Share

Status baru

Meski kesulitan membuka matanya, Aluna masih tetap dalam kesadarannya. Dia juga mendengar dengan jelas, percakapan orang-orang di sekelilingnya.

"Cih! Hanya karena diracuni saja membuatnya sekarat. Dia tidak cocok menjadi istrimu, Kakak."

"Heh! Apa katanya?! Hanya diracuni? Apa kau mau aku suapkan dengan apel beracun hah?! Lalu kau akan menjadi pangeran tidur, seperti film Putri Salju! Dasar bocil!" . Aluna membatin kesal.

"Jaga ucapanmu, Mickhe! Dia iparmu sekarang. Anggaplah dia kakak perempuanmu dan selalu jaga dia."

"Siapa pun dirimu, aku mencintaimu! Terimakasih telah memarahi bocil bermulut pedas itu."

Lagi-lagi Aluna membatin, tapi kali ini, dirinya senang.

"Tsk. Ibu, mengertilah, kakak adalah orang yang disegani dan ditakuti. Orang-orang menjulukinya sebagai 'dewa perang'. Dia seharusnya menikah dengan wanita kuat dan cerdas. Seperti Nona Leonor."

"KAU MENANTANGKU BOCIL?! TUNGGU AKU BISA BANGKIT, AKAN AKU PERLIHATKAN PADAMU SEPERTI APA ITU DEWI KEMATIAN!."

"Lagi pula, siapa itu Nona Leonor, akan aku pastikan dia menjadi anak buahku. Cih, beraninya bocil ini meremehkanku," kesal Aluna.

"Tapi aku sudah menikahinya. Buang jauh-jauh keluhanmu itu, Adik."

"A-apa?! Menikah? Dengan siapa? AKU? MAKSUD DIA AKU? OH, NO! AKU AKAN MENCERAIKANMU JIKA KAU BURUK RUPA!"

"Tapi ...kenapa aku bisa menikah? Maksudku—ARGHH! SIALAN, KENAPA KEPALAKU SAKIT LAGI!"

"Aih, kenapa pula dia yang harus menjadi iparku."

"Aku juga tidak berharap memiliki adik ipar yang bermulut pedas sepertimu, Bocil!" sentak Aluna kasar. Iya, kalian tidak salah baca. Itu Aluna.

Dengan penuh perjuangan, akhirnya dia bisa bangun setelah mendapatkan 'serangan' mendadak dari sebuah ingatan asing. Akhirnya aku bisa membalas ucapan bocil satu ini secara langsung, pikir Aluna.

Semua yang ada di kamar itu terkejut mendengar suara keras Aluna.

"Kau sudah bangun, Aluna?!" pekik wanita paruh baya itu spontan. Tersadar, dia langsung membekap mulutnya.

"E-e. Maaf, maksudku, kau sudah bangun, Aluna?" Ujar wanita tadi tak enak hati, suaranya berubah menjadi lebih lembut.

Remaja lelaki yang disapa 'bocil' oleh Aluna tadi, mendengus dan memalingkan wajahnya ke arah luar jendela.

"Ah, i-iya ...eum?" jawab Aluna dan menatap 'bingung' wanita cantik di depannya.

"Namaku Ameera Elvisrron, ibu suamimu. Kau bisa panggil aku ibu juga. Aku ibumu mulai sekarang," jelas wanita cantik itu. Ternyata dia ibu mertua Aluna.

"Boleh Aku panggil Ibu Mei Mei? Ehe," cengir Aluna, menampilkan deretan gigi putihnya. Entah kenapa Aluna terpikir Meimei di film kartun Upin & Ipin.

Ibu Meimei tersenyum gembira, dengan senang dia menjawab, "Ah, tentu saja! Nama itu sangat—"

"Jelek!"

Semua mata beralih ke seorang remaja lelaki yang sedang menampilkan wajah kesal.

"Mickhe!" tegur ibu Meimei. Mickhe hanya diam membuang muka, tak ingin bertatapan dengan sang ibunda.

Ibu Meimei kembali mengalihkan perhatiannya pada Aluna. "Nama itu sangat bagus. Ibu sangat menyukainya, abaikan saja remaja pencemburu itu."

"Baik, Ibu Meimei," jawab Aluna.

"Ibu, boleh aku bertanya?" ucap Aluna.

