Steve menghela napas panjang sembari memegang lututnya yang terasa sakit. Napasnya terengah dengan dada yang terasa sesak.
Bulir-bulir keringat keluar dari sekujur tubuhnya. Badannya terasa panas dan wajahnya terlihat memerah.Pria berambut merah muda itu melepaskan masker yang ia gunakan untuk meraup napas lebih banyak.Steve bernapas menggunakan mulut karena rasa sesak yang tak kunjung hilang akibat terlalu lama berlari dari dua orang yang mengejarnya.Sesekali, pria itu akan menyembulkan kepalanya dari balik tembok untuk melihat apakah orang yang mengejarnya itu berada dekat dengan posisinya saat ini atau tidak."Sialan! Gara gara file ini, aku dikejar oleh mereka sampai kelelahan seperti ini," umpat Steve sembari menyeka keringat yang berada di dahinya. Matanya melirik ke arah file yang terdapat di tangan kanannya.Saat akan keluar dari tempat persembunyiannya, tubuh Steve menegang ketika mendengar suara derap kaki yang m"Aku tidak mau minta maaf. Aku tidak salah. Aku hanya melindungi Mommy dari tuan Ben," Ucapan itu tentu saja membuat Ivy terkejut. Matanya membulat dengan ekspresi kaget yang tercetak jelas di wajahnya. Ivy memejamkan matanya sejenak, berpikir mengapa Terry bisa membangkang seperti ini.Ivy merasa kecewa dengan sikap Terry. Tentu saja ia merasakan hal itu. Wanita muda itu merasa gagal karena tak bisa mendidik anaknya dengan baik. Ia mendekati Terry dan menaruh tangannya di bahu bocah laki-laki itu. Akan tetapi, sesuatu yang tak biasa terjadi.Terry menepis tangan Ivy tanpa menatap mata ibunya itu. Bocah laki-laki itu memilih untuk menundukkan kepalanya dengan tangan yang terkepal kuat, seolah tengah menahan amarah bisa meledak kapan saja.Karena cara "kasar" pada Terry tak berhasil, Ivy harus menggunakan cara yang biasa ia lakukan. Ivy memeluk tubuh Terry dengan erat. Terry tentu saja meronta ronta sembari mengerang kesal. "Mo
"Buku harian Neva?" Kai bertanya sembari memiringkan kepalanya saat mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Jake. Dahinya berkerut dalam dengan alis yang terlihat menyatu."Darimana kau bisa menyimpulkan jika aku memiliki buku harian Neva?" Tanya Kai lagi menyambung kalimatnya dengan hibur yang terlihat di gigit. Pupil miliknya terlihat bergerak gelisah kesana kemari dengan gerakan yang terlihat tak nyaman saat Jake menyebut kata "buku harian Neva".Jake tersenyum tipis mendengar jawaban dari pria bermata amber itu. Dirinya sudah menduga jika Kai akan sulit untuk diajak bekerja sama.Maka dari itu, Jake kembali melayangkan pertanyaan yang bersifat menjebak untuk mengetes seberapa besar Kai akan menyangkal."Iya. Aku mendengarnya dari Jayden. Katanya kau cukup dekat dengannya kan? Aku pikir, kau pasti tahu atau setidaknya menyimpan buku itu, Kai," ujar Jake dengan nada seraknya, terdengar begitu mendominasi dan juga berkh
Mata Ivanka membuat sempurna saat mendengar perkataan yang terlontar dari mulut Jayden. Wajahnya terlihat memucat dan membeku layaknya patung yang berada di museum. Napasnya tertahan dengan detak jantung yang seolah terhenti.Setelah beberapa saat terdiam, mata indahnya menatap kedua pria yang berada di ruangan itu dengan tatapan intens layaknya seorang detektif yang berusaha mencari kebenaran dari para pelaku kriminal. Ivanka berjalan maju ke depan, mendekat ke arah tubuh Archer hingga tubuh keduanya tak ada lagi jarak yang tersisa. Archer bisa merasakan jika tubuh sahabat perempuannya itu begitu menempel padanya. "Aku yakin kalian hanya menggertakku saja. Mana mungkin pria seperti dirinya menyewa pembunuh bayaran untuk perempuan yang meminta pertanggung jawaban?" Ivanka berkata dengan keras sembari mendongakkan wajahnya ke arah Archer, mengingat tinggi keduanya yang begitu kontras. Padahal, Ivanka sudah menggunakan higheels yang cuk
Steve berjalan kembali ke rumah orang tuanya setelah memastikan jika keadaan sudah aman dan ia tak lagi dikejar oleh kedua orang itu.Dirinya bersyukur karena menggunakan masker dan jaket yang menutupi tubuhnya. Setidaknya, tak akan terjadi skandal yang bisa mencoreng nama baiknya di dunia entertainment.Dirinya pulang pada pukul satu pagi. Steve langsung berjalan ke arah kamarnya yang berada di lantai dua. Saat tengah berjalan di tangga, tiba tiba saja ia berpapasan dengan Flora yang hendak turun dari lantai atas —kebetulan kamar Flora memang bersebelahan dengan kamar milik Ben dan bersebrangan dengan kamarnya— sehingga Steve bisa dengan mudah berjumpa dengan wanita berambut biru terang itu."Kau habis darimana?" Tanya Flora saat menemukan Steve yang memakai baju yang terlihat kotor, penuh lumpur dan berbau air hujan. Mata wanita itu memicing ke arah Steve dengan tatapan menyelidik. Steve tak menjawab pertanyaan itu dan memilih untuk m
