Sekarang karena sudah disebutkan, Sharon mengingat semua yang terjadi sebelum ia pingsan. Ia pergi untuk menemui Dokter Collins, namun ia diserang oleh seseorang di parkiran mobil. Ia tidak tahu apa yang terjadi setelahnya.Ia merasakan sakit dari pergelangan tangannya, lalu ia melihat ke tangannya dan melihat pergelangan tangannya dibalut perban putih. Ia mengerutkan keningnya, bertanya dalam bingung, “Tanganku…”“Setelah kamu diculik, penculik lukain pergelangan tanganmu dan ninggalin kamu di gudang yang tidak terpakai. Mereka pengen kamu berdarah sampe meninggal.” Nada Simon tenang, namun ada rasa ingin membunuh di matanya.“Apa?” Sharon melihatnya tidak percaya. Mereka melukai pergelangan tanganku?“Si..Siapa… yang melakukan hal sejahat itu? Hal ini sulit untuk dipercaya bahwa ada orang yang sangat jahat dan tidak berperasaan yang mencoba dan membunuh dia sedemikian rupa.Simon menggelengkan kepalanya, tatapannya sulit dibaca. “Aku nggak tahu.”“Apa kamu menyelamatkanku? Ora
”Suami sah kamu ada disini sekarang. Kenapa kamu minta orang lain?” Dengan kata-kata itu, ia membawa Sharon ke kamar mandi.Sharon menarik nafas panjang, merasa bertentangan. Mereka menikah secara sah, betul, namun ia masih laki-laki dan ia masih seorang wanita…Simon membawanya ke kamar mandi dan secara hati-hati meletakkannya di toilet. Melihat matanya, ia berkata dengan suara pelan, “Kamu bisa sendiri?”Kata-katanya terdengar sugestif di telinganya, namun ia tetap mempertahankan wajah datarnya!Wajahnya memerah. Ia tidak bisa lebih natural seperti Simon, sehingga ia dengan cepat melambaikan tangannya padanya, berkata, “Jangan khawatir, bisa kok.”Simon tidak berusaha mendorong lebih jauh. Ia menegakkan tubuhnya dan berkata, “Ok, hati-hati ya.”Namun, Simon hanya berdiri disana tidak bergerak. Ia tidak membuat tanda-tanda akan pergi juga. Apakah ia akan berdiri disana dan menonton?Sharon sangat malu dengan pikirannya. “Kamu bisa keluar sebentar?”Simon berdiri disana karena
Ia mencium aroma makanan dan tidak tahan untuk menelan. Perutnya juga berbunyi. Simon mendengar semuanya disampingnya. Melihat ke Sharon, ia tersenyum. “Kamu lapar?”Ini merupakan hal yang normal ketika perut berbunyi ketika seseorang lapar. Ia merasa malu saat Simon mendengarnya. Sharon tersenyum. “Iya, aku lapar.”Ia sangat lapar hingga dadanya menekan punggungnya. Ia lupa bahwa ia punya luka di tangannya ketika ia melihat makanan itu. Ketika ia hendak mengambil semangkuk havermut, ia merasakan sakit pada pergelangan tangannya. Tangannya gemetar dan ia hampir menjatuhkan mangkuk itu.Luka tusuk pada pergelangan tangannya dalam dan lebar. Pelaku menginginkan ia mati, maka dari itu mereka sangat kejam. Ia tidak dapat memegang apapun dengan tangan kanannya untuk beberapa waktu.Sementara itu, ada jarum pada tangan kirinya karena ia sedang diinfus.Sangat menjengkelkan ada banyak makanan di depannya, tapi ia tidak bisa memakannya.Pria itu mengangkat alisnya dan mengambil semangkuk
Jari-jarinya terasa dingin. Sikapnya terlalu penyayang dan ia tidak dapat menahan ambiguitas itu.Ia mendorong tangannya perlahan dengan sopan dan tertawa kecil. “Um… Kamu nggak ke kantor? Kamu nggak perlu khawatir denganku, silahkan pergi dan lakukan pekerjaanmu.”Setelah tangannya didorong dan ia melihat sedikit rasa panik di matanya, wajah pria itu menegang. Pesan yang terlihat dari sikapnya kepada Simon bahwa ia masih menolaknya…Simon telah hidup selama 30 tahun. Untuk pertama kalinya, ia memiliki ide untuk menaklukannya. Ia ingin hidup di hatinya dan ingin wanita ini menjadi miliknya, tubuh dan pikirannya.Tapi, ia juga mengerti bahwa beberapa hal tidak dapat diburu-buru. Atau, ia hanya akan menakutinya. Akan lebih baik untuk melakukannya pelan-pelan.Ekspresi pria itu tidak berubah banyak, jadi Sharon tidak dapat membaca apa yang dipikirkannya. Namun, tatapannya terlihat lebih mengintimidasi dari sebelumnya.Setelah beberapa saat, ia berdiri. Terlihat seperti Simon akan ke
