"Ada apa?" Billy bertanya heran ketika mendapati Mita yang nggak jadi masuk.
Gadis itu tak langsung menjawab. Dia malah menatap Billy panik sekaligus bingung. Mita pun kemudian mendekat ke meja rekannya itu dengan perasaan cemas. Takut apabila Vano muncul dan memarahinya.
Lagian kenapa juga sih, Mita merutuki dirinya sendiri. Harusnya kan mengetuk pintu lebih dulu.
Dia merasa luar biasa syok. Adegan yang selama ini hanya di lihat dari layar laptop ataupun ponsel, namun sekarang dia sudah saksikan secara langsung.
Mita hanya takut, Vano akan muncul dan memarahinya.
"Kenapa sih Mit?" Billy bertanya lagi, dia berjalan ingin mendekati pintu. Jelas laki-laki itu penasaran, ekspresi khawatir yang ditampilkan Mita membuatnya harus mengecek.
Namun sebelum Billy membuka pintu ruangan CEO yang masih tertutup rapat, lengannya langsung di tarik oleh Mita. "Jangan," katanya memperingati.
"Emang kenapa?"
"Itu--" Mita nggak bisa melan
Selepas menghadiri pertemuan dengan direktur perusahaan InaFood, untuk membahas keuntungan sesi produksi pertama proyek kerjasama kedua belah perusahaan. Vano dengan langkah lebarnya kembali meninggalkan seorang gadis yang masih kesusahan menyamai langkahnya. Mita sendiri membawa tumpukan berkas serta laptop milik bosnya dengan susah payah, belum lagi rok span serta heels yang dia pakai semakin menyulitkan setiap langkahnya. Tetapi bos menyebalkan itu, dengan tampang cuek, masa bodo dengan kesulitan bawahannya. Lagi-lagi membuat Mita mendengus kesal. Kenapa sih, bosnya selalu terburu-buru, nggak ada santai-santainya sedikit. Lagi pula pertemuan sudah berakhir, nggak perlu takut terlambat kan? Sehingga akibat memendam rasa kesal, Mita pun pada akhirnya memutuskan untuk berjalan normal saja tanpa tergesa-gesa menyamai langkah Vano. Apa boleh buat, dari pada laptop bosnya yang hancur akibat terjatuh. Bisa-bisa Mita dicincang bukan lagi dinyinyiri
Senja di bibir pantai Kuta Bali begitu indah bak surga dunia yang membuat nyaman untuk tetap tinggal. Matahari pelan terbenam di ufuk barat, memberikan kilauan sinar jingga seolah menyiratkan sebuah pesan yang kira-kira isinya 'sampai jumpa kembali esok hari para manusia, aku ingin istirahat dulu.' Begitulah mungkin pesan sang matahari. Kini Mita berdiri diantara orang-orang yang sedang menikmati momen sunset diiringi dengan deburan obak, serta semilir angin di pinggir pantai. Kakinya telanjang menyentuh pasir putih yang basah akibat sapuan ombak. Terpaan angin membuat helai rambutnya beterbangan. Rasanya tenang sekali. Dia pun berinisiatif memejamkan kedua kelopak matanya yang sipit. Membiarkan sapuan ombak mengenai kaki telanjangnya dan membiarkan juga terpaan angin mengenai tubuhnya. Mita semakin memejamkan mata. Dia merasakan sorot jingga terang mulai perlahan memudar hingga menjadi gelap. Deburan ombak yang terasa pelan me
Tepat pukul tujuh malam mobil Mercedes-Benz GLB-Class yang ditumpangi Vano dan Mita memasuki pekarangan halaman rumah minimalis mewah milik CEO muda itu. Mita sudah nggak bisa berkata-kata lagi, dia ingin cepat pulang sampai ke rumahnya. Namun setelah turun dari mobil, Vano langsung melenggang masuk ke dalam sebelum Mita pamit untuk langsung pulang. Gadis itu menatap punggung Vano yang kian menghilang dari pandangannya. Dia sudah nggak ada tenaga untuk mengumpat. Alhasil dengan lunglai, Mita santai masuk ke dalam seperti rumah sendiri. Dia ingin menemui Bik Muti saja untuk pamit pulang. Dan wanita paruh baya itu dapat Mita temukan di dapur, sedang menyiapkan makan malam untuk si Tuan Muda. "Bu," panggil Mita pelan. Dia lemas luar biasa, ingin cepat rebahan di kasurnya. "Eh Mbak Mita, kebetulan, ikut makan malam ya?" "Eh enggak Bu," Mita menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia bukan mau ikut makan malam tapi ingin pamit pula
Lagi-lagi pagi kembali menjelang. Suara alarm tepat pukul lima berusaha menyadarkan Mita yang malas-malasan untuk bangun dari tempat tidurnya. Gadis itu malah menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Dia merasa terganggu dengan suara alarm yang kian memekakkan telinga. Namun malas bangun untuk mematikan. Rasanya Mita masih ingin tidur saja. Dan seakan memang takdir yang nggak mau mendukung, tiba-tiba dobrakan pintu kamar membuatnya terperanjat kaget luar biasa. Sial! Hansel berdiri diambang pintu. Nggak merasa bersalah sama sekali, remaja laki-laki itu hanya menatap kakaknya yang reflek duduk. "Alarmnya bunyi terus, gue suruh bangunin sama Ibu kirain belum bangun." Hansel berkata ketika sorot mata bak pedang menghunusnya. Mita pun mendengus, memaki dalam hatinya. Namun walaupun kesal tetapi dia masih beruntung, sebab yang membangunkan bukanlah Ibu Sri. Jika Ibu turun tangan, bisa-bisa telinga Mita langsung tuli mendadak
