Leina lelah dengan kegiatan barunya, mengurus bayi perempuan bernama Vera itu. Dia berharap Miranda segera ditemukan sehingga tak harus melalui ini.Tetapi, meskipun demikian, dia selalu tersenyum ketika Baby Vera sudah anteng. Dia terpesona dengan kelucuan wajah anak itu.Dia mendudukkan anak itu di atas sofa panjang ruang tengah. Lalu, mulai menyuapinya bubur.Baby Vera terlihat anteng memainkan boneka kelinci kecil. Dia juga tidak rewel disuapi oleh Leina.Arsen terlihat turun dari lantai atas sambil menguap. Dia baru saja bangun. Rambut poni di keningnya berantakan sekali, tetapi itu malah membuat dirinya tampak seksi."Leina, buatkan kopi ..." pintanya dengan nada malas."Buat saja sendiri, tidak lihat aku sedang mengurus bayimu?"Arsen menghempaskan dirinya di sofa lain, tepat berhadapan dengan Leina dan Baby Vera. Kelopak matanya tampak setengah terbuka, kelihatan sekali kalau malas bangun.Dia berpendapat, "bayi itu sudah akrab denganmu, ya?"Leina tersenyum bangga. Dia berkat
Tidak ada yang bisa dilakukan Leina. Dia sadar kalau tidak mungkin membuat Arsen berubah pikiran.Seharian, Arsen menyibukkan diri di kantor maupun di kamarnya. Dia hanya keluar ketika makan saja, itupun tidak mengatakan apapun kepada Leina.Hingga malam itu pun tiba. Arsen sudah bersiap menggunakan pakaian semi formal, setelan jas hitam dengan dasi kupu-kupu. Dia menyisir poni rambutnya ke samping sehingga membuat aura ketampanannya semakin kentara. Leina dibuat tertegun melihat pria itu. Tetapi, dia sadar— apapun wujud Arsen, entah saat baru bangun tidur, saat bermalas-malasan, ataupun saat rapi begini itu tetaplah tampan. "Hati-hati," ucap Leina di ambang pintu keluar, membiarkan pria itu pergi naik mobil yang terparkir di samping trotoar depan.Baru setelah itu, dia masuk lagi ke dalam, naik ke lantai dua di mana terdapat ruang tengah. Di situ, sudah ada Hans yang tampak duduk di sofa panjang. Dia bermain dengan Baby Vera yang ada di pangkuannya."Hans, kamu mau makan apa? Aku
Cinderella telah datang ke pesta.Leina akhirnya sadar menjadi pusat perhatian. Tetapi, dia menjadi gelisah, tidak percaya diri— mengira kalau mungkin riasannya tak bagus atau semacamnya."Kenapa mereka melihatku? Apa riasanku aneh? Tapi, aku yakin sudah meniru apa yang dicontohkan youtube," gumamnya lirih.Tetapi, dia mencoba untuk tidak peduli. Tujuannya ke sini adalah mencari Arsen. Dia ingin memastikan pria itu fokus pada pekerjaan atau malah bersenang-senang sendiri.Setelah beberapa menit kemudian, di antara banyaknya orang, dia menemukan sosok Arsen yang berbincang dengan wanita asing di samping meja hidangan. Keduanya terlihat begitu akrab— dan ini membuat Leina terdiam seketika."Aku tahu, pasti Arsen mencari informasi dari para wanita— dia selalu begini." Leina mencoba tidak cemburu. Selama ini, dia tahu kalau Arsen mendekati wanita asing, mengajaknya mengobrol— semua demi mendapatan informasi lebih cepat.Akan tetapi, tentu saja sebagai wanita yang mencintainya, Leina teta
Leina duduk diam di kursi taman depan gedung. Sendirian dalam kondisi suasana yang agak remang.Iya, hanya ada dua lampu taman yang menyala— akibatnya, pencahayaan tak terlalu terang.Arsen dengan mudah menemukan wanita itu. Dia mendekatinya lalu menyerahkan japitan yang jatuh tadi. "Ini japit kamu jatuh."Tanpa menole, Leina dengan kasar menepis tangan pria itu, membuat japitannya jatuh ke atas rerumputan.Arsen memungutnya, lalu dimasukkan ke dalam kantong celana. Dia lantas duduk di samping Leina."Aku tidak akan meminta maaf karena kamu salah, Leina," katanya.Leina meliriknya. "Kamu kira aku mau minta maaf?""Kamu itu selalu saja keras kepala. Siapa yang memberikanmu ijin keluar rumah? AKu sudah menyuruhmu di rumah— dan apa-apaan kamu ini, memakai gaun seperti ini?" "Memangnya kenapa? Ini gaun untuk ke pesta— apa aku salah memakainya?""Terlalu seksi. Kamu harusnya tidak menggunakan pakaian yang ketat seperti itu. Kamu hanya akan menarik perhatian pria hidung belang— seperti bar
