Di dalam ruang sidang, pengesahan adopsi telah usai. Kevin yang berdiri di antara Ronald dan Ann memberikan selamat atasnya. "Bro, setidaknya kamu bisa memperbaiki penyesalan pada Marsha." Tuturnya seraya menuntun mereka ke luar dari ruangan.
Sidang adopsi memang tidak serumit sidang kriminal lainnya. Hanya membutuhkan beberapa saksi dan dokumentasi saja.
Hati Ann sangat puas dibuatnya seolah dirinya sudah terlepas dari sosok ayah yang dibencinya dari semenjak kecil.
Mata Julia memperhatikan wajah anak asuhnya ini, nampak dia seperti sedang memikirkan sesuatu, "Pikiran lagi ke mana, Ann?" sapanya sambil merengkuh bahu mungilnya.
Ann membalikkan badannya, "Ann, puas dengan ini! Madam Julia!" jawabnya sambil menatap wajah keriput wanita yang telah membimbingnya dalam segala hal.
Mendengar perkataan dari Ann, Julia hanya menghela napas pendek. Dia semakin yakin kalau jiwa Ann sudah dirasuki kebencian.
Degup jantung Natalie berdebar kencang, dia kini merasakan kebimbangan, sementara tangannya mengelus perutnya tanpa membuat kesimpulan. Tiba-tiba Carine menghampiri dari belakang, "Nat, kamu masih muda untuk menyia-nyiakan usiamu!Percayalah perkataanku," Carine meyakinkan."...ayo kita pulang...aku kasih kamu waktu semalam untuk berpikir!" ajak Carine menambahkan.Tidak ada pilihan kendati masih dalam keadaan bingung, tidak seimbang dan resah. Natalie melangkah mengikuti Carine yang sudah berjalan terlebih dahulu ke mobilnya. Tiba-tiba Sabela mendekat ke arah Natalie, "Kamu harus ikuti kata hati,atau kamu akan menyesal!" bisiknya. Natalie hanya menoleh disertai anggukan.Tidak begitu lama, Natalie dan Carine sudah berada di depan parkiran rumahnya. Natalie langsung masuk ke dalam kamar begitu saja, sedangkan Carine mengerti apa yang dirasakannya. Namun dirinya seolah sedang menikmati kegalauannya itu, dia hanya mengulas senyuman sinis sambil melangkah ke anak ta
Setelah itu Juan kembali ke rumah dengan senyuman penuh kepuasan. Ya, Juan hanya tersenyum di saat pikirannya pada sosok Ann yang dia temui pertama kali di ladang milik pamannya beberapa tahun lalu.Sosok Juan yang dingin dan serius, disebabkan oleh ajaran disiplin dari semenjak dia bayi. Erick Monterra dan Catherine adalah sosok keluarga yang sangat sempurna. Mereka benar-benar merencanakan dari pertama kali hendak memiliki anak, bukan hanya itu saja penerapan pola pikir pun disesuaikan oleh keinginan mereka berdua. Hingga akhirnya terbentuknya jati diri Juan Derriel seperti sekarang, dia tidak banyak berbicara. Apalagi melakukan sesuatu harus dengan waktu yang tepat, terlebih lagi dia tidak ke luar dari rumah untuk hal yang tidak penting. Ditambah Erick selalu memantau gerak-gerik anaknya dengan memasang mindset dalam dirinya, 'Selama kamu membuang-buang waktu percuma, kamu tidak akan menjadi apa-apa!'***Di dalam apartemen lantai lima belas ini Ann sedang me
Sore hari pukul 17: 37 Ann sudah berada di airport diantar oleh orang-orang yang menyayanginya termasuk Julia, Nancy dan tidak ketinggalan Maria kendati dia pernah membuat Ann tersiksa oleh perbuatannya.Melihat gadis belia ini akan pergi meninggalkan Selandia Baru untuk mencapai cita-citanya, Maria tiba-tiba datang menghampiri lalu meraih jemari Ann. "Ann, tidak ada kata-kata lain selain kamu pasti menjadi anak sukses. Maafkan aku, maafkan ayahmu dan kakakmu Natalie!" ucapnya membuat Ann sedikit agak terkejut.Maria berbicara kembali, "Suster pernah berbuat jahat padamu, Ann! Tapi, kamu sabar menghadapinya! Maka perlakuanlah hal serupa untuk mereka!"Ann tidak bereaksi apa pun, selain mengelus halus punggung gemuk tangan Maria. Lalu melangkah ke arah Antonio selaku pendamping dari sekolah The Youth sampai Ann ke Jerman.Ronald memeluk tubuh Ann untuk yang kesekian kalinya. "Jaga diri di sana!" bisiknya.Ann mengangguk lalu
