“Gimana mungkin kamu masih saja sibuk bekerja padahal besok aku harus lahiran.”Soraya tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Kala sang suami tiba-tiba bilang padaanya kalau dia tak bisa tinggal malam ini akibat pekerjaan mendadak. Hal yang tentu saja karangan semata agar Arvino bisa memenuhi keinginan Ratu yang malam ini minta ditemani.“Aku minta maaf, sayang.” Vino berkata begitu sambil menggenggam jemari sang istri. “Aku sendiri juga nggak menyangka masalah ini akan muncul tiba-tiba seperti ini. Tapi aku janji sama kamu kalau aku akan menyelesaikan semuanya secepatnya. Sehingga aku bisa ada di sini dan menemani kamu saat nanti masuk dan keluar ruang operasi.”Soraya masih sedikit cemberut dan tampak tak senang. Arvino jadi semakin merasa bersalah dan sebenarnya tak mau meninggalkan sang istri, namun dia tak punya pilihan.“Udah. Biarkan suamimu pergi dulu, Nak. Yang penting kan dia ada di sini pas lahiran.” Dian, Maminya Soraya, akhirnya bersuara sambil mengusap bahu putrinya. “Ma
“Anak kamu laki-laki, Vin. Selamat.”Arvino membeku saat Dokter Gilang mengatakan hal itu begitu keluar dari ruang operasi. Matanya mengikuti seorang bayi yang masih basah yang digendong oleh seorang perawat. Di mana kini ia menangis dengan keras.‘Apa dia benar-benar anakku?’Dibiarkannya perawat itu membawa sang bayi ke ruangan khusus yang telah disiapkan. Nantinya bayi itu menunggu sampai Soraya pun melahirkan, sebelum kemudian dia akan digabungkan dengan bayi yang dilahirkan oleh sang istri.“Wanita itu gimana? Semua lancar, kan?” tanya Vino kemudian.“Ya. Dia baik-baik saja. Dia bahkan kuat menjalaninya dalam keadaan sadar. Oh ya, dia minta kamu untuk menemuinya.”Langkah Vino terasa berat. Sempat ia melirik pergelangan tangannya untuk mengecek waktu. Giliran Soraya kian mendekat.“Udah. Nggak perlu kamu temui kalau nggak mau, karena sekarang yang kita inginkan telah kita dapatkan. Kamu mau segera menemui Soraya, kan? Pergilah. Istri kamu pasti nungguin kamu,” kata Hardean, sang
Di satu titik Soraya membuka matanya. Saat dia melihat ke sekitarnya, dia menemukan orang-orang yang disayanginya berada di sana. Memandangnya dengan ekspresi setengah khawatir dan was-was.“Sayang, kamu udah bangun? Kamu bisa dengar aku?” sapa suaminya sambil mengusap salah satu pipinya.Namun, pikiran Soraya sudah langsung tertuju pada satu hal yang paling penting baginya saat ini. Sesuatu yang harus segera dia ketahui.“Gimana anak kita, Mas?” tanyanya dengan lemas karena masih pengaruh obat.“Anak kita lahir dengan selamat dan sehat sayang—““Anak kalian kembar!”Seruan Dian, Maminya Soraya itu membuatnya kian terjaga. Apalagi saat melihat ekspresi senang dan terharu dari anggota keluarganya yang lain.“K-Kembar?” tanyanya tak yakin.“Ya. Sepasang malah. Satu anak laki-laki dan satunya anak perempuan.”Di saat itu dia mendengar suara tangisan bayi yang mendekat. Hal yang disadarinya karena suaranya bukan hanya satu, tapi seperti dua bayi yang kompak menangis sekeras-kerasnya. Lant
Sekitar dua jam kemudian, Dokter Gilang tampak memasuki ruang inap Soraya. Kebetulan kini hanya tinggal mereka berdua saja di sana karena ketiga orang tua mereka telah pulang dulu untuk beristiarhat setelah tinggal di rumah sakit semalaman.“Selamat ya, Aya. Kamu sekarang resmi menjadi seorang Ibu. Mana anakmu juga kembar sepasang lagi,” ucap Dokter Gilang pada sang pasien istimewa.“Makasih, Om. Semua ini juga berkat pelayanan dari Om serta petugas medis lainnya.” Soraya tak bisa menyembunyikan senyuman sumringah di wajahnya. “Tapi sebenarnya ada yang membuatku heran, Om. Seingatku saat membaca beberapa artikel soal operasi caesar hingga konsultasi dengan dokter kandunganku, katanya aku nggak akan dibius sepenuhnya. Katanya hanya bagian bawah tubuhku saja yang dibius, sehingga aku bisa tetap terjaga selama prosesnya karena aku tidak akan merasakan sakit. Tapi kenapa tadi aku beneran dibuat nggak sadar, Om? Bangun-bangun aku udah melahirkan saja.”Pertanyaan jebakan itu membuat Arvino
