Share

Alysa, sang istri muda

Aku, Suami, dan Maduku – 7

PLAK!

TOS!

“Good job!” ujar Esha menghentakkan telapak tangannya pada telapak tangan milik Alysa. Gadis muda dengan pengalaman yang mungkin lebih mengerikan dari Esha.

Keduanya sama – sama mengukir senyum picik yang terlihat sama untuk menghantarkan kepergian Bram ke kantornya pagi ini.

Selang beberapa menit sampai kemudian suara deru mobil Bram menghilang dari pendengaran mereka, Alysa kemudian bertanya pada Esha. “Apa yang harus aku lakukan untuk mbak?”

Esha tersenyum sepintas dan mengalihkan pandangannya. “Kamu hanya harus membuat suasana hatinya memburuk disaat aku membangunnya dengan susah payah. Kita hanya harus memainkan perasaannya dalam beberapa hari ke depan.”

“Untuk?” sambung Alysa kembali dengan suara yang setengah berbisik. Ia khawatir jika ada orang yang mendengar pembicaraan mereka berdua di sini.

“Untuk apa lagi? Untuk membuatnya bisa menghargai perasaan orang. Sesederhana itu! Untuk saat ini aku hanya ingin dia merasakan peranku selama ini yang tak pernah ternilai sama sekali dimatanya. Dia juga harus merasakan menjadi orang yang tak pernah dihargai perasaannya. dan kamu lihat? Dia bahkan tak bisa menolak permintaanmu tadi. Itu artinya, ada sesuatu dari dirimu yang mungkin tidak bisa ia kelola!”

Tatapan Esha menjadi sangat dingin. Alysa tahu dia bisa saja lebih keras dan lebih cerdik dari Esha. Namun untuk saat ini, Alysa bisa menilai bahwa Esha bukanlah orang yang bisa dengan mudah ia remehkan begitu saja.

“Lantas apa harus aku yang selalu menjadi alasan kemarahannya?”

“Tidak juga. kita bisa bertukar posisi di lain waktu. Tapi yang jelas, seperti apa yang aku jelaskan sebelumnya. Dia tidak akan bisa membantah keinginanmu. Itu artinya, sudah jelas bahwa kamu lah yang memang seharusnya banyak berulah.”

“Tapi, mbak…”

“Tenanglah. Kamu tidak sendiri. aku juga tidak melulu membuatnya seperti itu karena tingkahmu.” Esha menjeda ucapannya barang satu dua detik, dan kembali melanjutkan ucapannya. “Lagi pula, bukankah memang sudah menjadi watak dan karaktermu seperti itu?

Usia memang tidak menentukan pengalaman dan keberhasilan sebuah rencana. Namun dari tatapan itu, Esha bisa membuktikan bahwa ada rencana besar yang sedang ia susun dengan melibatkan Alysa.

‘Esha bukan orang yang bisa aku remehkan dengan mudah. aku harus lebih berhati – hati terhadapnya,’ batin Alysa di dalam benaknya sembari memperhatikan gerakan ekspresi Esha di depan wajahnya.

Begitu pula dengan Esha yang rupanya tengah berbicara dengan dirinya sendiri, sembari melempar senyumnya yang tipis pada Alysa.

“Ah, aku mengerti … baiklah. Aku harap Mas Bram bisa berubah dengan rencanamu ini mbak!”

‘Aku sengaja memanfaatkanmu karena aku tahu apa yang membuat mas Bram tak bisa menolak permintaanmu. Kamu dan keluargamu itu … menginginkan lebih dari sekedar harta dan kekuasaan. Aku tidak akan mengatakan apa rencanaku yang sesungguhnya. Akan lebih baik jika kau tidak mengetahuinya sama sekali.’

Jadi lah Alysa dan Esha sama – sama menyimpan perasaannya sendiri. keduanya, sama – sama memiliki rencana dengan tujuan yang berbeda meski untuk saat ini mereka berjalan pada jalan dan rencana yang sama.

***

Seperti biasa, Bram masih saja pulang ke rumahnya bersama dua atau lebih perempuan kantornya yang memang ia anggap sebagai sekretaris. Entah apa yang memang sebenarnya terjadi, Bram memang terlihat terbiasa dengan aktivitasnya itu meski kini ia sudah memiliki dua istri yang cantik dan menawan.

“Alysa, mau sampai kapan kamu duduk di depan televisi seperti itu?” ujar Bram yang baru saja masuk ke dalam rumah bersama seorang wanita, dan ia mendapati istri keduanya sedang bersantai ria di depan televisi sembari menghabiskan beberapa bungkus snack.

