Sejak pagi Arnella sibuk dengan ponselnya, memastikan semua siap untuk hari pernikahan putra kesayangannya. Hari ini Arnon akan menikah. Semalam, saat pertemuan Arnon pergi diam-diam karena sakit perut. Pagi sekali, dia mengirim pesan menanyakan bagaimana keadaan Arnon. Arnon hanya menjawab singkat, aman. Arnella lega. Itu artinya Arnon baik-baik saja. Pernikahan akan dilangsungkan pukul empat sore dan langsung dilanjutkan resepsi hingga malam hari. Arnella terlihat penuh semangat dan gembira. Dia ingin semua orang tahu, kejayaan Hendrawan makin berkibar. Arnon, chef sukses dengan beberapa restoran mewahnya akan mempersunting putri salah seorang dokter terbaik di kota ini. Arnella bisa menunjukkan pada istri pertama dan kedua Ardiansyah, yang tak pernah mau mengakui Arnella, kalau Arnella sama berkelasnya seperti mereka. Dia tidak bisa diremehkan lagi. "Baiklah, hari ini akan kita buktikan, kalian tidak bisa menganggap aku rendah lagi. Aku tetap Nyonya Hendrawan. Dan putraku, pant
Begitu Fea turun dari mobil para awak media berusaha mendekat. Tapi sekuriti dengan sikap menghalangi, memaksa mereka berdiri hanya pada batas yang diberikan. Di depan pintu utama gedung, Riko berdiri menunggu Fea. Pria itu terlihat gagah dan tampan dengan setelan lengkap. Hatinya pun sedikit bergejolak, menantikan apa yang terjadi saat keluarga kedua mempelai dan seluruh yang hadir tahu jika mempelai wanita ternyata berbeda orang. "Selamat datang." Senyum Riko merekah, dia memandang Fea yang tepat ada di depannya. Tidak terlihat begitu jelas, tapi pasti wanita cantik yang tengah melihat pada Riko. "Aku gugup sekali, Pak." Fea bicara di dekat telinga Riko. Riko makin lebar tersenyum. Dari suaranya sekarang dia yakin, Fea memang yang ada di sisinya dan bersiap menuju altar, menemui Arnon yang ada di sana. "Kamu siap?" tanya Riko. "Uuffhh ... ya, aku siap." Fea memegang lengan Riko. Pemimpin acara yang melihat pengantin wanita ada di depan pintu memberi arahan agar semua hadirin b
"Papa, aku sudah katakan, aku cinta Fea, tidak mungkin aku menikahi Stefi. Jika Papa di posisiku, apa yang Papa lakukan? Memilih wanita yang Papa cintai atau melepasnya demi harta yang sebenarnya ga perlu dikejar?" Dengan tegas Arnon berkata pada Ardiansyah. Ardiansyah menegakkan badannya. Dia melihat Fea yang memandang padanya dengan sedikit takut. Wajah gadis itu begitu lembut. Ardiansyah tahu, Fea pasti tulus cinta putranya. Ardiansyah kembali melihat pada pendeta dan mengangguk, meminta acara dilanjutkan. Dia mengatakan siapa mempelai wanita yang bersanding dengan Arnon. Pendeta itu sangat terkejut. Ini tidak pernah terjadi selama dia melayani pernikahan, bahwa mempelai wanita yang datang berbeda dengan yang didaftarkan sebelumnya. Pendeta maju dan mendekat pada Arnon dan Fea. Dia memastikan bahwa kedua mempelai siap meneruskan acara. Arnon dan Fea memberikan jawaban mereka. Kemudian pendeta itu kembali ke tempatnya semula. Lalu Ardiansyah kembali duduk di kursinya, di sisi
Upacara pernikahan selesai. Suasana tidak menyenangkan dan penuh kemeriahan sebagaimana pesta pernikahan umumnya. Deasy dan keluarganya tidak menyalami Arnon dan Fea. Tidak juga menghampiri Arnella dan Ardiansyah. Mereka langsung meninggalkan tempat itu, tanpa mengatakan apa-apa. Antara marah dan malu, itu yang Deasy rasakan. Deasy harus bertemu Stefi dan meminta penjelasan pada putrinya tentang yang terjadi hari ini. Dari pesan yang dia terima, Deasy sangat yakin, Stefi sudah mengatur semuanya. Tapi kenapa harus begini? Apa Stefi tidak berpikir, orang akan mencemoohkan dia. Berita simpang siur bisa saja terjadi. Apalagi keluarga Hendrawan yang merasa dipermalukan. Mereka bisa menyerang Stefi dan menghancurkan hidupnya. Tentu saja, awak media terus merubung dan mencari tahu apa yang terjadi. Beberapa tamu yang hadir juga jadi sasaran pertanyaan mereka. Para tamu itu menjawab apa yang mereka tahu, lalu mulai dibumbui ini itu sesuai pemahaman mereka yang muncul di pikiran mereka. "Sel
