Walau menuruti hampir semua perkataannya, Sena tetap saja membangkang untuk beberapa hal. Lihat saja sekarang, ia sama sekali tak menganggap Adit ada dan berjalan cepat meninggalkannya di belakang. Kesal sekali Adit melihatnya.
Adit menarik tangan Sena kasar dan dengan tatapan tajam memperingatkan gadis itu. “Sikapmu sama sekali tidak manis.”
Sena menyentak tangannya dengan cepat, melepaskan diri dari remasan jemari Adit. “Aku tidak berniat bersikap manis padamu!”
Kalimat Sena membakar hati Adit. ia ingin Sena yang manis. Gadis yang menuruti hampir semua perkataannya. Baginya Sena yang sekarang sama sekali tak ada manisnya, walau wajahnya tetap cantik.
Adit mengangkat tangannya, ingin memberi pelajaran Sena. Bahwa dirinya watut ditakuti dan dihormati, Akan tetapi, belum sempat telapak tangan Adit menyentuh kulit mulus Sena, ia dihentikan oleh Reno. Mata Adit nyaris melompat begitu melihat sosok yang sama sekali tak ingin ditemuinya
Ada paparazzi di depan restoran, Mbak. Hati-hati ya!Pesan itu terkirim pada Rayna. Namun, Adit sama sekali tak percaya jika memang hanya Rayna. Ia kemudian memanggil nomor tersebut dengan nomor lain dan menunggu. Ia Cukup lama samai nomor itu diangkat dan suara seorang wanita berkata, ‘halo’ yang segera dimatikannya.Cih!Adit berdecih kesal dan meletakan ponsel begitu saja di atas kursi tempat Sena tadi duduk. Ia tak mengerti kenapa Sena melibatkan diri terus-terusan dengan masalah Reno. Ia menyesal tidak melakukan sesuatu pada Reno saja. Menyingkirkan Reno seperti Endah. Hanya saja Adit tak bisa melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan pada Endah. Mengurus yang satu saja ia hampir-hampir kehilangan kewarasannya. Ia tak bisa bayangkan harus menambah daftar kasus dengan label yang sama.“Menyingkirkan, ya?” gumamnya pelan.Ia membanting stir saat berbelok di persimpangan t
Reno mendapat pesan dari Ratih, mamanya Sena. Ia agak terkejut ketika wanita yang melahirkan gadis yang dicintai itu menyuruhnya datang ke rumah. Terakhir kali pulang dari sana, ia menemukan Endah di dalam bagasi mobilnya. Hal paling aneh yang terjadi dalam hidupnya.Berdiri kembali di depan rumah Sena, membuat Reno merinding. Hal apa lagi yang akan terjadi pada dirinya. Reno mengisi paru-parunya penuh dengan oksigen sebelum keluar dari mobil dan berjalan ke pintu masik rumah.“Aku sudah menunggumu, Reno. Ayo masuk!” suruh Ratih.Wanita yang melahirkan Sena tu muncul di pintu dan matanya melirik curiga ke sekitar. Reno menelan ludah dan mengikuti Ratih masuk ke dalam rumah. Alih-alih duduk di ruang tamu, Reno digiring naik ke tangga. Seingatnya kamar Sena berada di lantai dua. Reno mulai bertanya-tanya apakah Ratih memulai sebuah kejutan untuk Sena saat ini.“Masuk sini!” Ratih membuka pintu kamar dan membiarkan Reno masuk lebih du
“Jadi ada Reno di rumah Sena?”Monik menyesap teh hangat di dalam cangkir. Saat minuman berwarna coklat bening itu masuk ke dalam mulutnya, aroma manis melati menyebar dan membuatnya tenang segera. Dari atas cangkirnya Monik melihat Adit mengangguk pelan.“Lalu, apa yang kamu lakukan?” Monik meletakan cangkir miliknya di atas tatakan dan menunggu jawaban Adit dengan sabar.Adit menerawang, berusaha mengingat kembali apa yang dilakukannya tadi dan berdehem. “Seperti biasa, aku hanya mengantar Sena sampai depan pintu rumah. Mamanya masih belum menerimaku untuk masuk. Saat aku sampai di teras dan berkata akan menjemput Sena seperti biasa besok, Reno keluar dari dalam.”Monik menyeringai sedikit dan menegakkan punggungnya kembali. “Itu belum bisa menjadi alasan untuk kekhawatiranmu. Pertama, saat Reno ada di rumah Sena, dia bersamamu kan? Kedua … bisa jadi ada orang lain yang menghubungi Reno dan minta ke rumah
