani kegelisahannya. Rindu akan suara Rendra dan kabarnya dari kemarin membuat ia tak bisa tidur. Ponsel Afi bergetar, nama Rendra terpampang di sana. Afi ingin mengangkatnya, tapi ragu
Idih, nih! Kayu putih buat diusapkan ke perut Abang. Masih sakit nggak?" ucap Afi."Nggak, lihat kamu sakit Abang langsung sembuh!" ucap Rendra membuat membuka mulutnya tak percaya."Abang bohong?" kesal Afi."Bohong demi bisa bertemu denganmu bukan hal yang tak dimaafkan kan?" rayu Rendra.Afi melipat kedua tangannya di dada dan membuang mukanya ke samping. Sebenarnya Afi juga sangat rindu, kedatangan Rendra malam ini membuat ia tak perlu kesusahan lagi tidur malam akibat tak mendengar ataupun melihat calon suaminya ini."Fi, jangan marah! Apa kamu nggak rindu Abang juga?" Afi tersenyum mendengar ucapan Rendra yang terdengar menyesal telah membohonginya.Afi menatap Rendra dan melihat kilat ketulusannya di sana."Afi rindu, tapi nggak harus bohong juga. Nanti kalau Abang beneran sakit gimana? Afi khawatir, Bang!" "Nggak, Abang nggak bakalan sakit kalau ada kamu. Justru beberapa hari tak bertemu dan mendengar suaramu, bikin Abang sakit jantung!""Kok sakit jantung?" tanya Afi heran.
Pagi hari, suasana di kamar Afi sudah mulai ramai. Nissa, Yuna, dan beberapa teman lainnya ikut heboh menyambut hari bahagia Afi dan Rendra. Walau akad jam sepuluh, tapi jam tujuh semua keluarga Rendra maupun Afi sudah datang. MUA yang merias Afi pun sudah datang, mereka sibuk mempersiapkan semua. Di seberang sana, Rendra yang juga sedang merasa gugup dan canggung berusaha tidak menampakkannya. Haris dan Ferdi yang menemaninya di kamar menggoda Rendra yang terlihat bo*oh dengan wajah anehnya itu."Nggak usah grogi, Bro! Anggap saja lagi live sing!" kelakar Ferdi.Rendra hanya mendelik kesal dan menatap dua sahabatnya ini dingin. "Bagaimana rasanya mau nikah? Enak? Selamat menikmati masa gugupmu!" imbuh Haris."Kalian jika hanya di sini untuk meledekku, baik keluar!" Rendra tahu yang dikatakan sahabatnya itu benar. Grogi, gugup, tentu saja. Ini baru pertama kalinya ia menikah, dan wajar saja ia merasakan ini semua.Haris dan Ferdi tertawa melihat wajah Rendra yang biasanya dingin itu
Rendra sudah baik mau menolongnya, jadi tak ada alasan baginya untuk membenci orang yang sudah banyak membantunya di masa sulitnya. Kini, perusahaan Aldo sudah kembali pulih atas bantuan Rendra.Dan dia tak ingin merusak kebahagiaan Afi dan juga Rendra. Sudah cukup ia melakukan banyak kejahatan dan dosa dulu, kini ia akan mengintrospeksi dirinya agar lebih baik."Kamu hebat, Al! Mami bangga, kamu sudah menjadi anak Mami yang kuat! Mami yakin, setelah ini kamu yang akan bahagia," ucap Mami sambil menepuk pundak Aldo pelan dan melihat pasangan pengantin di depan dengan tersenyum."Mami tak sedih?" tanya Aldo."Sedih kenapa? Mami malah terharu dan bahagia melihat Afi yang sudah bahagia di sana. Mungkin jodohnya denganmu hanya lima tahun saja, dan kamu juga pasti akan mendapatkan pengganti jodoh yang lebih baik." Semua acara hiburan dan juga sesi foto telah berlangsung. Banyak wajah-wajah tersenyum di sana, tak luput kedua lelaki yang berdiri di samping Nissa memperebutkan kameramen unt
Suasana yang masih ramai dan acara yang tak kunjung usai membuat Rendra ingin sekali menyudahi acara ini. Ia ingin segera tidur dengan memeluk istri yang kini ada di sampingnya."Bun, Rendra ke atas dulu ya! Rendra capek pengen istirahat!" ungkap Rendra pada Bunda Nilam."Masih banyak tamu, Ren. Nggak enak kalau di tinggal. Bentar lagi, paling satu jam lagi acara selesai. Kamu nggak sabar banget sih!" ejek Bunda sambil tersenyum."Kasihan Afi, Bun! Dia kayaknya lelah.""Kasihan Afi apa kamu?" Rendra hanya tersenyum malu telah ketahuan Bunda, tak sabar untuk mengajak Afi ke kamar."Ya udah sana. Bentar lagi kan juga pada pulang! Kasihan banget anak Bunda, udah mupeng gitu!" kelakar Bunda lepas disambut tatapan malu Rendra.Rendra lalu membisik di telinga Afi dan mengajaknya untuk ke atas. Afi yang merasa tak enak karena masih banyak tamu di sini membuat ia menolak keinginan Rendra untuk istirahat lebih dulu."Bang, nggak enak! Masih banyak tamu masa di tinggal?" Rendra yang sudah tak s
Sholat jamaah selesai, Afi mendekati Rendra dan meminta salim padanya lalu mencium punggung tangan suaminya . Rendra sangat senang dengan status barunya kini sebagai suami. Rendra mencium pucuk kepala Afi sambil melafadzkan doa."Allohuma innii as aluka khayraha wa khayra wa jabaltahaa 'alaihi wa a'uudzibika min syarriha wa min syarri maa jabaltahaa 'alaihi.Ya Allah, limpahkanlah keberkahan dalam rumah tangga kami. Turunkanlah rasa cinta di hati kami berdua. Cinta yang senantiasa menambah kecintaan kami kepada-Mu.""Aamiin." Setelah melafalkan doa dan mencium kening Afi, Rendra kini duduk bersila menghadap sang istri. Dipandanginya wajah cantik nan sholeh yang kini sudah sah menjadi istrinya ini. Afi yang merasa malu dipandang suaminya, memilih melepas mukena dan melipatnya."Udah Bang, lihatinya!" ucap Afi salah tingkah. Ia hendak berdiri untuk menaruh mukena yang tadi ia pakai ke dalam lemari. Rendra masih menatap Afi, membuat Afi memilih tiduran di ranjangnya.Rendra berdiri dan