“Good Morning !,” Ji Eun turun sambil menggendong Ji Hwan dan sudah berpakaian lengkap. Ia menurunkan putra kecilnya di taman bermain kecilnya dan menuju ke pantry.
“Kau tampak sibuk sekali belakangan ini,” Ujar Ahjumma.
“Eoh, Hwan meninggalkan beberapa pekerjaan yg harus kulakukan,” Jawab Ji Eun sambil meraih sumpit.
“Noona, kita harus menjemput presdir pagi ini,” Ujar Jae Hee yg entah sejak kapan disana.
“Se..sekarang ?,” Tanya Ji Eun kaget.
“Eoh, pesawat landing 30 menit lagi, dan para wartawan sudah disana,” Ujar Jae Hee.
“Syukurlah jagoan kecilku sudah mandi, baiklah. Ji Hwan-ah, mari kita jemput appa,” Ujar Ji Eun, ia mengambil tas yg ia letakkan di meja ruang tamu, lalu menatap dirinya di kaca.
Ia mengambil lipstick berwarna mysthic rose dan memoleskannya sekali lagi di bibirnya, riasan dan bajunya hari ini membuatnya tampak segar dan elegan.
Ji Eun mulai merasa jiwanya Kembali segar, ia begitu layu dan menyedihkan Ketika menghabiskan hari – hari pertama pernikahannya dengan Hwan. Meski rasa takut masih membayanginya, kalau – kalau Hwan menyiksanya lagi.Tidak ada yang namanya terbiasa, rasa sakit yang diberikan selalu baru dan tetap menyakitkan bagaimapun caranya.Ia terluka diluar dalam.Ia berusaha membangun kembali semangat hidupnya, semangat untuk melindungi suaminya dari wanita jalang ini.Ia Kembali keatas setelah sarapan, Hwan belum juga bangun. Perlahan, ia membuka pintu kamarnya dan mendekati ranjang Hwan.Ia menyentuh bahunya perlahan, takut Hwan kaget.“Oppa.., sudah hampir jam Sembilan, kau tidak bekerja ?,” Tanya Ji Eun lembut.Tak ada pergerakan.“Oppa..”Ia menarik sedikit selimut Hwan dan terlihat wajah Hwan yg memerah. Ji Eun langsung menyentuh kening Hwan yg sangat panas.“Omo, kau sakit.&rdq
Hwan sudah lebih sehat sekarang, ia sudah mulai bekerja dan entah mengapa Yuri belum juga muncul batang hidungnya. Hwan menggendong Ji Hwan dan mengajaknya bermain sebentar di dalam taman bermain mininya.“Oppa, sarapannya sudah siap,” Ujar Ji Eun.“Eoh.”“Aku sudah menghubungi Yuri, tapi dia belum juga datang,” Ujar Ji Eun.“Eoh,” Sahut Hwan singkat.Ji Eun tidak berani lagi makan semeja dengan Hwan sejak kejadian beberapa hari lalu, jadi ia memutuskan untuk menyuapi Ji Hwan yg sudah mulai berdiri dan belajar berjalan. Tanpa ia sadari, tiba – tiba saja Hwan sudah pergi.Ji Eun bergegas menuju kek kamarnya dan menyalakan laptopnya, Jae Hee sudah mengirim rekaman dari penyadap yg ada di mobil yg dibawa Yuri Ketika mereka pulang dari bandara. Karena Jae Hee belum bisa menemukan keberadaan Yuri.Y (Yuri), J (Jin Goo)Y: “Aigoo punggungku, aku lelah sekali. Kemana kita ?.&
Tiba – tiba ia berpikir sesuatu, ia Kembali masuk ke kantor pemasaran.“Maaf, bertanya lagi. Apakah unit 201 sudah ada penghuninya ?,” Tanya Ji Eun.“Ah, sayangnya sudah ada. Tapi yang kosong unit 199, bentuk bangunannya lebih serong ke unit 200, mungkin untuk saudara anda yg lain ?,” Tanya si pegawai.“Ne, aku mau lihat unit itu.”Ji Eun diantar Jae Hee dan ditemani oleh salah satu staff perempuan dari kantor pemasaran. Mereka menuju ke unit 199.“Rumah ini lebih kecil dari rumah anda samunim, tapi tentunya tetap nyaman. Apa benar anda mau membeli rumah untuk saudara anda ?,” Tanya si staff.“Ne, karena saudaraku juga ada di unit 200.”“Ah, tepat sekali !, rumah ini dibuat sepaket, jadi di bagian taman anda bisa lihat pintu yg akan memudahkan mereka berinteraksi. Balkonnya juga berdekatan dan dinding pembatasnya dibuat agak rendah. Pilihan anda tepat sekali, samu
“Chagiya..,” Yuri mencium pipi Hwan dan duduk di pangkuannya.“Kemana saja kau, huh ?.”“Banyak yg harus kulakukan, aku harus membersihkan semua paparazzi menjengkelkan itu dan tentu saja melakukan beberapa pekerjaan,” Ujar Yuri.“Eoh, lihatlah kau terlihat lelah ?, Jin Goo membantumu kan ?,” Tanya Hwan.“Tentu, aku bisa mengandalkannya. Benarkah wajahku keliatan lelah ?, kurasa aku harus ke klinik,” Ujar Yuri.“Eoh, tentu saja. Aku sudah transfer uangnya, jangan lupa ajak istri presdir Han dan Kim,” Ujar Hwan.“Tentu, aku pergi dulu.”“Eoh.”Yuri meraih tasnya dan berjalan keluar kantor.Di luar, Jin Goo sudah menunggunya.“Mau kemana ?,” Tanya Jin Goo.“Klinik Wonjin, aku ada janji dengan Han dan Kim samunim,” Ujar Yuri.“Aigoo, pria itu tidak sadar menghabiskan banyak uangn