"Silahkan, ini pak kopinya." Mita memberikan satu gelas yang tersisa di nampan kepada Vano. Dia meletakkannya di atas meja laki-laki itu.Kemudian gadis bermata sipit itu pun undur diri ke mejanya sendiri. Sedangkan Vano masih tetap fokus menatap pada layar laptopnya.Mita sangat akui, seorang pria yang sedang fokus melakukan sesuatu auranya menjadi semakin tampan. Seperti halnya CEO muda itu.Tapi ya sayang sekali, Vano tampan-tampan tapi punya mulut yang pedes.Duh, apasih malah bahas ketampanan si bos. Nggak penting banget.Dari pada mulai halu yang enggak-enggak, lebih baik Mita menghubungi Billy saja untuk tanya-tanya perihal pembelajaran tugas kerja selanjutnya.Beruntung sekali sih, ada Billy pacar Bianca, sebab Mita diberikan kesempatan satu minggu untuk beradaptasi dengan tugas yang harus dia lakukan sebagai asisten pribadi. Seperti kata Vano, Mita harus berinisiatif sendiri. Bahkan tanpa malu gadis itu juga beberapa kali menghubungi Bik Muti untuk tanya-t
"Aku nggak nyangka, pantas kayak nggak asing liat kamu Mit, ternyata anak fakultas ekonomi bisnis, Mita Pratiwi nama kamu dulu banyak yang tau."Mita hanya menampilkan senyum ramahnya. Dia sedang bercakap dengan Bunga. Lebih tepatnya Bunga sedang mengganggu konsentrasinya.Sebab perempuan itu terus mengajak Mita berbincang padahal Mita sendiri sedang bekerja menyelesaikan tugasnya.Kenapa nggak ngobrol sama pacarnya aja sih. Dongkol gadis itu didalam hatinya, tapi bagaimana ya, sebagai bawahan Mita mau nggak mau harus menghormati pacar bosnya kan."Banyak yang tau sebagai kutu buku sih kayaknya, dulu kamu juga dibicarakan di kelas ku sebagai cewek yang cantik.""Masa sih?"Mita mengangguk mantap, padahal dia berbohong. "Iya," jawabnya meyakinkan. Jangan salahkan Mita berbuat demikian sebab dia merasa jengkel karena terganggu.Sedangkan di meja sebrang, laki-laki yang menjabat CEO itu hanya diam. Dia memainkan tabletnya, sesekali mendengar percakapa
Lapar.Satu kata yang menggambarkan keadaan Mita sekarang. Gadis tersebut kini duduk dengan gelisah di samping Vano di kursi penumpang.Hari sudah sore, sorot jingga menghiasi langit-langit kota jakarta yang tadi panas menyengat. Rasanya Mita nggak sabar dengan laju kendaraan yang sangat lambat.Sedangkan di luar keadaan jalan memang sedang macet, ditambah lapar. Kombinasi yang pas untuk gadis itu mengumpat pelan.[Billy : Mita belum makan, dia nggak ngambil istirahat demi nyelesain tugas yang lo kasih, tanggung jawab]Pesan singkat dari Billy yang tampil di layar ponsel membuat laki-laki yang sudah melepaskan jas kerjanya itu mendengus.Otomatis sorot tajamnya mengarah ke sampingnya dimana ada seorang gadis yang nggak bisa diam dalam duduknya.Terlihat sekali asistennya itu sedang gelisah. Atau mungkin itu efek menahan lapar. Lagi pula kenapa juga Vano jadi yang ribet.Namun kata tanggung jawab yang disematkan Billy dalam pesannya membuat Vano terganggu. Dia
Dari awal memang banyak orang terdekat yang mengatakan bahwa Vano itu baik. Entah baiknya seperti apa, Mita belum tau pastinya. Sebab jika Vano bersamanya ya begitu sifatnya, menjengkelkan. Namun walaupun begitu, Mita nggak pernah menjudge jika Vano itu jahat.Dia menyebut bosnya gila atau orang aneh ya hanya karena reaksi atas kejengkelan dirinya saja.Mita selalu ingat kata Bapak, jangan pernah menyukai orang seratus persen atau jangan pernah membenci orang seratus persen. Setiap orang memiliki sisi baik dan buruknya. Bedanya hanya seberapa kadar kebaikan atau keburukan, maka itulah yang dominan.Mungkin, seperti Bik Muti ataupun Pak Joko menganggap Vano baik karna laki-laki itu selalu baik pada mereka. Dan Mita menganggap Vano tukang nyinyir ya karena dirinya selalu dinyinyiri oleh bosnya.Mita nggak pernah tau bagaimana sikap asli seseorang. Seperti halnya mengenai sikap Vano.Laki-laki maskulin dengan gaya cool nya itu kini sedang berdiri menjulang dihadapa