"Itu kau sudah bertanya, bodoh!" ketua Mickhe. Ibu Mei Mei mencubit perut Mickhe pelan, membuatnya berjengit kaget.

"Kau ingin bertanya apa, Sayang?"

"Dia ...siapa?" Aluna menunjuk dua pria yang berada di dalam kamar itu dengan dagunya.

"Kau tidak tahu namaku? Oh, Tuhan, kau benar-benar bodoh! Aku ini pria tampan yang sangat populer, harusnya kau mengenalku! Cih! Terlalu sibuk dengan duniamu, sampai tidak memperdulikan orang-orang disekitarmu," sahut Mickhe kesal.

"Hey! Kau, Bocil! Kenapa mulutmu tidak berhenti mengoceh?! Gendang telingaku bisa pecah karena mendengar suaramu terlalu lama! Dan lagi, kau tidak setampan itu untuk masuk ke dalam golongan pria tampan, kau tau! Lihat suamiku itu, wajahnya sangat tampan dan matang daripada bocah remaja sepertimu! Lihat bibirnya itu, sangat seksi, tidak seperti bibirmu! Bahkan otot-ototmu saja tidak sebanding dengan otot miliknya, cih!" balas Aluna frontal. Bahkan tanpa sadar dia sudah meninggikan nada suaranya dan memelototkan mata kucingnya.

Mickhe lantas bereaksi dengan meraba-raba bibir dan otot-otot tubuhnya, membanding-bandingkan dirinya dengan sang kakak, ibu Meimei sendiri terkikik geli melihat tontonan yang disajikan, apalagi melihat respon Mickhe dan anak pertamanya, sangat lucu.

Sedang orang yang di klaim Aluna sebagai suaminya sudah memerah malu. Bisa-bisanya Aluna memuji dirinya sefrontal itu, bahkan di depan dirinya langsung tanpa malu.

"Ibu~~ Aku tampan,'kan? Aku ini juga anakmu dan ayah, pasti tampan juga seperti Kak Zein!" ujar Mickhe merengek pada ibu Meimei.

"Oh, lihat ini? Siapa bocah baru besar yang merengek manja pada ibunya?" ujar Aluna menjadi.

"Entahlah, ibu juga tidak tahu, Aluna," jawab ibu Meimei sambil memasang raut bingung.

"IBUUU~ Jahat sekali! Huh!"

Brak!

Mickhe pergi dari kamar itu dengan membanting pintu kesal.

"HA-HA-HA-HA! lihat wajah dia, Ibu! Sangat lucu, Bwa-ha-ha!"

"Kau benar, Aluna! Ha-ha-ha, baru kali ini ada yang bisa membalas mulut tajamnya. Benar-benar lucu," sahut ibu Meimei dengan tawanya yang menggelegar.

"Kesyi! Bantu aku berlatih lebih keras dan berikan aku perawatan yang paling terbaik! Agar ketampananku diakui oleh gadis bermulut pedas itu!"

Kedua perempuan itu semakin tertawa lebar saat mendengar teriakan Mickhe yang memenuhi seisi kediaman. Sungguh, pria yang tertinggal di kamar itu seperti tidak dianggap ada.

"Ekhem! Ibu, sikapmu."

Sontak dua perempuan berbeda usia itu berhenti tertawa.

Ibu Meimei menetralkan kembali ekspresinya seperti biasa saat ditegur oleh anak laki-laki sulungnya, walau harus menahan tawa dan perutnya seperti ada yang menggelitiki.

"Baiklah, baik. Kalau begitu, ibu pergi dulu. Selamat bersenang-senang anak-anakku!" seru ibu Meimei langsung kabur dari kamar sepasang pengantin itu.

Eh, Pengantin? Sepertinya Aluna lupa menceritakannya. Saat dia kesakitan dalam tidurnya tadi, sebuah ingatan muncul begitu saja. Membuatnya pening.

Intinya, Dia, Aluna Chelonia, saat ini dia berada dalam tubuh Aluna Zeline Demetrios. Seorang yatim-piatu, orang tuanya adalah bangsawan Viscount dan Viscountess.

Nona Aluna Zeline Demetrios dinikahi oleh Duke Zein Viero Elvisrron karena amanah dari ibu mertuanya sebelum meninggal. Dan hari ini, adalah malam pertama mereka.

Ameera Elvisrron adalah Duchess terdahulu, sedangkan Duke terdahulu telah gugur dalam peperangan dulu. Dan Mickhe Elvisrron adalah anak kedua dari pasangan Duke Dan Duchess terdahulu.

