Share

Frustasi

Aku berulang kali menghubungi nomor Gus Azam. Sudah satu jam lebih dia pergi, tetapi tidak memberi kabar.

“Mas, gimana? Meyda sudah ditemukan? Apa putri kita baik-baik saja?” Aku memberondong pertanyaan ketika panggilanku tersambung.

“Maaf, Sayang. Tadi ternyata aku salah lihat. Anak itu bukan putri kita.” Gus Azam terdengar mengembuskan napasnya.

Hatiku kembali luluh lantak disiram harapan palsu. Mengapa sesulit ini menemukannya?

“Halo ... halo.”

“Iya, Mas?” Suaraku melemah tanpa antusias. Kenyataan tak seindah asa. Apa kabar Meydaku hari ini?

“Aku baru keluar dari toko dan menuju ke pondok, apa mau menitip sesuatu?”

“Tidak usah, Mas. Aku tidak sedang menginginkan apa pun.”

“Bagaimana dengan sate kambing kesukaanmu? Mumpung belum terlewat.”

“Iya boleh, Mas. Terserah kamu saja,” ucapku tanpa minat.

Namun, tiba-tiba suamiku menyebutkan nama Meyda di telepon.

“Meyda? Astaghfirullah, Sayang, sepertinya aku kali ini benar-benar melihat Meyda. Aku mau putar balik dulu.”

Telepon mati
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status