Karena suara tumpang tindih, teriakan Arya tidak terdengar oleh Swastika. Arya pun segera mendekati mereka dan menarik bahu Brian menjauh dari Swastika kemudian berdiri didepannya dan bersiap untuk memukul wajah Brian sebelum tangannya dihentikan oleh Swastika. "Anda siapa?" tanya Brian yang terkejut dengan kedatangan Arya yang tiba-tiba. "Kamu sudah berlaku tidak sopan padanya" tunjuk Arya pada Swastika yang ada disebelahnya. "Menjauh darinya" ucap Arya tegas. "Apa-apaan sih kamu?" timpal Swastika yang geram dengan sikap Arya. Dan memutuskan untuk mendekati Brian dan menanyakan padanya apakah bahunya sakit atau tidak. "Kamu dilecehkan olehnya" ucap Arya yang seolah ada tanduk muncul diatas kepalanya. "Apanya yang dilecehkan? Dia hanya membantu mengambil bulu mataku yang jatuh disini" jawab Swastika tak kalah geram dengan menunjuk bawah mata kirinya. Tidak ingin merusak acara pesta orang lain, Swastika pun mengajak Brian untuk menjauh tapi Brian justru meminta untuk pulang saja
"Mohon maaf Bapak, Ibu kalau belum ada janji tidak bisa" ucap bagian resepsionis yang tertulis nama Alice di name tag-nya. "Mbak, ini urgent" ucap Balin sementara Elena yang sejak awal sudah malas berada disana hanya duduk di sofa bersama Abi yang masih cemberut. "Mohon maaf Pak. Memang sudah peraturannya seperti itu". "Tolong mbak. Ini urgent menyangkut hidup dan matinya Swastika" ucap Balin mencoba bernegosiasi. Lama mereka berdebat hingga akhirnya Alice menyerah dan memutuskan untuk menghubungi Rama. Setelah mendengar penjelasan Alice, Rama langsung turun ke lobby karena dia tau betul siapa Swastika dan Abi yang dimaksud Alice dan seberapa penting mereka untuk Bosnya, walaupun dia sendiri tidak tau bagaimana masa lalu mereka. Rama masih belum memberitahukan pada Arya karena Bosnya itu sedang makan siang bersama klien di restoran yang tidak jauh dari kantornya. Dia tidak mendampinginya karena ada dokumen yang harus Rama salin dan harus segera dikirimkan."Abi" gumamnya lirih sam
Arya lembur hari ini demi mencari Swastika, dia menitipkan Mamih Ratna pada Luna dan Liana yang saat ini entah ada dimana. Dia juga memantau keadaan Abi melalui Balin dan Elena. Berharap agar Abi bisa menerima semuanya dan mencoba tegar. Walau sekarang Abi jadi lebih pendiam tapi setidaknya dia sudah tidak menangis dan terus-terusan mencari Mamanya. Penjelasan dan penekanan Arya pada setiap kata saat menjelaskan tentang keadaan Mamanya membuat Abi yakin bahwa Mamanya baik-baik saja dan dia juga harus baik-baik saja demi Mamanya. Walau Abi membenci Arya tapi dia masih berharap pada agar Arya bisa menemukan Mamanya dalam keadaan baik-baik saja. "Sudah selesai semuanya?" tanya Liana pada Brian sambil melihat beberapa dokumen. "Sudah. Nanti malam bisa langsung berangkat" jawab Brian sambil mengemas beberapa pakaiannya. Sementara itu, saat ini keadaan Swastika sudah jauh lebih baik. Walau ditubuhnya banyak bekas luka tapi tidak ada yang melukai organ vital dalam tubuhnya. Liana melukai
Rama memberi instruksi pada anak buahnya untuk berpencar dan pergi saat itu juga menuju ke beberapa lokasi tempat kapal-kapal yang sudah berangkat sejak kemarin malam. "Kita pulang dulu saja, besok kita lanjutkan lagi" ajak Rama pada Arya yang sudah lebih dulu duduk dikursi penumpang. Wajahnya kacau, wajah yang semula datar sekarang semakin menakutkan karena bercampur emosi disana. "Siapa sebenarnya mereka?" gumam Arya. "Apa tidak lebih baik jika bertanya pada sahabat-sahabatnya? Mungkin mereka punya petunjuk yang mengarah pada seseorang" ucap Rama dibalik kemudi. Mereka tidak pulang, tapi kembali kekantor. Disana ada kamar rahasia di ruangan mereka yang bisa digunakan pada saat seperti ini. "Nanti akan aku tanyakan" jawab Arya ketus tanpa menatap Rama yang fokus dibalik kemudi. Sementara itu, rombongan Swastika sudah sampai di Malaysia setelah perjalanan yang panjang. Dia yang memang sudah sadar segera berontak dan mencoba kabur beberapa kali saat sedang transit di rest area ata
