Totalnya lima hari Erland dan Amelia berbulan madu, di saat yang sama Tio berhasil melewati masa kritisnya. Pria ini dicerca serta dijejal dengan banyak sekali tuntutan aturan ketaan dari dokter dan keluarganya. Dirinya sudah tidak bisa melewatkan jadwal meminum obat, cek up dan terapi. Semua harus sesuai dengan aturan walau belum tentu membuatnya berumur panjang, tetapi setidaknya Tio bisa menghirup udara lebih banyak dibandingkan saat dirinya lalai terhadap semua tahap pengobatan.Hal pertama yang dilakukan Amelia adalah menghubungi Cristy untuk menanyakan kondisi Tio. Syukurnya wanita ini mendapatkan jawaban baik, “Tio selamat dari maut, tapi aku tidak tahu dia akan bertahan berapa lama, dokter tidak menjanjikan apapun, semuanya tergantung niat hidup Tio dan kebaikan Tuhan.” Nada suaranya masih menyimpan sendu walau diselimuti kebahagiaan.“Syukurlah ....” Ini kali pertama Amelia dapat menarik senyuman karena Tio setelah lima hari ke belakang.“Sekarang kamu di mana, Mei?” Kini, em
Keesokannya, William dan Erland sepakat akan menjenguk Tio. Jadi, keduanya berpamitan pada istri masing-masing. Amelia dibuat heran dengan niat baik Erland, “Kamu yakin akan menjenguk Tio? Karena aku yakin Tio membenci kamu.”“Tidak apa, Sayang. Aku menjenguk karena manusiawi, kalaupun Tio tidak suka, aku tidak keberatan sama sekali.”“Bagaimana kalau dia mengatakan hal-hal sensitif, misalnya ... secuil kisah kami di masa lalu. Apa kamu yakin akan baik-baik saja?” Setelah melontarkan pertanyaan ini Amelia menunduk. Sekejap, bola matanya hanya mengintip wajah Erland.“Biarkan saja. Toh masa lalu kalian tidak akan terulang.” Santai Erland seiring menggendikan bahunya hingga Amelia mengerjap dan kembali memandangi suaminya.“Eu ... iya sudah sih, kalau memang sudah seyakin itu. Tapi buat jaga-jaga tolong jangan dengarkan apapun yang Tio katakan!” pringatan Amelia karena terlalu khawatir suaminya akan cemburu dan pulang membawa perang.“Iya, Sayang ....” Pelukan hangat mendarat sesaat, ke
Hari berganti, Erland berpamitan pada keluarganya. “Aku akan selalu mengabari kamu, Sayang.” Kalimat spesialnya untuk Amelia.“Kamu memang harus melakukannya.” Pelukan Amelia melingkar erat, tetapi dirinya tidak dapat menahan walaupun ingin hingga akhirnya suaminya berlalu, meninggalkannya hingga bulan berikutnya.Sopia mengelus punggung Amelia. “Karena Erland tidak ada, Mama akan memotong sebagian kesibukan untuk menemani kamu ....” Lembutnya.Amelia segera menatap ibunya dengan mata berkaca. “Sebenarnya Amei masih tidak rela Erland pergi.”“Sudah ..., kepergian Erland untuk bekerja, jangan ditangisi,” nasihat kebaikan Sopia dilanjutkan setelah kemarin memberikan nasihat serupa bersama Bagaswara. Wanita ini menggiring putrinya masuk ke dalam, kemudian berkata pada Amanda, “Tolong kamu cek ke toko ya, bagaimana laporan keuangan kemarin.”“Baik, Nyonya.” Anggukan patuh Amanda. Ini adalah pertama kalinya dirinya mengunjungi toko milik Sopia tanpa majikannya karena biasanya perannya hany
Bagaswara menepati janjinya pada Erland, pria ini menjenguk Kenzo dan Amelia walau ini adalah hari pertama putranya meninggalkan keluarganya. Anak dan menantunya baik-baik saja, tapi dia sempat meminta pada menantunya untuk menginap sesekali selama Erland di luar kota.“Iya, lain kali Amei dan Kenzo akan menginap, sekalian Amei ingin menjenguk Tara karena katanya kehamilan Tara sangat parah.”Bagaswara terkekeh, “Iya, Tara mengalami berbagai macam kendala di kehamilan pertamanya, tapi ibu dan bayi tetap sehat walaupun banyak sekali dramanya.”Sopia menyahut, “Syukurlah jika ibu dan bayi tetap sehat. Tentang sulitnya masa-masa kehamilan anggap saja hal yang wajar, toh nanti mereka akan mendapatkan bayi yang selama ini dinantikan, yang akan menjadi pelengkap pernikahan mereka.” Kekeh Sopia di akhir. Kedua keluarga sangat hangat layaknya dua orang besan, serta hubungan baik menantu dan mertua.Beberapa hari berlalu, kehidupan Amelia dan Erland tetap baik-baik saja walaupun mereka terpisa
