Aku menengadah. Menatap proses alam yang begitu indah ketika matahari kembali ke peraduan, senja mencoba menaburkan rona jingga.
Aku benci kehilangan. Muak dengan segala macam perpisahan. Tapi tidak kepada perpisahan yang terjadi antara surya dan cakrawala sore ini. Kalau boleh aku berharap agar waktu bisa terhenti sebentar, untuk dapat menikmati proses ini lebih lama lagi.
Kuambil ponsel dan mencoba mengabadikan moment ini hingga berkali-kali.
"Cyiinn, sedih amat sih fotonya sendirian. Itu banyak bule nganggur. Samperin gih, ajak foto bareng. Kali aja jodoh. Kasian ih gue sama status jomblo tiga tahun lu itu, nggak pengen diperbaharui apa?" ujar Kevan tiba-tiba datang, ikut duduk di sebelahku pada kursi berpayung di pinggir pantai.
Duh, Kevan
"Loh, Mbak Aya udah pulang? Katanya satu minggu di Bali," tanya bik Onah ketika melihatku masuk ke dalam rumah dengan menarik koper."Iya, Bik. Tiba-tiba saya ada urusan," jawabku berbohong dan merebahkan diri di sofa ruang keluarga. Lelah. Aku tidak tidur sejak semalam.Tadi pagi aku memutuskan untuk pulang dengan penerbangan paling pagi. Aku tak sudi melihat wajah Mario lagi setelah apa yang dia lakukan. Si Brengsek itu juga sudah membuat hubunganku dengan Kevan menjadi memburuk sejak semalam.Bahkan tadi pun aku tidak berpamitan pada Kevan ketika keluar dari villa untuk pulang ke Jakarta. Kevan sendiri juga tidak berusaha menghubungiku.Ketika cinta mengalahkan segalanya maka persahabatan yang sudah dibangun sejak Arya Saloka belum merajelala pun seakan sia-sia.Aku menghirup nafas pelan dan menghembuskannya perlahan. Sebuta itukah sahabatku sekarang?Aku jadi ingat kej
"Terima kasih teman-teman atas kedatangannya di pembukaan Vitamin Sea Resto, usaha baru gue bareng Aya, sahabat gue. Mohon doanya ya semua," ucap Kevan mengakhiri sambutannya.Para tamu bergantian menyalami Kevan dan memberikan ucapan selamat untuknya. Seulas senyum bahagia tercetak pada bibirnya yang tipis, setiap kali mendengar doa dan dukungan yang telah diberikan.Dua bulan yang lalu, setelah gagal membuka bisnis bersama Mario; karena tragedi pelecehan yang kualami, serta ketidaksengajaan Kevan menemukan fotoku pada ponsel mantan mesumnya itu. Kevan memutuskan untuk mengakhiri hubungan diantara keduanya.Selain mengubah status secara sepihak, sahabatku itu juga pada akhirnya turut membatalkan bisnis butiknya dengan pria yang berprofesi sebagai desainer itu dan lebih memilih aku untuk dijadikan rekan bisnis barunya.Bisnis yang aku dan Kevan pilih bergerak di bidang kuliner, khusus seafood. Ala
"Sori Kev, gue telat. Biasalah, macet," ucapku setibanya di Pepper Lunch Mall Kota Kasablanka, tempat aku dan Kevan janjian. Kevan yang tengah menikmati teriyaki double salmonnya ini mengangguk santai menerima ucapan maafku.Tadi siang ketika sedang mengecek stock bahan baku restoran, sahabatku ini tiba-tiba memaksa untuk bertemu. Ada hal penting yang ingin ia bicarakan."Bentar ya, Cyinn, eh Ay, gue makan dulu. Biar ada tenaga buat ngomong," ucapnya, membuat dahiku berkerut. "Lo udah pesen?" tanyanya memastikan. Aku mengangguk.Tidak berapa lama pesananku datang. Sembari mengaduk beef & hamburg curry rice-ku, sesekali kupandangi Kevan, bawah matanya terlihat menghitam. Dia sudah dua hari ini menjaga ayahnya di rumah sakit, wajar jika tubuhnya kurang istirahat."Om Darwin gimana kabarnya, Kev?" tanyaku setelah sekian lama diam.