Kata-kata Arnon membuat Fea melongo. Bukan Fea tidak tahu soal gaun tidur yang seksi, tapi Fea tidak biasa mengenakan pakaian tidur seperti itu. Dia suka yang simpel saja. Dia bawa baju ganti yang dia punya. Apakah wajib, kalau pengantin harus memakainya? "Aku ... ga punya. Ini baju tidurku. Adem buat dipakai." Fea memandang Arnon. Senyum Arnon mengembang lagi. Dia melebarkan tangan merangkul Fea. Kalau saja dia tahu Fea sepolos ini, Arnon yang akan menyiapkan lingerie buat Fea. Dia bisa pesan pada Stefi atau salah satu asistennya. "Nggak apa-apa. Malam ini aku ampuni. Besok, akan beda ceritanya." Arnon menempelkan pipinya pada pipi Fea. "Ih, apa dosa ga pakai gaun tidur seksi? Aneh, deh." Fea melirik Arnon, masih dengan pipi mereka menempel. "Aku makin gemes sama kamu, Fea. Hmm ..." Dan dengan cepat, Arnon memegang wajah Fea, mencium lagi bibir mungil Fea. Fea agak terkejut dengan serangan tiba-tiba Arnon. Tapi dia tidak mengelak. Kali ini Fea mencoba lebih berani dan membala
Rumah di ujung jalan itu tidak begitu besar, tapi bagus dan megah. Sebuah mobil masuk ke halaman dan langsung ke garasi. Dari dalam mobil itu seorang pria tampan dan gagah turun, diikuti seorang wanita dengan rambut ikal sebahu. Cantik dan menarik. Keduanya masuk ke dalam rumah lewat pintu samping. Ruangan yang mereka masuki adalah ruang keluarga, bagian luas dari rumah itu, nyaman dan sejuk berada di sana. "Ini rumahku, Stefi. Aku tinggal dengan ibuku. Hanya berdua. Aku harap kamu akan betah di sini." Irvan memandang Stefi yang berdiri mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan itu. "Rumah kamu apik. Nice." Stefi tersenyum. "Ya, ini rumah orang tuaku, tapi sudah aku renov tahun lalu. Kamu bisa pakai kamar sebelah sini." Irvan melangkah menuju ke kamar tamu yang berjajar dengan ruang keluarga. Stefi mengikuti Irvan. Pintu kamar terbuka dan Stefi bisa melihat kamar tamu terlihat luas karena penataan interior yang baik meskipun ruangan tidak
Fea menggerakkan badannya, tapi ada sesuatu yang menahan dan terasa berat. Fea membuka mata. Wajah tampan yang begitu dekat ada di depannya. Dada Fea seketika berdebar. Arnon, tidur, tampak pulas. Tangan pria itu memeluk pinggang Fea. Fea tersenyum. Semalam rupanya dia tertidur saat menunggu Arnon mandi. Acara istimewa malam pertama lewat. Fea masih mengenakan baby doll utuh. Arnon juga memakai kaos meski tanpa lengan. "Suamiku ..." lirih Fea berucap sambil tersenyum. "Kamu tampan sekali. Tidak salah Tuhan memenuhi hatiku dengan cinta untuk kamu." Fea menyentuh lembut pipi Arnon. Tidak ada gerakan. Arnon benar-benar terlelap. "Apa semalam kamu ga bisa tidur?" bisik Fea. "Maaf, malam pertama kita berlalu begitu saja." Pelan-pelan, Fea memindahkan tangan Arnon. Dia turun dari ranjang dan menuju interkom di meja kecil dekat meja rias. Fea memesan makan pagi dan minta dibawakan ke kamar. Dia mau buat kejutan buat Arno
Kemewahan dan kekayaan tidak menjamin kebahagiaan. Tidak jarang kebahagiaan justru hadir dalam kejadian-kejadian kecil di sekitar kita. Jika kita menyadarinya, selalu ada keajaiban yang hadir dalam hari-hari yang kita lewati. *** Perlahan pesawat mulai mengangkasa. Menerjang angin dan menembus awan-awan. Fea sedikit gemetar. Tangan dan kakinya terasa dingin. Tapi wajahnya terasa panas. Dia memegang lengan Arnon kuat-kuat. Pengalaman pertama naik pesawat, Fea sangat tegang. Arnon tersenyum tipis melihat Fea sampai sedikit pucat. Dia membiarkan Fea meremas lengannya dengan kepala menempel di dada Arnon. "It is okay, Honey. You are safe." Arnon berbisik. "Aku takut." Fea bergumam. "Posisi pesawat sudah stabil. Lihatlah." Arnon menunjuk keluar jendela. Perlahan Fea mengangkat kepala dan mengarahkan pandangan ke arah yang Arnon tunjuk. "Wow, cantik. Cantik sekali. Awan dekat sekali, Arnon." Rasa takut Fea perlahan memudar. Dia berusaha menikmati suasana di sekitarnya. Se