Setelah Jeff masuk ke mobil, ia ingin pergi begitu saja.
Chris berlari sekuat tenaga, mengejar mobil yang mulai melaju dengan cepat. "Papa, aku akan ikut denganmu!" pintanya dengan suara yang penuh harap. ia menarik lengan Jeff yang sedang mengemudi.
Namun, Jeff, ayahnya, tak menunjukkan belas kasihan. Ia menarik tangan Chris dengan kasar, membuat anak kecil itu jatuh ke jalan.
"Pergi dari sini, dasar anak pembawa sial!" bentak Jeff dengan wajah memerah. Bentakan itu seolah menusuk jantung Chris yang baru berusia lima tahun. Ia tak mengerti, apa yang telah ia lakukan hingga ayahnya begitu membencinya.
Tak peduli dengan air mata yang membasahi pipi Chris, Jeff langsung menginjak pedal gas mobilnya, meninggalkan anaknya terkapar di sana. Ia sama sekali tidak mencemaskan kondisi anak itu.
Chris merasa tercabik-cabik, hatinya hancur berkeping-keping. Tak bisa ia menahan isak tangisnya yang pecah. "Aku bersalah karena tidak melindungi mama," gumam Chris terisak, merasa bahwa semua kesalahan ini adalah akibat dari ketidakmampuannya melindungi ibunya.
Chris berusaha bangkit dan mengusap air matanya," Kalau adik terjadi sesuatu, Papa pasti akan mengusir kami. Aku harus buat persiapan demi mama," ucap Chris yang berjalan sambil menahan sakit pada kaki mungilnya akibat lecet saat terjatuh. Tidak tahu anak itu menuju ke arah mana dan apa rencananya demi sang ibu tercinta
Malam itu, Chris pulang dengan taksi dan hati berdebar-debar. Begitu sampai di rumah, ia langsung berlari menuju kamarnya yang terletak di lantai atas. Sesampainya di kamar, Chris segera mengambil celengan yang selama ini ia simpan di bawah bantal tempat tidurnya. Tak lupa, ia juga mengambil tasnya dan segera memasukkan laptop yang sangat penting baginya, bersama dengan celengan itu.
"Uang ini bisa ku gunakan untuk keperluan mama, mama sering mengatakan harus ada persiapan sebelum terjadi sesuatu," gumam Chris dengan napas terengah-engah, sambil melanjutkan bergerak cepat sebelum ayahnya kembali.
Dengan hati yang berdebar, Chris berlari keluar dari kamarnya "Aku harus segera ke rumah sakit," batin Chris. Anak itu berlari secepat mungkin dengan cuaca yang mulai dingin memasuki musim salju.
Sementara Jeff masih menunggu di luar ruangan darurat dengan wajah yang cemas dan khawatir. Pria itu mondar mandir tanpa berhenti.
Di saat yang sama Vic Zavierson berjalan dengan santai di koridor rumah sakit. Suasana hening dan dingin membuat langkahnya terasa berat, Dinding-dinding berwarna putih dan pintu kamar pasien yang tampak serupa membuat Vic bingung,
"Bukankah kamar paman itu di sini? Kenapa tidak ada? Apakah aku menyasar?" gumam Vic yang melirik pintu kamar pasien yang di sana.
Vic kemudian menghampiri Jeff dengan langkah ragu, "Paman, apakah tahu di mana kamar pasien 505?" tanya Vic.
Jeff menoleh ke arah Vic dengan wajah kesal, "Jangan mengangguku!" jawabnya dengan ketus, membuat Vic sangat kecewa.
Vic menatap Jeff dengan tatapan kesal, "Paman, aku bertanya dengan baik dan sopan, kenapa kamu menjawabku seperti itu?" tanya Vic dengan suara penuh keberanian.
Jeff kemudian menatap anak itu dan terdiam sejenak, " Kenapa wajah anak ini sangat mirip dengan Viyone?" batin Jeff.
Vic meletakan kedua tangannya ke pinggang, Dirinya yang tidak puas masih bertanya," Paman, beritahu aku di mana kamar 505?"
"Aku tidak tahu, kamu bisa cari sendiri, karena kamu memiliki mata dan kaki," jawab Jeff.
Vic melirik tajam pada pria itu yang suasana hatinya sedang buruk," Paman juga memiliki mulut kenapa tidak bisa menjawab? Percaya atau tidak aku akan menenggelamkan rumahmu!" kata Vic yang kesal dan mengancam.