Dimas bisa membawa Swastika keluar dari wilayah rumah sakit dengan mulus. Sebelum ke bandara, dia mampir dulu ke apartement untuk beristirahat sekaligus meminta Swastika mandi dan berganti pakaian. Dia tidak tau entah sejak kapan terakhir kali Swastika mandi karena dia terlihat lusu walaupun kulitnya tetap terlihat bersih. "Mandilah dulu dan ganti bajumu. Semuanya ada dilemari berwarna biru" ucap Dimas sambil menunukkan letak kamar mandi dan lemari yang dimaksud. "Aku akan memasak. Kamu ada alergi dengan makanan tertentu?" tanya Dimas dan langsung mendapat gelengan dari Swastika. "Good" jawabnya yang kemudian meninggalkan Swastika agat lebih nyaman. Pada awalnya Swastika ragu, dia takut kejadiannya akan sama seperti yang menimpanya beberapa saat yang lalu. Setelah menunggu beberapa lama dan mengamati ruangan itu, Swastika memutuskan untuk melakukan aktivitasnya dikamar mandi. Dia mandi dengan pelan karena luka pada perut dan beberapa bagian di tubuhnya menghambat gerakannya. Entah
Setelah mengetuk pintu, tak lama pintu terbuka. Arya segera masuk dan menyerahkan barang bawaannya pada Balin kecuali kantong yang berisi cemilan. Dia memindai seluruh ruangan tapi tidak menemukan Abi disana. "Mana Abi?" tanyanya masih dengan wajah datar. "Dikamar Mamanya" jawab Elena sambil menunjuk pintu kamar yang berada paling depan. Tanpa mengucapkan terima kasih atau basa basi lainnya, Arya mengetuk pintu itu dua kali dan kemudian membukanya. "Hai Anak Papa yang sedang belajar, boleh Papa masuk?" sapanya dengan mencoba ramah dan tersenyum masih didepan pintu kamar. Sementara Abi tidak bereaksi apapun. Setelah mendekati Abi, Arya melihat sekilas pekerjaan Abi dan menganggukkan kepala karena semua jawaban Abi benar. "Pintar. Ini Papa bawakan cemilan. Dimakan ya. Papa mau mengobrol sebentar dengan Tante Elena dan Om Balin di ruang tamu" ucap Arya setelah meletakkan dua kantong penuh berisi cemilan yang memang sejak dulu dibatasi oleh Swastika. Abi hanya boleh memakan cemilan-c
Tepukan tangan Dimas membuyarkan acara tangis menangis itu. Semua memandangnya heran. "Perhatian semuanya" teriak Dimas diantara kesunyian hinhga suaranya terdengar menggema di seluruh ruangan. Dia kemudian menarik salah satu tangan Swastika dengan paksa untuk berada dekat dengannya. Sehingga mau tidak mau Swastika melepas tangan Abi dan Elena agar mereka tidak ikut terluka karena Swastika dapat merasakan cengkraman tangan Dimas berbeda dengan saat dia menggandengnya di bandara. "Mamaaa" teriak Abi yang tubuhnya ditahan oleh Arya. Dia khawatir Mamanya terluka karena perlakuan kasar Dimas. "Ada apa lagi?" tanya Balin tidak kalah terkejut, dia bahkan siap memukul Dimas kalau saja tidak ditahan oleh Elena dan Arya. Arya tau betul Dimas tidak akan melukai orang lain jadi dia diam saja saat Dimas menarik tangan Swastika. Hanya saja sudah 6 tahun sejak terakhir kali mereka bertemu. Apakah dia masih Dimas yang sama? "Kalian mau dia? Hah, tidak segampang itu. Aku sudah mengeluarkan uang
Arya mengemudi dengan kecepatan tinggi, untung saja saat ini sudah dini hari jadi jalanan tergolong sepi. Dimas yang skill mengemudimya tidak kalah dari Arya bahkan sampai kewalahan mengejarnya. "Dia ya, benar-benar. Kalau ditangkap polisikan bisa gawat" gerutu Dimas didalam mobil sambil celingukan kanan kiri karena akan menerobos lampu merah. Benar seperti dugaannya, Arya pulang ke mansion. Orang-orang di mansion sudah kenal akrab dengan Dimas, jadi mereka semua menyambut Dimas yang sudah beberapa tahun tidak main kesana. Bahkan Dimas berbincang sejenak dengan satpam yang lebih dulu menyapanya. Setelah itu, diapun masuk kedalam rumah mencari Arya. "Hei, apa Mamih sudah bangun? Aku mau menyapa sebentar" ucapnya yang saat berada didepan kamar Mamih Ratna, saat itu pula Arya membuka pintu dan keluar dari sana. "Tidak perlu, Mamih masih tidur" jawab Arya yang berubah ketus tidak seperti saat mereka bertemu di apartemen Swastika. Tanpa mempedulikan omelan Dimas, Arya melenggang masuk