“Oh.” Rhea segera meletakkan tangannya di bawah perutnya. Suaminya segera melepaskan papa Damian dan berlari ke sisi istrinya. “Aku akan melahirkan, sayang.”
Suasana kamar pun kembali riuh. Christos memanggil suster dan meminta pertolongan, Mama memberi petunjuk apa yang sebaiknya dilakukan oleh Rhea dan suaminya. Rhea mulai menangis karena merasa malu sudah buang air sembarangan. Luhut berusaha untuk menghibur istrinya tetapi tidak ada usahanya yang berhasil.
Melihat itu, aku segera mendekatinya. Ini bukan hal yang baru bagiku karena aku juga pernah melahirkan. Aku memintanya untuk tenang dan tidak panik. Dia hanya perlu ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Aku meminta suaminya untuk mengambil pakaian Mama dan membeli pembalut.
Untung saja mereka sudah siap dengan keadaan itu. Tas yang berisi barang yang akan diperlukan Rhea saat proses melahirkan, ada di dalam bagasi mobil. Aku membantu Rhea berganti pakaian yang lebih nyaman. Lalu m
Semua orang yang semula sibuk dengan urusannya masing-masing, mengarahkan perhatian mereka kepada Damian. Luhut kembali duduk di tepi tempat tidur, di sisi istrinya. Mama memberikan si kecil kepada Christos agar dibaringkan di boksnya, lalu kembali duduk di sisi ayahnya. “Jangan bilang kamu akan mengatakan sesuatu yang membuat kami tidak suka. Karena kalau iya, sebaiknya kamu diam,” ancam papa Damian. Mama memejamkan matanya, kemudian mendesah pelan. Dia menatap Damian, lalu menoleh ke arah suaminya. “Tolong, dengarkan apa kata Ian dengan tenang. Jangan memberi reaksi apa pun karena tersulut emosi. Aku akan menjelaskan semuanya kepadamu nanti di rumah.” Mama memegang tangan papa Damian. Pria itu kelihatan ingin protes, tetapi dia segera menahan dirinya melihat tatapan Mama. “Katakan, Ian. Apa yang mau kamu sampaikan kepada kami,” kata Christos. “Aku dan Brie memutuskan untuk memulai hidup baru di tempat yang baru. Kami sama-sama tidak terikat pekerjaa
Untuk apa dia bicara dengan perempuan itu? Seharusnya biarkan saja petugas keamanan yang mengurus dia seperti pada beberapa hari yang lalu. Wanita itu kalau diberi hati pasti minta jantung. Entah apa lagi yang dia inginkan dari Damian. Aku tidak percaya masih ada perempuan tidak tahu malu yang sudah ditolak masih nekat datang lagi. “Jangan khawatir. Ian hanya ingin mengakhiri keributan. Tadi dia ingin ikut ke sini bersama kami. Rhea sudah melarang, dia masih saja memaksa. Jadi, Ian turun dan menangani sendiri masalah itu,” kata Christos menjelaskan. Aku mengangguk mengerti. “Aku senang melihat Kak Cece mau datang ke sini bersama Kakak,” ucapku pelan agar istrinya tidak mendengar. Christos tersenyum bahagia. “Terima kasih, Brie. Begitu dia tahu bahwa kamu dan Ian mendapat restu dari Mama, dia sangat senang. Dia belum sepenuhnya memaafkan aku, tetapi ini adalah perkembangan yang baik.” Mereka sudah mengambil makanan mereka masing-masing, maka aku mengam
~Damian~ Setelah beberapa hari berhasil menghindar dari pertanyaannya, kali ini aku tidak bisa lari lagi. Aku tahu bahwa dia pasti akan berhasil menyatukan kepingan demi kepingan puzzleuntuk menemukan jawaban atas pertanyaannya selama ini. “Iya, Bapak yang memukul wajahku beberapa hari yang lalu,” jawabku jujur. Dia menyentuh pipi kiriku yang sudah pulih. “Ini bukan yang pertama,” katanya, memastikan bahwa itu pernyataan bukan pertanyaan. “Iya.” Aku menyentuh tangannya itu, lalu menurunkannya dari wajahku. Sebaiknya aku katakan saja segalanya dengan jujur agar dia tidak penasaran dan aku tidak dendam kepada Bapak. Aku menceritakan kejadian sepuluh tahun yang lalu di mana Bapak pertama kalinya menghajar aku hingga nyaris mati. Hal yang saat itu aku anggap pantas aku terima, karena aku adalah anak yang telah membuat namanya malu. Kejadian berikutnya adalah saat aku diusir dari rumah dan pindah ke apartemen ini. Matanya mem
~Brie~ Ishana memang tidak main-main dengan niatnya untuk memulai usaha tempat penginapan. Hotel ini jauh lebih besar dari yang aku bayangkan. Kepergianku ke Bangkok ternyata membuahkan hasil juga. Setiap detail yang aku dapat dari hotel tempatku menginap dijadikan inspirasi dan tidak akan ada yang tahu bahwa semua dekorasi, pemilihan perabotan, cat, juga detail lainnya dia pelajari dari sana. Dia pasti telah mengeluarkan banyak uang untuk merenovasi gedung ini. Tetapi hasilnya sebanding. Dan dilihat dari banyaknya orang yang mondar-mandir, dia berhasil melakukan promosi. Aku yakin pada akhir pekan nanti, akan ada banyak tamu yang check-in. Aku tidak percaya melihat pemuda yang mengantar kami menemui Ishana memilih lantai atas. Itu bukan lantai di mana kantor berada. Apa sahabatku memilih salah satu kamar suiteuntuk menjadi tempat tinggalku secara permanen di sini? Tidak mungkin. Kami memasuki kamar bernomor 501, dan aku mengan