"Berapa usiamu dan di mana orang tuamu? Berani sekali bicara seperti itu," ketus Jeff.
"Jangan bertanya di mana orang tuaku, Karena papaku adalah orang penting dan tidak akan bertemu dengan paman yang adalah orang tidak penting," jawab Vic yang tidak mau kalah.
"Siapa namamu?" tanya Jeff dengan nada ketus.
"Namaku adalah privosi, Paman tidak layak mengetahui namaku. Kita juga tidak selevel," jawabnya dengan tegas. Vic kemudian melangkah pergi sambil menghentakan kakinya dengan keras.
"Anak yang tidak dididik, Masih kecil sudah tidak sopan," gumam Jeff.
Vic berjalan kesana-kemari di lorong rumah sakit yang panjang, mencoba menemukan kamar 505. Keringat mengalir di dahinya saat ia mengecek setiap pintu, namun masih belum menemukan kamar yang dicarinya. Ia menatap sekeliling dengan frustasi, mengerutkan kening dan berkata pada dirinya sendiri, "Ini rumah sakit atau rumah duka, kenapa sulit sekali menemukan sebuah kamar?"
Di saat yang sama, Chris berlari dengan kencang melintasi lorong rumah sakit, terburu-buru mencari ruangan yang menangani ibunya.
Tanpa sadar, ia menabrak Vic yang sedang berdiri di tengah lorong, dan tabrakan itu membuat mereka berdua terjatuh ke lantai, kesakitan.
"Ahhh, hei, kenapa kamu jalan tidak menggunakan mata?" tanya Vic dengan kesal, sambil mengusap punggungnya yang sakit akibat jatuh.
"Maaf, aku sedang terburu-buru," ucap Chris dengan nada tergesa-gesa, berusaha bangkit dari lantai dan melanjutkan perjalanannya.
Namun, Vic menahan lengannya, memaksa Chris untuk melihat ke arahnya." Jangan pergi begitu saja setelah menabrakku!"
Chris berbalik dan menatap Vic, di saat itu juga kedua anak itu terdiam saling menatap seolah-olah memiliki perasaan yang aneh. Mereka terdiam selama beberapa menit.
"Siapa namamu?" tanya Vic.
"Namaku adalah Chris Hamilton," jawab Chris." Dan siapa namamu?" tanyanya.
"Namaku adalah privosi, Karena identitasku sangat istimewa. Maka, aku dilarang memberitahu nama sendiri," jawab Vic.
"Maksudmu Privasi?" tanya Chris.
"Benar!"
"Aku pergi dulu, Mamaku sedang menunggu," pamit Chris yang ingin beranjak dari sana.
"Kamu tahu di mana kamar 505?" tanya Vic, berharap Chris bisa membantunya.
Chris mengangguk dan menjawab, " Kamarnya ada di ujung sana," jawab Chris sambil menunjuk ke arah ujung koridor.
"Kamu datang dari kanan, kenapa bisa tahu kamar 505 ada di ujung depan sana?" tanya Vic dengan melirik tajam ke arah Chris.
"Sebelumnya aku pernah inap di sini, oleh karena aku tahu di mana kamarnya," jawab Chris.
Vic terdiam saat melihat wajah Chris, anak itu semakin maju mendekati putra Viyone.
"Ada apa denganmu? Aku sedang terburu-buru," tanya Chris.
"Wajahmu mirip dengan papaku. Apakah kamu adalah anak selingkuhannya?" Vic berpikir sembari menatap Chris penasaran!
