Chris berusaha menenangkan suasana, tetapi Vic sepertinya tidak peduli dan terus mengeluarkan kata-kata yang membuat suasana semakin memanas. "Mama, adik hanya bercanda, jangan dengarkan apa katanya," ujar Chris sambil menarik lengan Vic, berusaha membuat adiknya berhenti berbicara. "Aku tidak bercanda, aku serius. Semua bibi yang mendekati papa semuanya sangat cantik dan seksi. Bagaimana kalau papa tertarik padanya? Bukankah kita akan segera memiliki ibu tiri," ujar Vic dengan ceplas-ceplos, membuat jantung Chris berdebar kencang, khawatir dengan reaksi orangtuanya. "Vic, dari mana kamu belajar seperti itu? Apakah kamu ingin dihukum?" tanya Wilson dengan nada keras, sambil melirik istrinya yang menatap tajam ke arahnya. Ia merasa khawatir kalau istrinya akan marah dan berpikiran buruk tentangnya. Istri Wilson menatap suaminya dengan ekspresi yang sulit dibaca, membuat Wilson semakin cemas. "Jangan salah paham! Aku dan mereka sama sekali tidak dekat," ujarnya dengan nada yang tega
Di kamar, Wilson dan Viyone berdiri di ruang ganti yang luas, Wilson berdiri dengan tubuh bagian atas tanpa balutan, sementara Viyone hanya mengenakan handuk yang menutupi tubuhnya. Wilson menutup mulut istrinya dengan tangan kanannya. berusaha mencegah suara itu menarik perhatian orang lain di rumah. "Kenapa kau berteriak, apakah ingin semua orang mendengarnya?" tanya Wilson dengan nada serius, matanya menatap tajam ke arah Viyone. Viyone berhasil melepaskan tangan suaminya dari mulutnya, dan ia menghela napas sejenak sebelum berkata, "Kenapa kamu ada di kamar? Kau tahu aku sedang mandi.""Kau sangat aneh sekali, ini adalah kamarku. Kenapa aku tidak boleh ke sini," jawab Wilson, masih dengan tatapan tajamnya. Wajah Viyone merah padam, ia merasa malu dan kesal karena ketidaksengajaan yang terjadi. Suasana di antara mereka menjadi tegang, namun ada rasa canggung yang menyelimuti keduanya. Nick dan lainnya berdiri di depan pintu kamar, raut wajah penuh kekhawatiran. akan keselamata
Wilson menatap mata istrinya, Viyone, yang berkaca-kaca. Perasaan pria itu bagaikan ditusuk belati saat ia bisa merasakan betapa terluka hati istrinya. Dalam sekejap, penyesalan memenuhi hati Wilson dan ia berusaha meminta maaf. "Maaf, aku bukan sengaja ingin menyakitimu, aku hanya bercanda denganmu. Apa yang aku katakan semuanya tidak benar," ucap Wilson dengan tatapan lembut, berharap bisa meredakan emosi istrinya.Viyone menunduk, mencoba menahan tangisnya. Ia merasa kesal dan sedih dengan apa yang baru dikatakan Wilson. "Apa bisa tolong keluar, aku ingin pakai baju!" ujar Viyone dengan suara bergetar. Wilson mengangguk dan segera beranjak keluar kamar, menutup pintu kamarnya. Sementara itu, Viyone berjalan menghampiri lemarinya. Ia membuka pintu lemari yang dipenuhi dengan pakaian mahal yang disediakan Wilson sebelumnya. Ia berusaha menahan perasaan sakit hatinya sambil memilih pakaian untuk dikenakan. Viyone termenung sambil memikirkan ucapan suaminya tadi," Sudah banyak, dan
Tiba-tiba, cahaya matahari yang terang menyilaukan membanjiri kamar. Viyone terbangun dengan nafas terengah-engah, jantung berdebar kencang, tubuhnya basah oleh keringat dingin. Ia menyadari bahwa itu hanyalah mimpi buruk yang sangat menakutkan. "Rupanya hanya mimpi, kenapa aku bisa bermimpi seperti itu?" gumam Viyone dengan raut wajah bingung dan ketakutan. Ia mengusap keringat di dahinya, mencoba mengusir rasa ketakutan yang masih menyelimuti tubuhnya, berharap mimpi itu tak akan pernah menjadi kenyataan.Viyone berdiri di depan cermin wastafel, wajahnya tampak pucat pasi. Bayangan mimpinya masih terngiang-ngiang di benaknya, seolah nyata ia melihat Wilson yang ingin membunuhnya. Wajahnya yang semula cantik dan segar, kini berubah lesu dan muram. "Kenapa hatiku merasa tidak tenang, ada apa sebenarnya? Apa yang terjadi? Apakah terjadi sesuatu padanya?" gumam Viyone sambil menatap wajahnya yang tampak penuh kecemasan di cermin.Beberapa jam kemudian, Viyone menemani putranya yang se