Ann menghampiri Rania, dengan cepat mengambil buku yang ada di tangannya. Kemudian dia membuka lembar per lembar buku tersebut dan membaca paragraf demi paragraf tanpa ada yang terlewati, 'Ini tulisanku!' hati Ann berbicara."Juan Derriel?" ucap Ann sambil mengelus halus sampul buku yang dicetak glossy mate ini.Ann tersenyum melihat ilustrasi sampul buku yang persis dirinya ketika di ladang dan sedang berlari karena mendengar suara minta tolong yang berasal dari rumahnya.Sylvie mengelus pundak Ann sambil bertanya, "Artinya kamu sudah menerbitkan buku?"Ann tidak menjawab pertanyaan dari Sylvie dia segera menulis alamat perpustakaan Stockholm yang menerbitkan buku tersebut dan bergegas pergi meninggalkan mereka berdua.Perjalanan yang lumayan melelahkan kalaupun hanya 200 meter jarak antara asrama ke perpustakaan ini. Karena Ann ke sana dengan berlari.Tepat di depan bangunan persegi panjang dengan halaman park
Zayn masih bergeming dengan posisi menghadap ke arah pintu lift.Melihat itu Natalie tersenyum agak keheranan, dengan cepat tangannya menarik lengan dokter tampan ini agar masuk ke dalam lift yang saat ini berposisi terbuka karena ditahan oleh kakinya. "Masuk dulu aja! Natalie buat cake chocolate loh!" ajaknya.Zayn masuk ke dalam lift dalam keadaan masih terpaku, walau inilah yang sebenarnya dia inginkan. Matanya melirik ke arah Natalie yang berdiri di sebelahnya.Pintu lift terbuka.Tetapi Zayn masih saja berdiri, entah kenapa dia canggung dan tidak selincah juga seberani seperti sedang menangani pasiennya."Dokter ini kenapa?" ucap Natalie sambil menggenggam jemarinya lalu menarik ke luar dari lift. Kemudian dia masuk ke dalam apartemen."Duduklah dokter, suka espresso? Atau Natalie buatkan yang lain?" tanya Natalie sambil menatap ke arah wajah kikuk Zayn.Zayn menjawab datar, "Espresso wit
Ronald tidak menjawabnya tapi malah pergi ke dalam kamarnya. Lalu kembali dengan memberikan satu map berwarna coklat. "Aku tidak ada maksud untuk mempermalukan atau menghindar. Hanya saja tidak ingin kita menikah, namun perasaan dan pikiranku pada orang lain," jelas Ronald.Reina tidak mengambil map tersebut, dia masih tidak percaya dengan yang Ronald tuturkan. Spontan dia duduk di atas kursi kecil yang ada di dekatnya.Ronald mengerti dan memahami kalau diri Reina sedikit agak kecewa dan semua karena ulahnya. Maka sebagai gantinya adalah seperempat aset miliknya diberikan pada Reina."Kalau kamu mau tetap di sini, nanti jangan lupa taruh kunci rumah di tempat semula! Jangan lupa bawa map itu!" ucap Ronald sambil ke luar dari apartemennya.Setengah jam Reina termangu dan bergeming. Dia pun mulai menggerakkan tangan mengambil map yang ada atas meja di depannya lalu membukanya. Di dalamnya ada surat tanah dan satu buah tabungan
Setelah beberapa saat terjaga Natalie pun akhirnya tertidur pulas dengan segala rencana-rencananya.Sementara di dalam ruangan Zean, dia sangat kalut akan pesan masuk yang diterimanya. Napasnya turun naik tidak beraturan.Begitu pula dengan Carine, dia mulai sangat cemas dan ketakutan jika semua rahasia yang dia tutupi terbongkar."Siapa dia?" ucap Carine sambil menuruni tangga.Didengar oleh Zean, "Rine, di mana Natalie?" tanyanya gusar.Carine hanya menoleh, "Kamu mau menemuinya? Kamu dan dia belum menikah! Tidak malu kah?" gertaknya penuh amarah.Zean terdiam dan kembali memikirkan akan pesan-pesan kaleng yang diterimanya. 'Sekarang aku diambang kehancuran! Siapa dia? Mau apa?' gumamnya dalam senyap.Sedangkan Carine segera melajukan mobilnya dan pergi ke Jacob temannya yang mengerti ilmu IT, dia hanya ingin tahu siapa mengirimkan pesan ancaman tersebut.Di tengah-tengah jalan, pikiran Car
"Kak Joseph, Ann ada kelas sekarang! Nanti sore ke sini lagi!" ucap Ann spontan sambil bergegas ke luar dari perpustakaan.Melihat itu Juan dengan cepat mengikutinya. "Hey! Ann... tunggu!" Namun Ann tidak menghiraukan itu, dia berlari dengan cepat langsung masuk ke sekolah dan masuk ke dalam kelasnya.Sedangkan Juan masih memperhatikan gadis impiannya itu, kemudian masuk ke dalam gedung sekolah lalu masuk ke salah satu ruangan."Hey, Juan!" sapa Mike kaget melihat cucu kesayangan dari pemilik sekolah ini datang."Kakekmu yang menyuruhmu ke sini?" tambah Mike sambil menghampiri Juan yang sedang duduk di atas sofa.Juan bergeming sejenak. Tak Begitu lama dia pun mengeluarkan suaranya, "Tak ada urusannya dengan kakek, aku ke sini karena ada temanku yang sekolah di sini."Mike tertegun. "Teman? Anak SMA?" singkatnya tidak percaya, karena dirinya mengetahui kalau anak dari omnya ini sangat memilih teman