Chris mengeleng kepalanya dan mengabaikan Vic," Aku pergi dulu!" pamit Chris yang melangkah pergi.Vic masih menatap Chris yang berjalan semakin jauh darinya. "Alis, mata, bibir, hidung dan wajah, kenapa mirip dengan papa?" tanya Vic pada diri sendiri. Dokter kandungan yang menangani Viyone keluar dari ruangan dengan wajah murung dan langkah berat. Jeff yang sudah menunggu di luar segera mendekatinya, wajahnya pucat dan penuh kecemasan. "Dokter, bagaimana dengan bayinya?" tanya Jeff dengan suara gemetar. Hatinya hanya peduli dengan anak yang seharusnya menjadi darah dagingnya. "Maaf, bayinya tidak berhasil diselamatkan," kata dokter itu dengan nada sedih. "Sementara istri Anda sangat lemah karena kehilangan banyak darah. Kami hampir gagal menyelamatkannya." Mendengar kabar itu, Jeff merasa seolah dunia runtuh di hadapannya. "Anakku meninggal? Kenapa bisa gagal? Kalau kamu bisa selamatkan ibunya, kenapa tidak bisa selamatkan anakku?" tanya Jeff dengan nada tinggi, emosi yang ta
Viyone terbaring lemah di atas ranjang dengan wajah pucat pasi. Chris duduk di samping tempat tidur, menatap sedih pada ibunya yang masih belum sadarkan diri. Ia memandang perut ibunya yang sudah kempis, rasa sedih dan penyesalan semakin menyelimuti hatinya. "Adik, Kakak gagal melindungimu dan mama. Sehingga kami tidak bisa datang ke dunia ini," ucap Chris terbata, menahan isak tangis yang mulai menggumpal di kerongkongannya. Chris kemudian mengeluarkan tasnya dan membuka laptop. Ia bersumpah dalam hati untuk mengubah nasib keluarganya. "Aku harus mencari uang untuk mama, kalau papa tidak membiayai mama lagi. Setidaknya aku masih ada uang," gumam Chris sambil mengutak-atik laptopnya dengan penuh semangat. Tetesan air mata Chris jatuh ke layar laptop, namun ia tak peduli. Fokusnya hanya satu, yaitu mengumpulkan uang agar dapat menghidupi ibunya. Tidak tahu dengan cara apa anak 5 tahun itu menghasilkan uang dari laptop yang dia miliki. Ia duduk di lantai dan menyandarkan diri ke temb
"Elvis, kamu keluar dulu!" titah Wilson."Iya, Tuan," jawab Elvis dengan patuh dan meninggalkan ruangan itu.Vic masih sedang menunggu jawaban dari ayahnya itu," Aku sedang menunggu penjelasan Papa. Papa berhutang satu jawaban denganku!" Wilson tersenyum dan menjawab," Papa tidak bermain dengan wanita lain. Kamu jangan mulai bicara yang tidak masuk akal. Kembali ke kamarmu dan belajar menulis dan membaca!""Aku tidak mau belajar, Aku sudah pintar. Belajar hanya membuang waktuku saja. Setelah dewasa aku akan menjadi mafia tampan dan hebat?" jawab Vic dengan membanggakan dirinya."Jangan membantah perintah, Papa! Pergi kembali ke kamarmu!" kata Wilson dengan nada tegas.Vic melirik tajam pada ayahnya," Papa, Lalu kapan kita bertemu dengan mama?" tanyanya."Papa sedang meminta paman Elvis menyelidiki tempat tinggalnya. Mamamu sudah pindah dan kita butuh sedikit waktu," jawab Wilson yang beralih fokus pada layar laptopnya setelah melihat banyak foto-foto unik yang tampil di sana."Iya,
Jeff yang tinggal bersama Meliza di sebuah rumah mewah, Ia menghabiskan beberapa gelas minuman keras. Rasa kecewa dan putus asa setelah kehilangan darah dagingnya yang telah usia 8 bulan dalam kandungan."Jeff, Jangan terlalu sedih! Kita masih muda dan akan memiliki anak juga. Kenapa kamu harus terpuruk hanya karena wanita itu. Semua karena kelalaian dia yang suka ikut campur urusanmu," ujar Meliza.Jeff mengusap wajahnya dan berkata," Kami menikah selama enam tahun dan selama ini aku berharap bisa memiliki seorang anak. Kami menunggu kelahiran anak ini. Tapi, pada akhirnya aku harus kehilangan."Meliza sengaja memprovokasi pria itu yang sedang putus asa," Jangan terlalu sedih. Kamu masih ada aku. Lupakan saja dia. Sekarang kamu tidak ada alasan lagi untuk bersamanya. Anakmu sudah meninggal karena dia. Mungkin saja dia sengaja ingin membunuh anakmu agar bisa membalas dendam karena kita diketahui bersama."Jeff mengepal tinjunya dan menahan emosi, Ia termakan hasutan wanita itu."Perca