Beberapa saat setelah itu, Wilson meraih ponselnya yang berdering. Ia segera menjawabnya, dan dari seberang sana, terdengar suara Elvis yang sedang menyelidiki Lionel, atasan Viyone. "Bagaimana?" tanya Wilson dengan ekspresi serius. "Bos, sudah dua hari Lionel tidak masuk kerja. Nomornya juga tidak bisa dihubungi," kata Elvis dengan nada khawatir. Wilson merasa yakin apa yang telah terjadi pada Lionel. "Baiklah, Aku sudah mengerti!" jawab Wilson dengan tegas, kemudian memutuskan panggilannya. Ia menghela napas dalam-dalam, mencoba meredakan kegelisahannya. "Bagaimana, apakah Direktur baik-baik saja?" tanya Viyone yang cemas, matanya memandang Wilson dengan harap. "Mungkin apa yang kamu katakan adalah benar, atasanmu terjadi sesuatu," jawab Wilson dengan suara berat, menatap Viyone dengan pandangan yang penuh kekhawatiran."Apakah saat itu Direktur sudah mengalami masalah? Sehingga dia berusaha ingin aku keluar," ujar Viyone.Wilson yang melihat keadaan istrinya yang tak tega dan
Para musuh terdiam dan sedikit cemas dengan jumlah anggota Dragon yang lebih unggul sedang mengepung mereka. Pria yang mengancam Lionel sama sekali tidak ingin melepaskan tangannya dan pistolnya masoh menempel kepala wanita itu."Wilson Zavierson, tidak perlu mengalihkan perhatian kami. Karena kau sudah datang. Kau harus menyerah. Jika tidak maka dia akan mati karenamu!" kecam pria itu sambil melingkarkan tangannya ke leher Lionel dari belakang.Wilson menatap dengan senyuman sinis di bibirnya. Lionel terjepit di antara sekelompok pria bersenjata. Wanita itu semakin ketakutan hingga tubuhnya gemetar.Wilson mengejek, "Sepertinya kamu lebih memilih tempat ini menjadi kuburanmu. Kalau begitu aku kabulkan keinginan!" Ia lalu menjentikkan jari sebagai isyarat untuk Nick yang sedang menunggu perintah dari kejauhan sana. Nick, dengan senapan sniper di tangannya, mengintai sasaran melalui bidikan senjatanya. Napasnya terhenti sejenak saat menemukan titik tembak yang tepat di kepala pria y
Setelah keluar dari kamar Chris, Wilson merasa perlu untuk menyelidiki latar belakang seseorang lebih dalam. Ia mencabut ponselnya dari saku celananya, menekan beberapa tombol, lalu menempelkan ponsel itu di telinganya. "Selidiki siapa istri Markus Salveston!" perintah Wilson dengan tegas, sebelum segera memutuskan sambungan. Dalam hatinya, ia berpikir, "Walau memiliki bekas luka, tapi bukan berarti Viyone adalah Bella Salveston." Tak lama kemudian, ponselnya bergetar, menandakan ada panggilan masuk. Wilson segera mengangkatnya. "Hallo," sahut Wilson dengan suara berat. "Bos, mereka sudah mengakui siapa dalang utamanya," jawab Steven, yang sedang bertugas di markas mereka. Setelah mendengar laporan Steven, Wilson memutuskan panggilannya."Sandez, Ternyata kau adalah orangnya, Kalau begitu aku juga tidak akan ragu membunuhmu!" gumamnya.Keesokan harinya.Vic berlarian di halaman rumah sambil memegang pistol air. Anak kecil itu menembak ke segala arah, membuat suara pistol air terde
Vic yang mendengar suara ibunya, ia pun langsung menghentikan aksinya," Mama!" teriaknya yang berlari ke menghampiri Viyone.Wanita itu kesal karena tubuhnya yang telah basah kunyup," Ahhh....""Vic, kenapa nakal sekali? Siapa yang menyuruhmu melayani tamu seperti ini?" tegur Viyone dengan nada tegas.Vic melirik tajam pada wanita itu," Bibi ini berniat jahat!" Wanita itu terlihat kesal dan tanpa basa-basi langsung membentak Viyone, "Apakah kamu adalah ibunya? Kalau tidak bisa mengajar anakmu kenapa kamu melahirkan dia?" Viyone terkejut dengan nada bicara wanita itu, namun sebelum ia sempat menjawab, Vic yang merasa mamanya diperlakukan tidak adil langsung menjawab"Jangan bersikap kurang ajar dengan mamaku!" bentak Vic sambil mendorong wanita itu dengan kedua tangan mungilnya. Wanita itu terkesiap, dan Viyone buru-buru menghentikan putranya. "Vic, cepat minta maaf!" titah Viyone sambil menatap Vic dengan tatapan tegas. "Aku tidak salah, Ma. Dia yang datang dengan niat jahat," jawa