Leina begitu bahagia diajak jalan-jalan oleh Arsen. Dia mungkin berkata tidak seperti wanita lain yang langsung takluk saat mendapat perlakuan lembut, tapi kenyataannya dia mudah takluk.Cintanya terhadap Arsen sangat besar, melebihi apapun di dunia ini. Seluruh keluarganya sudah tiada, hanya pria itu kini yang tersisa. Perasaan cintanya semakin bertambah kala mendengar pengakuannya tadi.Iya, Arsen mengaku sendiri kalau peduli padanya dan tak ingin ia dalam bahaya. Itu artinya ia adalah orang yang istimewa, bukan?Leina tak bisa menyembunyikan senyum bahagianya. Akhirnya, dia bisa membuat Arsen melihatnya sebagai wanita dewasa.Dia tak sedikit pun melonggarkan pelukannya di lengan pria itu malam ini. Tak ada perasaan malu meski berjalan-jalan di trotoar— dimana banyak orang asing yang juga melintas.Mereka menjadi pusat perhatian, dan itu wajar saja. Bukan hanya karena paras keduanya yang sangat menawan. Leina yang bagaikan model kelas atas, Arsen pun seperti putra raja. Semua orang
Arsen sungguh mengajak Leina pergi ke hotel terdekat. Lokasinya hanya berjarak dua ratusan meter dari kedai es krim.Leina menjadi gugup. Dia dibuat tidak tenang sekaligus senang. Padahal banyak hotel di sekitar, tapi Arsen memilih hotel berbintang lima. Apa ini artinya malam mereka akan menjadi sangat istimewa?Pemikiran Leina menjadi tidak karuhan. Dia tidak mau kalau mereka bertindak lebih jauh. Dia cuma ingin menghabiskan malam berdua saja— entah itu dengan berdansa atau nonton film romantis di kamar hotel.Begitu sampai di dalam kamar hotel mereka, wanita itu semakin tegang.Arsen melepaskan jasnya, lalu disampirkan ke pinggiran ranjang. Setelah itu, dia melepas dasi kupu-kupunya sehingga lehernya lebih longgar.Dia menoleh pada Leina yang mendadak diam seperti patung. "Ada apa? Takut berduaan denganku di kamar hotel?""Takut?""Sekarang tidak ada alasan untuk menolak, Nona Leina— kamu sendiri yang meminta ini 'kan?"Leina meneguk ludah. Apa Arsen serius ingin tidur dengannya di r
Leina tidak menemukan Arsen di manapun. Dia lelah sendiri, dan akhirnya memilih kembali ke kamar hotel— kemudian tidur.Sementara itu, Arsen bisa bernapas lega akibat lepas dari pengawasan Leina. Dia sudah memastikan kalau kawasan hotel itu aman, jadi dia bisa meninggalkannya sementara di situ.Saat ini, dia membawa Miranda masuk ke dalam mobilnya. Jam tangannya sudah menunjukkan pukul satu dini hari.Suasana lokasi parkir gedung tempat perayaan ulang tahun pengusaha sudah semakin sepi. Wajar karena pesta telah usai— hanya ada petugas jaga dan kebersihan saja yang membereskan sisa pesta.Meski demikian, masih banyak mobil yang terparkir di sekitar mobil Arsen."Ngomong-ngomong, siapa orang berbahaya yang tidak bisa kamu kalahkan? Aku penasaran. Orang sepertimu punya musuh yang tak terkalahkan? Rasanya mustahil.“ Miranda masih penasaran.Arsen bingung harus menjawab apa. “Bukan apa-apa, yang penting kita sudah aman. Aku takut kamu jadi sasaran amukan nanti.”"Amukan?“"Iya."Miranda be
Leina menjelajahi area parkiran basement, mencari tempat yang dimaksud oleh pegawai hotel tadi. Dia diliputi perasaan kesal sekaligus kecewa.Kenapa Arsen meninggalkannya semalaman? Apa pria itu tidak betah bersamanya untuk semalam saja dalam satu ruangan?Apa pria itu cuma ingin bersama wanita seksi yang mau ditiduri?Yang benar saja!Leina tidak terima. Dia takkan menyerahkan tubuhnya pada pria yang bahkan tidak menyatakan cinta. Kemarahan dalam dirinya perlahan mendidih.Kenapa pria itu betah kalau bersama Serena, tapi tidak dengannya? Apa karena Serena selalu pintar dalam hal merayu? Berkata-kata seksi nan kotor?Apa itu yang diinginkan Arsen? Apa pria itu benar-benar suka dengan wanita agresif seperti itu?Tetapi, Leina sadar— dia sangat awam dengan hal semacam itu. Lagipula, dia memiliki gengsi dan harga diri yang tinggi. Sebelum Arsen mengatakan cinta, dia bertekad takkan membiarkannya disentuh."Aku yakin Arsen memang menyukai wanita seperti itu! Tapi, aku tidak seperti Serena