"Akhirnya kamu mengatakan yang sebenarnya, Jeff Hamilton, saat itu aku tidak memaksamu menikahiku. Kamu berjanji akan setia padaku. Aku sudah mengatakannya jika suatu saat kamu berubah tolong beritahu aku. Jangan menyakitiku seperti ini. Tapi, apa yang kamu janjikan...Kamu memberiku janji tidak akan ada wanita lain yang akan muncul dalam hubungan kita," ujar Viyone."Saat itu aku merasa sangat kejam kalau aku meninggalkanmu, Padahal dalam hatiku merasa jijik. Apa lagi setelah aku mendapati kamu mengandung darah daging pria itu. Aku tetap berusaha bersabar walau pun aku tidak bisa menerimanya," ujar Jeff.Vivian mengeluarkan air mata dan betapa sakit hatinya setelah mendengar ungkapan suaminya yang dia cintai selama ini."Kau tahu aku adalah korban, Kejadian itu bukan aku yang menginginkannya. Aku disekap dan dibawa ke kamar hotel oleh orang yang aku tidak kenal. Aku berusaha melawan tapi aku tidak berdaya. Aku sangat sakit dan malu. Kamu merasa aku jijik? Aku juga merasakan diriku sud
"Hatiku sakit sekali, Papa sangat tega pada kami. Bagaimana mungkin dia mengucapkan kata-kata yang begitu menyakitkan, seolah kami tak berarti baginya?" batin Chris dengan perasaan yang hancur berkeping-keping. Ia berusaha menguatkan diri, namun tangisnya semakin sulit untuk diredam, begitu pula perasaan sakit hati yang kian menggelayuti dirinya.Viyone menepuk dadanya yang serasa sesak dan sakit, Ia menangis tanpa berhenti. Tanpa dia sadari tangisannya telah didengar oleh putranya yang di luar kamar.***Elvis memasuki Mansion Zavierson dengan langkah cepat, wajahnya tampak tegang. Dia segera mencari bosnya, Wilson, yang sedang duduk di ruang tamu sambil membaca koran. Begitu melihat Elvis, Wilson langsung menutup korannya dan menatap asistennya dengan pandangan tajam. "Bos, Alamat mereka sulit ditemukan. Setelah pindah, alamat rumah mereka tidak ada yang tahu. Tetangga lama mereka sama sekali tidak tahu mereka pindah kemana," kata Elvis. Wilson mengepal tangannya, rasa frustrasi
Di gedung tinggi itu, suasana tegang menyelimuti ruangan pertemuan antar geng mafia. Para bos dari berbagai negara berkumpul, berpenampilan serba hitam dan raut wajah kejam mereka terlihat jelas. Mereka duduk di seputar meja bundar yang dipenuhi dengan makanan dan minuman favorit mereka, menunjukkan kemewahan dan kekuasaan yang mereka miliki. Namun, suasana semakin tegang ketika mobil mewah berwarna hitam yang membawa Wilson Zavierson, Pemimpin Mafia Dragon, tiba di depan gedung. Diiringi beberapa mobil lain yang membawa anggota geng kepercayaannya, Wilson dan Vic melangkah keluar dari mobil dengan percaya diri.Anggota geng lainnya mengikuti langkahnya, membentuk barisan yang membuat mereka terlihat semakin kuat dan menakutkan. Begitu Wilson memasuki ruangan, tatapan dari para bos mafia langsung fokus ke arahnya. Wilson juga ditemani oleh 4 pengawal andalan yang selalu mengikutinya kemana pun. Mereka adalah Nick, Steven, Mike, Ethan. Wilson Zavierson, seorang pemimpin mafia, berjal
Chris melangkah mendekati gedung tinggi yang megah itu, dengan hati berdebar-debar dan rasa penasaran yang memuncak. Saat dia semakin dekat, dia melihat beberapa pria berbadan besar berjaga di pintu masuk gedung. "Adik kecil, kenapa kamu ke sini? Apakah kamu mencari seseorang?" tanya salah satu anggota yang berjaga di luar, dengan tatapan curiga. "Paman, di sini tempat apa? Kenapa begitu banyak mobil mewah?" tanya Chris dengan nada polos, menampilkan rasa kagum di wajahnya. "Di sini tempat mafia berkumpul, Adik kecil, lebih baik kamu pergi sana," jawab anggota tersebut dengan nada keras, berusaha menakut-nakuti Chris. "Apakah aku bisa masuk ke dalam? Aku ingin mencari papaku. Kalau tidak ada, aku akan pergi. Aku hanya akan melihat dan tidak akan menganggu!" pinta Chris dengan nada memelas, berharap bisa meyakinkan pria-pria itu. "Apakah papamu adalah mafia, dan siapa namanya?" tanya mereka. "Papaku bekerja di sini sebagai pekerja harian, Mamaku sedang sakit dan aku ingin men