Anak perempuan itu berambut lurus dan panjangnya melewati bahu. Wajah ovalnya cantik dengan mata bulat, hidung mancung, dan bibir tipis. Kulitnya putih dan tubuhnya cukup tinggi dengan wajah semuda itu. Mengapa anak ini memanggil aku mama? Dia menoleh ke arah Papa, lalu kembali melihat ke arahku. Aku ikut memandang Papa yang sedang menatap gadis kecil itu. Dia mengangguk pelan, lalu anak itu tiba-tiba saja memelukku. Aku melihat dia dengan bingung, lalu aku merasakan Papa menyentuh punggungku. Tidak. Ini tidak mungkin. Aku mendengar dengan jelas ketika mereka berkata bahwa bayiku telah meninggal dunia. Mereka bahkan mendonorkan organnya kepada bayi lain yang punya kelainan pada saat mereka lahir. Mama sendiri yang mengatakan semua itu kepadaku dan membubuhkan tanda tangan atas izinku. Jadi, bagaimana mungkin ada seorang anak perempuan memanggil aku mama? Aku menundukkan kepala dan melihat kepala anak itu yang berada di perutku. Tanganku gemetar saat menyentuh
Aku menarik napas terkejut mendengar panggilan itu. Pria yang duduk di sampingku hanya tertegun. Dia tidak memberikan reaksi apa pun untuk beberapa saat. Matanya menyapu wajah anak kecil yang ada di hadapannya itu secara perlahan. Aku pun melakukan hal yang sama. Bentuk wajahnya, hidung, bibir, telinga, rambut tebal hingga tinggi badannya mirip dengannya. Aku terlalu terkejut dengan kehadirannya sehingga tidak menyadari bahwa dia meniru hampir sebagian besar ciri fisik pria di hadapannya itu. Jadi, itu alasan aku merasa wajahnya tidak asing. Aku menoleh ke arah Papa, dia tersenyum kepadaku. Inikah sebabnya Papa memberi restunya begitu mudah kepada kami berdua? Papa sudah tahu bahwa aku dan Damian memiliki anak bersama. Memang tidak sulit untuk menebak pemuda mana yang mirip dengan Saoirse. Tidak akan ada yang bisa menyangkal bahwa dia dan Damian adalah ayah dan anak. “Oh, Tuhan.” Damian segera mengangkat anak itu ke pangkuannya, lalu memeluknya. “Oh, Tuhan,”
Makanan sudah hampir siap, Damian keluar dari kamarnya dengan wajah masih mengantuk. Wajar saja. Dia tidak berhenti menciumku sampai lewat tengah malam. Dia menyapaku, lalu memberi kecupan di bibirku sebelum ke kamarku untuk membangunkan putri kami. “Jangan marah lagi kepadanya. Dia masih terlalu muda saat semua itu terjadi. Dan dia tidak bisa sendirian melawan kedua orang tuanya juga orang tua teman-temannya yang ingin melindungi reputasi mereka. Kamu tahu sendiri bahwa mereka melakukan segalanya untuk menyembunyikan perbuatan jahat anak-anak mereka.” Kalimat Papa tadi kembali terngiang di telingaku. Aku tidak marah lagi kepadanya, aku bahkan tidak kecewa saat tahu dia adalah ayah kandung Saoirse. Tetapi mengetahui semua ini membuat aku semakin mengerti beban yang telah dia tanggung sendirian selama ini. Dia dan aku berada pada posisi yang sama. Aku dijebak oleh dua sahabatku, sedangkan dia oleh teman-temannya. Kejahatan mereka semakin biadab karena membiark
~Damian~ Saoirse berenang begitu bahagia dari satu tepi ke tepi lain kolam renang. Aku tidak menduga bahwa dia bisa berenang. Keahlian apa lagi yang dimiliki anak perempuan ini? Dia masih begitu muda, tetapi dia tidak berhenti membuat aku kagum pada bakatnya. Yang tidak terduga adalah bagaimana dia bisa menyayangi aku begitu cepat. Kami bertahun-tahun tidak pernah bertemu sepertinya bukan fakta yang menakutkan baginya. Iya bagiku. Mendadak menjadi seorang ayah bukanlah hal yang menyenangkan karena aku tidak siap dengan ini. Aku harus mengubah begitu banyak kebiasaan buruk agar dia tidak menirunya, dan aku harus belajar dengan cepat untuk memahami dia sekaligus ibunya. Mengerti hati seorang wanita saja menjadi tantangan besar bagiku, apalagi dua. Aku kagum melihat Papa bisa menangani kedua wanita rumit ini dengan baik. Wajar saja, mereka adalah anak dan cucunya. Aku menarik napas panjang saat putriku berjalan mendekati aku. “Sayang, jangan berjalan sec