Sepanjang perjalanan menuju rumah Lintang, penjelasan psikiater tadi terngiang-ngiang di telinga, merasuk ke otak dan secara tak sadar aku melakukan reply terus menerus. Kevan kemungkinan sembuh. Dan semua bergantung pada keinginan, semangat, dan tentu dukungan orang terdekat. Orang terdekat?Karena gay dianggap tabu, dan seringkali dipandang sebelah mata ataupun ditolak keberadaannya. Sehingga untuk bisa sembuh mereka membutuhkan dukungan dari orang terdekat. Orang yang sabar untuk mengingatkan dan memberikan semangat, bukan malah menghina dan menjauhi.Ini tak mudah, awalnya ada pertentangan dalam hatiku untuk menerima atau menolak lamaran Kevan; menjadi sosok yang lebih dekat lagi dalam hidupnya.Dan ini bukan hanya untuk sementara tapi selamanya, seumur hidupku. Apalagi pernikahan ini akan disahkan di hadapan Tuhan. Tanggung jawabnya
Aku mengerjap, merasakan tenggorokan yang tiba-tiba meringkai. Mataku mencalang ke setiap sudut kamar. Aroma bunga mawar yang sengaja dihias untuk memperindah kamar pengantin ini, mengisi rongga-rongga indera penciuman. Kulirik sebelah tempat tidur. Tak ada Kevan di sana. Pelan, napasku terembus. Kemana lelaki itu? Kusibak selimut yang menutupi sebagian tubuh. Hawa dingin menyambut ketika kaki ini menyentuh permukaan lantai untuk pertama kali. Kutarik gagang pintu kamar hingga terbuka setengah, netraku terpaku pada sosok yang sedang duduk di balkon apartemen. Dia mengisap rokoknya dan membuat kepulan asap di udara. Posisi Kevan agak menyamping sehingga dapat terlihat ekspresi wajahnya. Dia menerawang, rambutnya berantakan. Aku tahu dia kecewa pada dirinya sendiri saat ini. Kuuru
Lelaki itu sedang membersihkan dirinya di kamar mandi ketika aku masih bergelung di balik selimut. Suara shower air yang beradu dengan lantai-lah yang membuatku terjaga dari tidur. Perlahan, tanganku mulai menggapai nakas dan menemukan benda persegi panjang di sana. Pukul lima pagi, waktu yang tertera pada layarnya. Aku mendesah. Ini masih terlalu pagi untuk mandi, bukan?Baru dua hari menikah, sudah banyak sekali perbedaan yang ditemukan. Sahabatku itu sosok yang rajin, penggila kebersihan dan sangat memperhatikan penampilan. Dalam satu hari, dia bisa mandi sebanyak tiga kali. Rajin membersihkan wajah dan meletakkan segala sesuatunya tepat di tempatnya.Sedangkan aku? Ah, jangan ditanya. Mandi dua kali sehari saja itu sudah termasuk hal yang keren. Bukannya malas, tapi karena kebiasaan seringkali pulang malam dari kantor. Apalagi kata orang, mandi malam itu
Dua hari setelah Ayahnya dimakamkan, Kevan mulai sibuk mengurus bisnisnya lagi. Dia seperti sengaja menyibukkan diri sendiri supaya tak terlalu lama larut dalam kesedihan. Aku justru khawatir. Kevan menjadi sosok yang lebih banyak diam sekarang. Setiap kali ditanya apakah ia baik-baik saja. Ia akan selalu menjawab hal yang sama. Selalu baik-baik saja dan berusaha memberikan senyum terbaik. Walaupun kenyataannya aku tahu, dia menyimpan sesuatu.Aku lebih suka Kevan yang cerewet dan ceplas ceplos daripada Kevan yang seperti ini. Jauh di dalam lubuk hati, aku mulai merindukan sosoknya yang dulu, jail dan sering kali membuat kesal.Mungkin karena status di antara kami yang berubah, akhir-akhir ini aku menjadi lebih peduli terhadap Kevan. Seringkali khawatir jika ia pulang larut malam. Bukan karena cemburu atau takut dia tergoda laki-laki lain. Tapi khawatir jika dia sampai jatuh sakit akibat terlalu memaksakan diri dalam bekerja.Karena alasan ters
"Wah Vis, gue seneng banget! Akhirnya lo nyusul juga! Gue pasti dateng sama Kevan!" teriakku histeris ketika tiba-tiba Avisa mendatangiku di Vitamin Sea Resto dan memberikan kartu undangan dengan dua nama calon mempelai yang tercetak jelas di sana. Dua kebahagiaan dalam waktu bersamaan. Pertama, aku sudah sangat merindukannya. Sudah dua tahun sejak acara pernikahanku, akami tak lagi bertemu, dan pertemuan ini untuk yang pertama kali. Kedua, karena dia datang bukan tanpa tujuan, melainkan karena ingin memberikan undangan. Dia akan menikah. Kesibukan di antara kami membuat hal yang dulu mudah dilakukan sewaktu lajang, menjadi sulit ketika sudah menikah. Sulit karena dia sedang sibuk mempersiapkan pernikahan, sedangkan aku sibuk mengurus rumah tangga sekaligus usaha yang sedang kujalankan bersama Kevan. Kevan sedang memberikan pengarahan pada para karyawan ketika Avisa datang. Dia duduk tak jauh dari tempatku. Sesekali lel