Karina beres memarkirkan mobil di halaman parkir sebuah toko buku kenamaan yang letak tokonya berada tepat di pinggir jalan raya utama yang membentang di tengah kota. Berderet dengan beberapa bangunan penting lain yang berdiri kokoh di sepanjang jalan.
Karina melepaskan seat belt, meraih tas selempangnya lalu melangkah turun. Ia mengenakan celana jeans highwaist yang dipadukan dengan atasan lengan panjang. Punya suami om-om itu ternyata sangat merepotkan! Semua trend pakaian yang sedang hits selalu salah di mata lelaki itu. Jangankan dipakai pergi keluar rumah, dipakai untuk foto dan diupload di sosial media pun tidak boleh!Karina melangkah dengan santai masuk ke dalam. Tidak ada yang mengira kalau dia sudah menikah, bukan? Dia belum nampak seperti wanita yang sudah menikah, kecuali cincin emas yang melingkar di jari manis Karina dengan ukiran nama Yudha di bagian dalamnya.Menikah di usia yang begitu muda? Ah mungkin sudah jadi nasib Karina. Untungnya"Kali ini Kakak yang bayar! Kalau kamu nolak, Kakak balikin novel yang kamu kasih tadi!" Ancam Karina ketika mereka sedang memesan ayam goreng kenamaan yang terkenal. Dinda lantas nyengir lebar, ia mengangguk pasrah, membiarkan Karina membayar makanan yang dia pesan. Mereka lantas duduk di salah satu meja yang ada di dekat kaca, makan sambil menikmati lalu-lalang jalan tentu lebih asyik, bukan? "Kak, jam balik sekolah dua jam lagi. Nanti antar ke sekolah aja, ya?" Pinta Dinda sebelum potongan kentang goreng itu hendak masuk ke dalam mulut. Alis Karina berkerut. Mengunyah ayam goreng tepung pilihannya dan menelannya dengan susah payah. Gadis itu nampak sudah asyik mengunyah kentang yang sudah dia cocol ke saus sambal. "Kenapa nggak ke rumah?" Tanya Karina dengan alis berkerut. Dia tidak keberatan mengantar gadis itu sampai depan rumah. Karina tidak akan buka suara perihal membolosnya Dinda tadi, ya meskipun dia tidak yakin pihak sekolah akan d
"Sekali lagi makasih banyak ya, Kak." Desis Dinda seraya melepaskan seat belt-nya. Karina tersenyum dan mengangguk, ia mengantarkan Dinda sesuai dengan permintaan gadis itu. Kembali ke depan gerbang sekolahnya. Sekolah negeri nomor satu dan terkenal paling bagus satu kota. "Jangan sungkan hubungi Kakak nanti, ya? Rajin-rajin sekolahnya, jangan kebanyakan bolos." Nasehat Karina sambil melambaikan tangan. Dinda mengangguk pelan. Ikut melambaikan tangan sebelum ia kemudian pergi ke belakang halte untuk menghindari security yang nampak tengah duduk di dalam pos yang ada di sebelah gerbang sekolah. Karina hanya menghela napas panjang. Mendadak ia begitu kasihan dengan bocah itu. Dua belas tahun dan sudah dipaksa masuk SMA, tentu kalau tidak datang dari keinginan dia sendiri rasanya akan sangat berat, bukan? Terlebih Kelas akselerasi itu artinya tidak hanya pelajarannya yang lebih sulit karena belajar materi yang lebih tinggi dari kapasitas anak seu
"Mas!" Karina melotot gemas, menatap sang suami yang sudah memancarkan tatapan mesumnya. Nampak Yudha terkekeh, sama sekali tidak melepaskan tubuh dalam dekapannya. Ia malah membenamkan wajah di tengkuk leher Karina. Posisi Karina yang membelakangi Yudha malah membuat Yudha makin tertantang menaklukkan sosok itu tidak peduli sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk melakukan itu. Terlebih tempat ini ... "Mas, aku teriak loh ini!" Ancam Karina yang sontak membuat nyali Yudha langsung menciut. Bukan apa-apa, suara Karina sudah macam toa tahu bulat, ditambah dia berteriak, mau jadi apa Yudha nanti? Yudha akhirnya menyerah, melepaskan pelukannya dan menjatuhkan kecupan di pipi Karina. "Awas nanti di rumah!" Ancamnya lalu melangkah ke kursi dan menjatuhkan diri di sana. Karina menjulurkan lidah, mendekati Yudha lalu mengeluarkan box bento yang dia bawakan. Terserah apa yang mau Yudha lakukan padanya nanti, yang penting dia tidak mengajak mesum di sini. Itu saja.