So Dam meletakkan vas bunga yg baru ia ganti airnya di sudut ruangan. Ia duduk di samping nyonyanya yg sudah terbaring hampir satu bulan.So Dam lahir dari keluarga yg kurang mampu. Ia sulung dari empat bersaudara, awalnya ia bekerja sebagai pelayan di rumah Hwan dan Ahjumma-lah yg menyeleksinya, dan ia pun bekerja di tempat Hwan.Hanya sebentar, lalu ia pindah ke rumah baru tempat Ji Eun dan Hwan tinggal. Selama bekerja di rumah Hwan, meski sebentar, ia sudah cukup mengenal Yuri yang selalu semena – mena.Ia begitu Bahagia Ketika bisa bertemu orang sebaik Ji Eun yg bahkan juga mau menguliahkannya dan tiga pelayan lain yg masih berusia sama dengannya.Ia merasa berutang budi pada Ji Eun dan berjanji akan melayani Ji Eun sepenuh hati.Melihat Ji Eun terbaring seperti ini membuatnya begitu sedih.“Eonnie, Ji Hwan terus mencarimu. Tapi kau belum juga bangun, cepatlah bangun,” Ujar So Dam.Barang sedetik, jari telu
“Eoh, Ji Eun disini, bawa dokternya kesini saja.”Ia mengambil tisu dan menekan luka Ji Eun di tangan. Tampaknya luka ini bekas infus yang ia cabut.Hwan menatap Ji Eun.Wanita ini tampak begitu pucat dan tirus dengan mata yang cekung.“Bagaimana ini ?, bahkan sampai saat ini tak ada perasaan cinta yang muncul. Aku hanya bisa marah dan sedih saat melihatmu,” Ujar Hwan pelanBayangan tubuh Ji Eun yang berlumur darah dan jatuh diatas mobilnya masih terasa jelas. Napasnya serasa terhenti ketika melihat Ji Eun saat itu, dan tiba – tiba saja wanita ini berada di kantornya.Dalam keadaan yang sangat kacau.Hwan menyibak anak rambut Ji Eun yang menjuntai.“Kenapa kau masih bertahan di sisiku ?, kenapa kau percaya dengan semua ancamanku dan menuruti perintahku ?, kenapa kau diam saja meski kau kesakitan ?,” Tanya Hwan.Hwan meraih selimut tipis yang selalu ada di dekat meja kursinya dan
Kondisi Ji Eun kian membaik, bicaranya sudah jelas dan obat – obatannya berkurang. Tinggal obat – obatan untuk membantu menyembuhkan depresinya.Selama beberapa hari, Hwan disibukkan oleh pekan raya ASEAN, dan ia akhirnya bisa pulang. Ia masuk ke dalam kamar Ji Eun dan wanita itu tak ada disana.Dimana Ji Eun ?.Hwan melangkah menuju balkon, ia disambut rambut kecoklatan Ji Eun yg berkibar, sementara wanita itu duduk di kursi roda, dengan infus menancap di tangannya.Hwan berdehem, tanpa mengucapkan sepatah katapun.Ji Eun pun menoleh.“Eoh, kau sudah datang, aku akan siapkan air hangat. Kau pasti Lelah sekali,” Ujar Ji Eun sambil berusaha memutar kursi rodanya.Hwan menahan kursi roda Ji Eun dan menariknya ke dekat tempat Hwan duduk.“Kau baik – baik saja ?,” Tanya Hwan.Senyum Ji Eun mengembang dengan mata berkaca – kaca, sudah lama sekali ia tak melihat sorot mata
Ji Eun sudah mendapatkan list kegiatan dari Jae Hee semalam, ia lupa kalau ia memang punya kewajiban dobel, sebagai supervisor di kantornya dan juga sebagai istri presdir.Dan kebetulan sekali hari ini, ketujuh istri presdir dari tujuh perusahaan terbesar akan berkumpul. Ji Eun memutuskan untuk berkenalan dengan mereka semua. Ia sengaja tidak muncul pagi ini karena sibuk bersiap.Sementara Yuri dan Hwan keluar dari kamar sambil bergandengan.“Silahkan sarapannya, tuan,” Ujar Ahjumma.“Ji Eun masih tidur ?,” Tanya Hwan.“Anio, dia sedang memandikan Ji Hwan sepertinya,” Ujar Ahjumma.“Hmm, biasanya ia sudah turun,” Gumam Hwan.Ji Eun mencoba menghubungi Lee samunim, ia salah satu istri termuda dan mereka kerabat jauh.Wanita itu bernama Lee Jiah, dan dia mencoba menghubunginya untuk datang bersama, ini kali pertama dan dia masih sangat gugup.Ji Eun berputar – putar ent