Mendengar pernyataan yang terlontar dari mulut Ben, gerakan Ivy menyuapi si kembar terhenti. Wanita itu menoleh, lalu menatap Ben dengan penuh tanda tanya yang terlihat jelas di manik mata hijaunya yang bulat dan begitu jernih."Neva?" Ujar Ivy bertanya kembali ketika mendengar nama itu, merasa asing.Ben menganggukkan kepala, lalu menyimpan sendok yang ada di tangannya ke piring karena ingin mendengar jawaban dari lawan bicaranya."Iya, Neva. Apa kau mengenalnya atau setidaknya pernah mendengar namanya?" Tanya Ben dengan nada serak yang terdengar begitu berat. Ivy terdiam. Wanita itu terlihat memalingkan wajahnya ke arah kedua anaknya lalu menyuapi mereka kembali seolah tengah menghindari pertanyaan itu.Ben merasakan ada hal yang ganjil disini. Ia menatap Ivy dengan tatapan intens. Karena tak kunjung mendapat jawaban, Ben kembali bersuara."Ivy? Kau mendengar pertanyaanku kan?" Tanya Ben lagi. Kali ini, ia menekan tiap kalimat
Terry tampak mengerjapkan matanya mendengar perintah itu. Bocah laki-laki itu memiringkan kepala dengan raut wajah bingung yang tergambar jelas di wajah imutnya."Mommy?" Beo Terry dengan suara pelan, menatap Ben yang saat ini tengah memasang wajah gugup dan juga terlihat tertekan.Ben menghela napas panjang. Ia menurunkan nada suaranya sembari memaksakan senyuman manis di bibirnya yang sedikit menghitam akibat terlalu banyak merokok.Senyum Ben terlihat begitu ganjil dan aneh. Dibandingkan dengan menawan, Terry sendiri akan memilih jika senyum pria yang selalu berseteru dengannya terlihat mengerikan."Iya, Mommy. Bisa kau panggil dia kemari? Ada yang ingin Daddy bicarakan padanya,"Terry tentu tak menurut begitu saja karena ia sendiri tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi disini. Jadi, Terry menatap Ben dengan tatapan intens, yang membuat Ben merasa gugup karena takut akting payahnya ini ketahuan oleh wanita yang sedang berada di seb
Ivy kini tengah berbelanja beberapa camilan untuk si kembar. Matanya dengan cermat melihat setiap jajaran Snack yang berjajar dengan rapi di etalase toko. Sesekali, Ivy juga melihat harga dari Snack itu untuk menyesuaikan kantongnya agar ia tak kekurangan yang di akhir bulan.Terra sendiri memilih untuk mengikuti sang ibu dengan cara menggandeng tangan Ivy dengan erat layaknya lem. Gadis kecil itu takut terpisah dengan Ivy, apalagi si tengah kerumunan seperti saat ini. Mata Terra tampak berbinar begitu melihat jajaran snack kesukaannya di etalase yang berada di hadapannya. Senyuman manis terpatri di bibir mungilnya, memperlihatkan taring mungil yang sama seperti milik Ivy.Terlebih, Ivy mengajak Terra ke etalase yang terdapat banyak makanan kesukaannya dengan kakak kembarnya. Ah, rasanya Terra seperti berada dalam surga dunia melihat para camilan itu."Terra, kau mau memilih yang mana? Yang rasa keju atau yang rasa coklat?" Tanya Ivy se
Setelah semua belanjaan yang yang baru saja mereka beli di bayar oleh Ben—termasuk belanjaan milik Ivy dan Terry—, Ben kembali melanjutkan perjalanannya menuju tempat yang Terry inginkan seperti tawarannya tadi. Pria bermata coklat itu melanjutkan mobilnya dengan kecepatan sedang. Kali ini, suasana mobil tak terasa suram dan dingin seperti sebelumnya.Suasana mobil saat ini begitu hidup, dengan nyanyian riang dari radio yang Ben hidupkan. Selain itu,Terry dan Terra ikut menyanyi di bagian yang mereka hapal.Ivy kini duduk di samping Ben lagi karena Terra menginginkan Terry untuk duduk di sebelahnya. Wanita itu merasa hari ini adalah hari yang membahagiakan untuk kedua anaknya, setelah semua kejadian gila yang terjadi kemarin. Dirinya bersyukur karena senyum manis tak pernah luntur dari wajah si kembar. Wanita itu melirik ke arah Ben, mencuri curi tatapan ketika pria itu tengah menyetir dengan fokus. Harus Ivy akui, Terry terlihat begitu tampan d