Yudha kembali meraih bibir itu, memagutnya dengan penuh gairah dan sama sekali tidak memberi ampun Karina yang nampak melawan. Entah kenapa gairah Yudha begitu meledak saat ini, terlebih bagaimana tadi Karina nampak menggodanya dengan segala macam pembahasan konyol mereka. "Mas! Jangan di sini!" Karina mendorong wajah itu ketika ia berhasil melepaskan bibir. Yudha bangkit, menarik tubuh itu bangun lalu menyeretnya masuk ke toilet yang ada khusus untuknya di ruangan itu. "MAS, NGAPAIN?!" Karina berteriak panik, ia tahu betul kalau suaminya ini tidak pernah main-main dengan apa yang dia katakan.Benar saja, Yudha menutup pintu kamar mandi, bergegas memepet tubuh itu hingga terhimpit antara tubuhnya dan tembok kamar mandi. Mendadak Karina seperti kehabisan napas, dadanya sesak. Apalagi sedetik kemudian Yudha kembali memagut bibirnya, menyesap bibir itu tanpa ampun. "Mas, please! Jangan di sini!" Karina mendadak begitu takut, matanya meme
"Karina?" Tampak lelaki dengan lesung pipit itu tersenyum, ia lantas meraih dompet milik Karina, berdiri tegak dan menyodorkan balik benda itu. "Milikmu!" Ujarnya santai lalu membalikkan badan dan berdiri tepat di depan kasir. "Mbak sekalian sama punya temen saya ini, ya!" Desisnya yang langsung membuat Karina terbelalak. "Baik, Kak. Mau pakai pin a--.""Eh jangan, Mbak! Saya bayar sendiri saja!" Potong Karina cepat. Ia hendak menerobos ketika tangan lelaki itu menghalangi Karina mendekati meja kasir. Lelaki itu hanya tersenyum sambil menggeleng, lalu kembali serius pada karyawan cafe yang nampak bingung itu. "Pakai tanda tangan, jadikan satu saja struk-nya!" Titahnya tegas yang langsung direspon sang karyawan."Kenapa jadi kamu yang bayar sih, Bang?" Karina mencebik, dia punya duit kok! Banyak malah! Ya walaupun duit itu punya suaminya, tetapi ini hak Karina! "Memang kenapa? Suamimu melarang aku mentraktir istrinya
"Mmm ... Permisi, Bang!" Karina menarik tangannya yang di genggam Brian.Sebuah petaka akan muncul jika ada sejawat suaminya atau bahkan suaminya sendiri yang melihat tangan itu menggenggam tangan Karina di atas meja seperti barusan. Meskipun hanya beberapa detik, tetapi ini tetap tidak etis!Karina bukan wanita lajang lagi! Dia sudah bersuami!Nampak sosok itu menghela napas panjang, nampak menganggukkan kepalanya dan tersenyum melihat bagaimana Karina menolak dirinya."Kau beneran cinta sama dia, Rin?"Apa-apaan ini!Karina rasanya hendak bangkit dan pergi dari kursinya. Namun itu kekanakan dan malah akan membuat Brian makin penasaran kepadanya. Terlebih nanti dia akan koas di rumah sakit ini, yang mana Karina tidak hanya akan intens bertemu Brian, tapi mungkin juga dapat satu shift jaga malam bersama lelaki ini. Jadi rasanya daripada mendadak kabur tanpa menjelaskan apapun, lebih baik Karina menjawab sebuah pertany
Karina melirik arloji yang juga merupakan pemberian Yudha. Kenapa lama sekali? Karina meletakan novel yang sejak tadi dia baca. Lama-lama jenuh juga menanti seperti ini. Karina merogoh ponselnya, berusaha menghubungi sang suami meskipun dia tahu kalau benar Yudha masih berperang di dalam sana, panggilannya ini tidak akan direspon. Karina masih menanti. Menikmati bunyi tutt ... tutt itu seraya bersandar di kursi. Apakah benar Yudha masih sibuk di dalam sana? Akan sangat egois sekali kalau karina menganggu Yudha yang tengah berkerja. "Kemana sih, Mas? Kok lama?" Karin mendesah perlahan. Ia hampir saja memutuskan untuk mengakhiri panggilan ketika ternyata panggilannya terjawab. "Rin, aku lupa bilang. Kamu balik sendiri dulu, ya? Maaf tadi nggak ngabarin kamu." Jelas suara itu yang kontan membuat Karina membelalak terkejut. "Bentar!" Karina mendadak merasa hatinya hampa. "Mas di mana?" Tentu itu yang Karina tanyakan. Dia standby di depan OK saat ini! Menant
Karina tidak mau melepaskan tangan Yudha yang tengah menyetir itu. Menyandarkan kepala dengan begitu manja di bahu Yudha tanpa bersuara. Suasana hening karena baik Yudha atau Karina sama-sama tidak mau bersuara, hanyut dan tenggelam dalam pikiran masing-masing. "Mas ...." Panggil Karina kemudian, matanya melirik wajah Yudha yang nampak datar menatap ke depan. "Iya, Rin? Kenapa?"Sebuah jawaban yang membuat Karina mencebik, Karina mempererat pelukan tangannya. Bahu Yudha memang luar biasa nyaman dan Karina suka bersandar di sini. "Mas belum jawab pertanyaan aku, Mas." Gumamnya lirih, tentu Karina harus tahu kenapa Yudha lebih memilih pergi daripada masuk dan meminta penjelasan kepadanya tadi. "Yang mana? Kamu tanya banyak banget tadi." Jawab Yudha santai. Karina mengangkat kepalanya, melepaskan pelukan tangannya lalu menoleh menatap Yudha yang fokus di belakang kemudi. "Ya Karina mau Mas Yudha jawab semuanya, Mas. K