"Mas, aku takut!" Itu yang Karina ucapkan ketika ia merasakan betul milik suaminya sudah terbenam sempurna dalam tubuhnya.
Inilah sisi lain Yudha! Sisi yang menunjukkan bagaimana Yudha menjadi begitu liar dan tidak terkendali saat mereka tengah melakukan 'hal ini'. Sisi yang mungkin hanya Karina yang tahu dan menikmati semua sisi Yudha yang selalu berhasil membuatnya takluk dan terkulai lemas.Yudha menempelkan telunjuk di bibir Karina yang memerah dan sedikit bengkak oleh perbuatannya. Senyum tipis tersungging, menambah kadar ganteng wajah lelaki yang biasanya terlihat seram di mata Karina."Kita nikah tercatat negara, apa yang kamu takutkan?" Bisik suara itu begitu lirih, Yudha masih diam, belum bergerak meskipun miliknya sudah terbenam sempurna di dalam sana."Ya tapi ini kan kost cewek!" Tentu itu yang Karina takutkan. Tidak ada laki-laki yang boleh masuk ke dalam kecuali tukang servis AC, servis pipa dan tukang yang membenahi bangunan rum"Udah ah! Ayo balik!" Karina menarik tangan sang suami yang malah terlentang pasrah di atas ranjang. Mungkin ini pertama kalinya dalam sejarah kamar kost putri milik Bu Dyah digunakan penghuninya untuk memadu cinta. Bu Dyah orang yang sangat ketat, jadi tidak ada satu pun orang yang berani melanggar aturan kost kalau tidak ingin diusir dari sini. Dan Karina baru saja melakukan satu dan sekian banyak aturan terlarang yang ibu kostnya terapkan. Yudha lantas bangun, duduk di tepi ranjang dengan baju yang belum dia betulkan. Nampak wajah itu masih begitu payah dengan bersimbah peluh. Sementara Karina, ia sudah kembali rapi dan beres membersihkan diri. Untung saja dia dalam masa tidak subur sekarang, kalau tidak ... Karina mungkin akan mendapati dus garis merah di testpack yang dia gunakan. "Jadi gini rasanya main takut ketahuan ibu kost ya? Memacu adrenalin." Ujar Yudha santai lalu memungut pakaian bagian bawah miliknya dan membawanya masuk ke dalam kamar m
"Mau ku antar lapor polisi?" Karina menepuk lembut pundak Heni yang masih terisak. Dia baru saja mengalami kejadian yang tidak mengenakkan. Atau bisa dibilang kejadian buruk yang benar-benar membuat Heni syok bukan main dan hampir saja jatuh dari motor yang dia kendarai. Tiba-tiba ada yang meremas dadanya ketika tengah berkendara di jalan? Wanita mana yang tidak syok? "Aku nggak hapal plat nomornya, ciri-ciri lelaki itu bagaimana aku juga tidak ngeh. Aku terlampau terkejut dan syok tadi, Rin." Heni sudah lebih tenang, namun ia masih nampak lemas, membuat Karina tidak tega membiarkan Heni sendirian. Karina menghela napas panjang, bukan salah Heni kalau begitu syok, Karina mungkin kalau ada di posisi Heni juga akan sama syoknya. "Minum dulu, Hen. Biar lebih lega." Kembali Karina menyodorkan secangkir teh hangat buatannya. Heni mengangguk, menerima secangkir teh dan menyesap cairan hangat itu untuk sekedar melegakan sesak yang dia rasak
"Jadi ... Kamu belum jawab pertanyaanku kemarin!" Mendadak syok dan segala macam dampak dari pelecehan yang Heni alami lenyap seketika. Ia melirik Karina yang duduk di sampingnya membawa mobil milik sang suami. "Apa lagi sih, Hen? Apa?" Karina melirik sekilas, wajahnya mendadak kesal. Ia tahu kemana arah bicara Heni. Bukankah kemarin dia menanyakan suatu hal kepadanya? Sesuatu yang bagi Karina begitu privasi dan cukup Karina dan Yudha yang tahu. Senyum Heni merekah, ia bersandar dengan santai di mobil, menatap Karina yang entah mengapa di mata Heni sekarang jadi lebih dan makin dewasa. "Apa yang membuatmu berubah pikiran?" Tanya Heni to the poin. "Kemarin kamu mati-matian pokoknya mau cerai dari suamimu, sekarang ... Kayaknya bukan cuma dokter Yudha yang bucin sama kamu, kamu sendiri aku lihat juga begitu."Heni kenal betul dengan Karina. Tentu dia tahu betul perubahan-perubahan dan bagaimana Karina ketika tengah jatuh cinta. Dan Heni melihat i