Bagaimana aku bisa menjelaskan pada Reno alasannya? Sekali lagi Sena membuang napas.Ponselnya masih ada di tangan dan ia sama sekali tidak punya keinginan meletakan benda tersebut di atas meja. Jus jambu merah yang sempat di minta kepada ART belum juga tersentuh. Jus tersebut tidak lagi dingin karena sudah berada di atas meja sejak siang.“Se-na?”Panggilan ragu-ragu itu mampu membuat Sena menoleh dan pada akhirnya berdiri kaget. Karena tidak siap, ia membenturkan pinggangnya pada meja dan merasakan nyeri yang cukup membuat matanya berair.“Aku tidak mimpi,” gumam Sena tanpa sadar. Matanya mengerjap beberapa kali memastikan kalau memang yang dilihat nyata.Reno mendekati Sena segera, tetapi sebelum sempat mengapai gadis itu ke dalam pelukannya ia berhenti. Ia hanya bisa berdiri canggung di depan pintu, tak jauh dari tempat Sena duduk.“Aku mengkhawatirkanmu.”Karena suara
Adit terengah-engah. Tangannya masih terkepal dan ia memandang Reno yang terlentang dan masih berusaha bergerak walau matanya sudah terpejam.“Setan! Sial!” umpatnya beberapa kali sambil melepaskan tendangan ke perut Reno tanpa rasa kasihan.Harusnya tidak seperti ini, tetapi Adit sama sekali tidak akan menyesal sudah mengubah Reno menjadi gumpalan daging. Saat akhirnya ia lelah menghajar Reno dengan kakinya, Adit menyadari harus menyembunyikan Reno sekarang. Ia tak mau tertangkap dan mendapatkan hukuman.Tangannya dengan gelisah saling bertaut di depan wajahnya saat Adit sedang berpikir. Di mana tempat yang bagus? Ia bertanya-tanya dalam hati.Bagian rumah yang lain pasti akan dikunjungi maminya saat pulang, maka hanya ada kamar tempat ia dan Endah dulu disekap. Mami tak akan masuk ke dalam sana. Mami benci tempat itu seperti membenci Papi.Sekuat tenaga, Adit menarik tubuh Reno. Ia tak perlu repot-repot untuk mengangkat pemud
Entah perasaan apa yang membawa Sena meminta Pak Sarmin untuk memutar mobilnya dari jalan besr menuju kediaman Reno. Selama perjalanan Sena sangat gelisah. Begitu melihat mobil Reno terparkir di depan rumah, ia mendadak menjadi lega.Hanya perasaanku saja, katanya menenangkan diri.“Anda baik-baik saja Non?” tanya Pak Sarmin.Senang yang masih sibuk melamun tersentak. Ia lekas menoleh pada Pak Sarmin yang menatap dari spion tengah. Pandangan lelaki tua yang sudah bekerja dengan senang selama setahun lebih itu terlihat khawatir.“Ya, Pak, semuanya baik-baik saja.” Sena tak tahu kenapa harus membohongi Pak Sarmin.Tak terasa, mereka sudah ada di kampus. Begitu mobil berhenti dan Pak Sarmin membantu Sena turun, lekas Adit menghampirinya.“Ke mana saja kamu?” tudingnya. Tatapan Adit seperti menguliti semua bentuk kebohongannya yang dilancarkan Sena.Sena merasakan udara di sekelilingnya menjadi
Kehebohan itu sudah dimulai dari kemarin, tetapi Sena baru tahu hari ini. Awalnya ia memang merasa sangat aneh dengan menghilangnya Mama dan Rayna diwaktu yang bersamaan. Akan tetapi, ia mengangap hal itu wajah karena mungkin saja mereka menghindari bertemu Adit.“Apa yang terjadi?” tanya Sena.Suaranya tengelam dalam tangisan Rayna. Ia mendekat untuk mendengar dengan lebih jelas apa yang terjadi. Saat ini ia merasa berada dalam masalah yang sama sekali tidak di sangka-sangka.“Aku pikir ia hanya mengurung diri seperti sebelumnya.” Kalimat Rayna terdengar, tetapi sama sekali tidak dimengerti Sena.“Tenanglah.” Dari tempat Sena berdiri ia melihat Mama mengurut punggung Rayna. “Tidak akan terjadi apa-apa.” Kata wanita yang sudah melahirkan Sena itu.“Aku mengetuk pintunya dan mengatakan akan pergi ke restoran. Aku juga meletakan makanan di depan kamarnya. Kupikir ia frustrasi karena sangat menyuka
Pikiran tentang Reno yang tidak ditemukan di rumahnya menyita waktu Sena. Ia berhasil terlihat biasa-biasa saja di depan kamera, tetapi tidak saat sendirian. Ia ingin tahu dan membantu. Apalagi kejadian menghilangnya Reno mengingatkannya pada Endah.“Jika kamu melamun seperti ini artinya masalahnya berat, kan?”Sena tersentak dan memaksakan diri tersenyum. Produsernya yang bernama Tora sudah duduk di sampingnya dan tersenyum hangat.“Mau minum, Om?” tanya Sena basa-basi. Ia bersiap memanggil Rayna yang berdiri di tepi lokasi dengan pengamatan yang tidak turun.“Tidak usah.” Tora menunjukkan botol air mineral yang masih tersisa tiga per empat bagian. “Sore kamu dijemput lagi, ya? Bisa kamu Om saja yang antar?”Tora terkenal sebagai orang yang ramah, tetapi ia tak pernah mencoba akrab dengan para pemain serialnya selain di lokasi dan di acara tertentu. Maka tak heran Sena memandang heran sekarang. Ia mu