Duke tiada saat Duchess mengandung Mickhe yang masih berusia 5 bulan di dalam kandungan, saat itu Duke masih anak-anak. Jadi, sikap ketus dan pencemburu Mickhe itu, karena dia tidak merasakan kasih sayang seorang ayah. Dia memang sering cemburu jika ibunya menyayangi orang lain selain dirinya dan kakaknya.

Aluna tau semuanya berkat ingatan pemilik tubuh lama. Dia hanya berpura-pura tidak tahu saja.

Dan ...pria tampan yang masih berada di kamar yang sama dengannya saat ini adalah Duke Zein Viero Elvisrron—suaminya.

"Ekhem!" dehem Zein keras.

Aluna tersadar dari lamunannya. Bibirnya langsung mengembang lebar. "Eh, Suami, he-he-he."

Percayalah, dibanding sebuah senyuman yang indah, Aluna saat ini lebih mirip seperti psikopat yang menyeringai kejam. Zein bergidik sendiri melihatnya.

"Apa masih ada yang terasa sakit?" tanya Zein.

"Suara suami dadakan gue candu banget ...," gumam Aluna pelan. Dia menatap Duke Zein dari atas sampai bawah. Kaki yang panjang, tangan berotot yang tersimpan rapi di balik Tuxedonya, bibirnya yang kecil tapi sedikit tebal, rahang yang tegas, hidung mancung yang sempurna, mata elang yang tajam dengan bola mata hitam kelam, alisnya juga tebal dan rapi.

Zein mengernyit melihat Aluna yang tercengang, dengan mulut yang berkomat-kamit tak jelas.

"Aluna," panggil Zein sekali.

"Aluna!" panggil Zein lagi dengan nada yang sedikit lebih keras.

Aluna mengerjap pelan, lalu mendengus karena kaget dengan bentakan Zein.

"Jangan membentakku!" ujarnya tak suka.

"Aku tidak membentakmu," balas Zein pelan.

"Tadi kau membentakku!" ucap Aluna sengit, matanya sudah melotot ke arah Zein.

"Baik-baik, maafkan aku, yah? Aku tidak sengaja," ujar Zein sabar. Padahal dia tidak membentaknya Loh?

Merasa menang, Aluna pun semakin tak tau diri. Ia langsung menghempas tubuhnya kasar dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Kau marah, istri?"

"Jawab aku," paksa Zein dengan sedikit menoel-noel lengan Aluna. Tapi Aluna langsung menepis kasar. Zein hanya bisa menghela nafas lelah. Padahal dia tidak membentak, hanya sedikit memanggil keras agar Aluna sadar dari lamunannya.

"Jangan panggil aku istri, itu menggelikan!" ketua Aluna. Zein hanya berdehem.

Zein ikut berbaring di samping istrinya. Tapi sang istri langsung beringsut menjauh, seolah menunjukkan jika dirinya sedang 'marah'.

"Jangan menutupi seluruh tubuhmu dengan selimut seperti itu. Nanti kau sesak," ujar Zein memperingati Aluna.

"Bukan urusanmu!" balas Aluna ketus. Zein kembali diam dan memilih memejamkan matanya.

1 menit

2 menit

3 menit

4 menit

10 menit

"Huah!!" Aluna menyibak selimutnya kasar. Badannya sudah penuh keringat, nafasnya sedikit terengah.

"Sudah kuperingatkan, tapi tak mau mendengar," celetuk Zein santai masih dengan mata yang terpejam.

"Terserah aku!" Lagi-lagi Aluna membalas ketus. Aluna kembali tidur dengan membelakangi Zein.

"Jangan dekat-dekat denganku!" peringatan Aluna ketus.

Diam-diam, Aluna tersenyum gembira. Sebenarnya dia hanya pura-pura marah. Hihihi. Dia tentu saja sadar, ini adalah malam pertama mereka berdua. Dan Aluna tidak ingin mereka melakukannya sekarang. Dia takut dan belum siap. Jadinya, dia pura-pura marah saja, ehehe.

Entah sampai kapan Aluna bisa menghindar. Malam ini dia berhasil, tapi untuk malam berikutnya? Apakah dia bisa mengelak? Sedangkan mereka tidur sekamar. Entahlah, tidak ada yang tahu.

✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏ Author Zee.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status