“Memangnya kenapa, Mas? Kamu juga! Mau sampai kapan pulang dengan wanita – wanita murahan seperti itu?” sahutnya dengan wajah tak bersalah, dan pandangan mata yang masih tertuju ke layar televisi.

“Sudah aku katakan berulang kali, bahwa kami hanya rekan bisnis! Kau bisa buktikan sendiri aku tidak pernah menyentuhnya!”

“Oh ya? mana mungkin seorang atasan tidak tergoda dengan perempuan semacam ini? kalau pun kamu tidak tergoda, aku pastikan dia yang menggodanya. Benar kan ucapanku?”

“Alysa!!” pekik Bram yang wajahnya sudah hampir merah meradang.

“Aish, sudahlah Mas! aku hanya ingin mulai besok kamu buang kebiasaan burukmu itu. Kamu pikir aku tidak bisa menggodamu. Atau kalau kau tidak ingin aku menganggur di rumah, setidaknya pekerjakan aku sebagai sekretarismu juga tak masalah! Akan aku puaskan kamu setiap hari.”

BRAK!

Alysa, istri kedua Bram yang masih berusia sangat muda itu memiliki tingkat emosional yang berapi – api dan tak bisa untuk di tahan. Bram sendiri sampai harus menarik napas dalam – dalam setiap kali berdebat dengan Alysa.

Bukan Bram tak bisa tegas, hanya saja Alysa terlalu emosional dan tak bisa mencerna apa perintah dari Bram. Ini bukan kali pertama mereka bertengkar, dan sifat Alysa sangat jauh berbeda dengan Esha yang seringkali mengalah untuk suaminya.

‘Meski apa yang Alysa katakan memang benar, rasanya aku tidak bisa menerima bagaimana cara dia bicara padaku, caranya memprotes semua tingkah lakuku. Terlalu kasar dan arrogant! Anak dari keluarga yang keras kepala, sama saja. kalau begini terus bisa gila aku menghadapi mereka berdua secara bersamaan!’ gumam Bram dalam hati. Keningnya berkerut dan giginya saling beradu dengan rahang yang mengeras.

“Iya, oke! Aku akan tinggalkan kebiasaan ini. Dan kamu bisa melayaniku setiap hari kalau kau mau! Buang jauh – jauh sifat kekanak – kanakan yang kau miliki itu! Hey! Alysa!!” teriak Bram yang semakin menaikkan intonasi bicaranya, memanggil – manggil Alysa yang saat ini tengah merajuk setelah membanting remote televisi dan pergi menuju ke kamarnya.

“Sungguh kau berjanji untuk itu, Mas?” ujar Alysa tanpa menoleh. Hanya menghentikan gerakan kakinya untuk melangkah.

“Iya, aku janji! Apa lagi yang kau mau? Katakan!” sahut Bram.

Alysa menarik sudut bibirnya tipis. Ia tersenyum simpul mendengar ucapan Bram. senyumnya menafsirkan ada hal lain yang memang Alysa rencanakan pada Bram. setidaknya, dengan begini Bram akan selalu mengikuti apapun permintaannya. Dan itu artinya, tujuan Alysa mungkin tidak akan sulit untuk tercapai.

“Mana janjimu untuk memberikanku sebuah rumah? bukan kah sudah seharusnya aku berpisah dengan mbak Esha. Siapa juga yang ingin tinggal berdua dengan istri tua? Aku sudah tidak sanggup rasanya!”

Suara Alysa ia buat seolah – olah ia tengah merajuk. Memang benar, bahwa pagi tadi Bram telah menyetujui permintaan Alysa untuk berpindah rumah dan berpisah dengan istri pertama Bram, yakni Esha.

Tapi Bram tak menyangka jika Alysa akan menagihnya secepat itu? Bukan kah membeli rumah dan segala keperluannya juga membutuhkan waktu? Mudah sekali baginya menuntut ini dan itu?

“Kamu tidak bisa meminta semuanya dalam waktu sekejap, Alysa. Kamu harus belajar dewasa. Semua permintaanmu sedang aku urus. Tunggu lah dan jangan banyak menuntut. Tidak kah kamu berpikir kamu ini terlalu banyak meminta ini dan itu?”

“Ya sudah kalau kau tak bisa menepatinya. Aku akan bilang ke orang tuaku.”

“Dengarkan aku baik – baik! Aku hanya tidak bisa menepatinya bersamaan. Bukan berarti aku menolak permintaanmu. Bukan kah sudah aku katakan bahwa aku sedang mengurus semuanya, hem? Kau bisa pindah pekan depan, dan mulai besok kamu bisa pergi ke kantor bersama denganku!”

“Huh! Pekan depan – pekan depan! Lama sekali sih, Mas …!”

“Diam atau tidak aku berikan hakmu sama sekali!”

BERSAMBUNG

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status