Sharon terkagum memikirkan itu. Lalu, telepon pada samping meja berbunyi, menariknya kembali ke realita.Ia melihat telepon itu. Itu adalah telepon pribadi Simon. Ia meninggalkannya untuk Sharon dan memintanya untuk menelepon putranya.Ketika ia melihat bahwa penelepon itu adalah Franky, ia sedikit merengut. Ini adalah telepon Simon, jadi tidak seharusnya ia menjawab. Namun, Franky seperti memiliki sesuatu yang penting untuk disampaikan dan ia terus menelepon.Sharon ragu. Ia harus menjawabnya dan menyampaikan bahwa Simon pergi ke kantor.Segera setelah Sharon mengangkat telepon itu, suara Franky yang bersemangat terdengar. “Presiden Zachary, apa kamu baik-baik saja?”Tidak heran kalau ia terdengar gelisah. Simon jarang sekali membiarkan teleponnya berbunyi terlalu lama.Sharon membersihkan tenggorokannya. “Hm, Franky, ini saya.”Franky terkejut ketika mendengar suara wanita. Mengapa ada seorang wanita mengangkat telepon Presiden Zachary?Setelah ia tersadar bahwa wanita itu ad
Sally berdiri di depan jendela bergaya Paris di kamarnya. Ia sedang berbicara dengan seseorang ketika suaranya meninggi. “Apa yang kamu bilang? Ia tidak mati?”Ada suara berat pria di ujung lain telepon. “Kami sudah melakukannya, namun ia tidak mati dan diselamatkan. Kami juga tidak dapat berbuat apa-apa. Kapan Anda akan bayar kami sesuai janji?”Sally mencengkeram teleponnya dengan erat, tangannya bergetar karena marah. Ia bahkan mengucap sumpah serapah. “Ia tidak mati lalu apa yang kamu lakukan untukku? Masih berani kamu minta uang?”“Kami sudah culik dia sesuai arahan Anda dan memotong pergelangan tangannya. Siapa yang mengira seseorang menyelamatkan ia sangat cepat? Selain itu, saya sudah korbankan dua orang saya. Itu dua nyawa, jadi Anda tidak bisa memberikan kurang dari yang sudah dijanjikan!” Pria itu juga sangat keras.“Urusannya apa sama saya kalau ada dari kalian yang mati? Kalian bahkan tidak bisa eksekusi ini dengan baik, mereka layak mendapatkan ini meskipun mereka mat
Sharon menghormatinya, namun ia tidak tahu cara menyenangkan orang lain.Sebastian, mungkin hal itu karena mereka berpisah cukup lama, jadi putranya cukup manja. Setelah makan, ia memintanya untuk merakit pesawat dengannya.Sharon sedikit kewalahan. Ia berbaring di sofa di kamar dan tidak ingin bergerak. "Ibu lelah, jadi Ibu hanya akan melihatmu bermain ya."Sebastian menutup bibirnya. “Kalau Ayah ada disini, Ayah akan merakitnya bersamaku.” Mata anak itu berbinar. “Ibu, bisakah Ibu menelepon Ayah untuk tanya kapan dia akan pulang?”Setelah melihat mata memohon dari putranya, Sharon tentu saja tidak tahan untuk menolaknya. Tampaknya ketika jauh dari rumah, Simon dan putranya memiliki ikatan yang cukup baik.Simon kemudian membelikannya telepon baru dan mengajukan kartu SIM baru juga. teleponnya yang hilang tidak dapat diambil lagi."Baik, Ibu telepon ya." Sudah sangat larut dan Simon masih belum kembali. Ia sangat khawatir tentangnya.Dalam daftar telepon baru Sharon, ia cuma pu
“Kami sedang di hotel. Jika Anda ada masalah yang mendesak, saya akan memintanya telepon Anda balik saat ia keluar. ” Nada bicara Rebecca bukanlah nada yang seharusnya digunakan oleh seorang sekretaris.Ekspresi Sharon sedikit berubah, tapi ia berkata, “Nggak perlu. Bukan sesuatu yang mendesak kok. Kamu nggak harus memberitahunya. Itu saja." Sharon buru-buru menutup telepon, tidak ingin mendengar suara Rebecca Lawrence mengucapkan sepatah kata lagi.Mereka berada di sebuah hotel? Simon masih mandi?Apakah ia lembur di tempat seperti itu?Sharon tidak bisa mengendalikan pikirannya sendiri.Mengapa saat ia memikirkan hal-hal ini, dadanya membuatnya tampak sulit untuk bernafas? Juga, ada apa dengan perasaan tidak enak itu?Mengapa ia begitu peduli tentang apakah ia berada di kamar hotel dengan Rebecca?Jika ia benar-benar menghabiskan waktu bersama Rebecca di tempat seperti itu, itu adalah hal yang baik untuk Sharon. Dalam perjanjian yang mereka tandatangani, siapa yang menggugat