“Selamat datang kembali di rumah kita!!!”Arvino tersenyum lebar sambil mengembangkan tangannya. Menyambut sang istri yang baru saja turun dari mobil dan melangkah memasuku pintu masuk utama di kediaman mereka.Ya. Hari ini setelah lima hari dirawat di rumah sakit, Soraya dan sepasang anak kembarnya diizinkan untuk pulang. Tentu saja sang suami kembali mengambil jadwal cuti di kantor demi mendampinginya.“Kamu pasti capek lama-lama berdiri, Ya. Ayo… duduk,” kata mertua wanitanya, Indah, seraya menggandeng sang menantu. Membantunya untuk mencapai tempat duduk terdekat.“Makasih, Ma. Aku udah merasa lebih baik kok, Ma. Jahitannya udah semakin mongering.”“Syukurlah.”Tak lama kemudian Vino kembali membawa bersama dengan dua perawat yang menggendong Nala dan Naka. Di mana kedua bayi itu tampak tertidur dengan tenang walau telah melakukan perjalanan pertama dari hidup mereka dari rumah sakit ke rumah.“Astaga, cucu-cucu kesayanganku akhirnya pulang ke rumah ini. Aku nggak sabar melihat tu
Lima tahun kemudian. Sekitar dua bulan yang lalu.Wanita bertubuh seksi itu tampak baru keluar dari salah satu terminal kedatangan di Bandara Internasional Seokarno Hatta. Tangannya tampak menyeret sebuah koper.Di tengah kesibukan orang-orang di sekitarnya, langkahnya lalu berhenti seketika. Saat matanya menangkap layar TV yang sedang menanyangkan sebuah berita.‘Seminggu semenjak pebisnis Hardean Nicko Bentala tewas karena ditembak oleh mantan karyawan yang sakit hati padanya. Kini kabarnya putra tunggal mendiang, Arvino Hardean Bentala ditunjuk sebagai pengganti posisi ayahnya sebagai CEO dari Bentala Corp. Arvino akan kembali bekerja senin depan, setelah masa berkabung keluarga besar Bentala selesai.’Senyuman licik di wajah perempuan itu pun terlihat. Dia tampak membuka kacamata hitam yang terpasang di wajahnya, sehingga kita dapat melihat wajahnya. Lalu seperti yang mungkin sudah ditebak. Sosok itu tak lain merupakan Ratu.Tak banyak hal yang berubah dari perempuan itu. Tentu sa
Senin pagi ini menjadi sedikit berbeda bagi pasangan suami istri yang telah bersama selama lima tahun lebih itu. Tentu saja mereka harus bangun pagi dan mempersiapkan sang kepala keluarga yang harus pergi bekerja, namun nuansa dan ketegangannya berbeda. Apalagi di wajah Vino.“Kenapa Pak CEO? Kamu gugup ya di hari pertama bekerja dengan jabatan baru?”Soraya menggoda Vino setelah memasangkan dasinya. Tersenyum saat memandang wajah pria itu lagi.“Ya… gimana nggak gugup, sayang. Selama ini aku hanya berfokus dengan posisiku sebagai Direktur di bidang pemasaran, lalu kini aku disuruh untuk menempati posisi yang tanggung jawabnya jauh lebih besar. Maksudku… tentu saja dari dulu aku selalu dilatih dan dipersiapkan untuk menggantikan posisi Papa, tapi aku tak mengira bakal secepat ini. Aku pikir masih ada waktu hingga belasan tahun lagi.”“Namanya kan juga musibah, Mas. Kita semua nggak bakal tahu kalau Papa akan pergi secepat itu.” Soraya tersenyum miris. “Tapi kamu pasti bisa kok, Mas. K
“Apa menjadi Presdir itu berarti… Papa akan lebih sibuk dan jarang pulang ke rumah, Mama? Sama seperti kakek dulu yang bahkan sering tidak ikut makan malam dengan kita?” Pertanyaan polos Nala itu membuat Soraya sedikit melirik ke spion dalam yang menggantung di bagian depan mobil. Kebetulan karena mereka tengah berhenti di lampu merah, jadi Soraya yang tengah menyetir bisa mengalihkan fokusnya dari jalanan sejenak. “Hm… tentu saja Papa bakal jadi lebih sibuk dari biasanya, Papa juga akan lebih sering dinas di luar hingga bermalam, tapi… yang pastinya Papa akan berusaha untuk tetap meluangkan waktu untuk kalian,” sahut Soraya sambil tersenyum. Kedua bocah itu serempak menghela napas berat tak terima. “Tenang saja, anak-anak. Papa itu sangat sayang sama kalian, sehingga sesibuk apapun Papa pasti tidak akan pernah membuat kalian kesepian. Jadi kalian jangan mengkhawatirkan apapun. Kita dukung Papa dengan posisi barunya, oke?” tanya Soraya dengan nada riang sambil menyemangati keduanya