"Besok Mas udah harus kerja nggak apa-apa, kan?" Yudha melirik sang istri, mereka sudah dalam perjalanan pulang dari kost Heni sekarang. "Ya nggak apa-apa dong. Masa iya Mas mau kerja aku larang sih?" Karina kini duduk di samping supir setelah beberapa saat yang lalu dirinya lah yang jadi supir. "Aktif koas baru minggu depan, kan?"Karina mengangguk pelan, "Iya ... Nggak sabar mau koas." Desis Karina sambil mencoba membayangkan bagaimana asyiknya masa koas nanti. Kata dua Bangke kesayangan Karin, koas adalah masa yang indah untuk dikenang tapi tidak untuk diulang. Kalau ditanya suka-duka, kata mereka banyak dukanya. Sejak kapan jadi keset itu menyenangkan? Begitu jawaban mereka ketika Karina tanya kesan mereka selama kepanitiaan klinik.Mungkin kalau mereka kepaniteraan klinik di rumah sakit tempat orang tua mereka bekerja, tekanan dan beban yang akan mereka terima tidak akan sekuat dan sekeras apa yang mereka dapatkan di RS tempat me
"Eh, apaan sih, Mas?" Karina setengah berteriak ketika Yudha lantas menariknya masuk ke dalam rumah. "Nurutin mau kamu!" Yudha mempererat genggaman tangannya, menarik sang istri masuk dan naik ke lantai atas. Mata Karina membulat, jangan bilang kalau ... "Lepas ih! Aku nggak mau!" Karina mencoba berontak. Urusan sama om-om mesum itu ternyata bahaya juga rupanya. "Nggak ada nggak mau! Kamu yang mulai kok. Sekarang tanggung jawab!" Yudha terus menarik istrinya naik ke lantai atas. Sudah cukup dia berkeringat dan memanas sepanjang perjalanan tadi, dan sekarang dia ingin melampiaskan semuanya! "Ya tapi kan ... Aduh, Mas! Lepas!" Karina hanya iseng tadi, gemas saja memainkan milik Yudha yang entah mengapa rasanya akan menjadi sebuah hobi baru Karina setelah ia menikah. "Nggak ada tapi! Pokoknya sekarang tanggung jawab, oke?" Yudha membuka pintu kamar, membawa istrinya masuk dan mengunci pintu kamar rapat-rapat. Karina
Yudha tertegun ketika keluar dari kamar mandi dan mendapati sudah tersedia satu stel baju di atas ranjang. Kamar pun sudah rapi, tidak mungkin kalau Mbok Dar yang melakukan. Asisten Yudha itu belum kembali dan jangan lupa, bukan kebiasaan Mbok Dar membersihkan kamarnya ketika dia belum pergi bekerja. Yudha bergegas meraih satu steel kemeja dan celana bahan ketika kemudian pintu kamar terbuka. Nampak Karina muncul dengan kondisi yang sudah tapi dan cantik. Membuat senyum Yudha merekah sempurna. "Makasih, Sayang!" Gumam Yudha sambil mulai memakai celananya."Makasih buat?" Mata itu membulat, menampilkan wajah yang begitu menggemaskan di mata Yudha. "Udah disiapin baju ganti."Karina kontan nyengir. Ia duduk di tepi ranjang sambil garuk-garuk kepala. Yudha hanya melirik sekilas, fokus memakai baju dinasnya dan bersiap berangkat setelah ini. "Ya cuma itu yang bisa Karin lakuin, Mas. Mau masak nggak bisa!" Desis Karina sambil nyengir lebar. Yudha ter
Karina beres memarkirkan mobil di halaman parkir sebuah toko buku kenamaan yang letak tokonya berada tepat di pinggir jalan raya utama yang membentang di tengah kota. Berderet dengan beberapa bangunan penting lain yang berdiri kokoh di sepanjang jalan. Karina melepaskan seat belt, meraih tas selempangnya lalu melangkah turun. Ia mengenakan celana jeans highwaist yang dipadukan dengan atasan lengan panjang. Punya suami om-om itu ternyata sangat merepotkan! Semua trend pakaian yang sedang hits selalu salah di mata lelaki itu. Jangankan dipakai pergi keluar rumah, dipakai untuk foto dan diupload di sosial media pun tidak boleh! Karina melangkah dengan santai masuk ke dalam. Tidak ada yang mengira kalau dia sudah menikah, bukan? Dia belum nampak seperti wanita yang sudah menikah, kecuali cincin emas yang melingkar di jari manis Karina dengan ukiran nama Yudha di bagian dalamnya. Menikah di usia yang begitu muda? Ah mungkin sudah jadi nasib Karina. Untungnya
"Kali ini Kakak yang bayar! Kalau kamu nolak, Kakak balikin novel yang kamu kasih tadi!" Ancam Karina ketika mereka sedang memesan ayam goreng kenamaan yang terkenal. Dinda lantas nyengir lebar, ia mengangguk pasrah, membiarkan Karina membayar makanan yang dia pesan. Mereka lantas duduk di salah satu meja yang ada di dekat kaca, makan sambil menikmati lalu-lalang jalan tentu lebih asyik, bukan? "Kak, jam balik sekolah dua jam lagi. Nanti antar ke sekolah aja, ya?" Pinta Dinda sebelum potongan kentang goreng itu hendak masuk ke dalam mulut. Alis Karina berkerut. Mengunyah ayam goreng tepung pilihannya dan menelannya dengan susah payah. Gadis itu nampak sudah asyik mengunyah kentang yang sudah dia cocol ke saus sambal. "Kenapa nggak ke rumah?" Tanya Karina dengan alis berkerut. Dia tidak keberatan mengantar gadis itu sampai depan rumah. Karina tidak akan buka suara perihal membolosnya Dinda tadi, ya meskipun dia tidak yakin pihak sekolah akan d