Saat ini suasana hati Erland tidak baik, tetapi sejurus kemudian dia berusaha memaklumi Emily yang tidak berubah sejak saat kuliah. Jadi, keduanya memesan sebuah meja, menyantap hidangan makan malam bersama. “Apa kesibukanmu?” Pria ini mengawali pertanyaan supaya suasana tidak canggung. Sebuah makanan berkalori rendah dipilihnya, disantap perlahan walau makanan di hadapannya sama sekali tidak menggugah selera akibat kebohongan yang dilakukan Emily hingga dirinya berakhir di tempat ini.“Tidak ada, aku hanya sedang menghabiskan uang papa sebelum papa memblokir atmku,” desah Emily seolah menjadi orang paling menyedihkan dengan banyak masalah.“Sudah pulang ke rumah?” Datar Erland, tetapi mencoba hangat. Walaupun di hadapannya adalah seorang wanita yang pernah mengisi hari-harinya, tetapi kini semua sudah sirna, tidak akan ada masa lalu yang terulang.“Belum, mana bisa aku pulang sekarang. Aku masih sangat sakit hati oleh perkataan papa dan niat papa menjodohkanku. Erland, tolong aku. Ja
Bagaswara terpaku sesaat, dirinya kaget, tetapi bukan karena kabar Erland menghamili seorang wanita bernama Emily, melainkan karena kabar ini tidak masuk akal. Bagaswara mengambil udara cukup panjang kemudian berkata santun dan propesional pada salah satu koleganya, “Pertama, saya memohon maaf jika mungkin perkataan saya lancang, tapi dengan berat hati saya katakan jika dugaan Anda kepada putra saya sangatlah salah.”Seketika, pria ini semakin naik pitam. “Tidak ada yang salah, Tuan Bagaswara. Sudah jelas putra Anda menghamili putrinya saya. Bahkan sekarang Emily sedang tidak sadarkan diri, putra Anda sendiri yang membawanya!”“Jika diizinkan, saya meminta berbicara dengan Erland sebentar.” Bagawara menghadapinya dengan tenang toh Erland tidak bersalah sama sekali untuk apa grogi dan hal sejenis lainnya. Kebenaran selalu menang.Pria ini menatap Erland dengan sengit, kemudian menyalakan load speaker. “Tuan Bagaswara ingin bicara.”“Iya.” Erland segera menanggapi kalimat pria di hadapa
Tanpa aba-aba Erland kembali menutup pintunya bahkan di hadapan wajah Emily sekali pun, hingga wanita itu menganga mendapatkan sikap seperti ini dari Erland. “Erland, kenapa kamu menutup pintunya? Aku mau bicara ....” Wanita ini sedikit berteriak walau tidak sampai menggedor pintu.“Astaga ....” Erland memegangi pelipisnya seiring menggelengkan kepala. Dirinya baru saja terbangun dari dunia mimpi, tetapi saat membuka mata justru sumber masalah yang dilihatnya bahkan alasannya terjaga karena Emily si sumber masalah itu sendiri.Sengaja Erland menutup pintunya saat mengetahui tamunya karena dirinya yakin Emily hanya akan membuat keributan dengan kalimat bertele-bele yang menjurus pada kehamilannya yang harus menjadi tanggung jawab dirinya. Erland tidak ingin terlibat dengan urusan tidak penting, maka dirinya harus mengabaikan wanita itu sekalian menjaga hati Amelia yang sedang menantinya.Piyama tidurnya ditanggalkan, hingga hanya menyisakan celana panjang, handphone diperiksa sebelum m
Erland berjanji akan datang untuk menyelesaikannya walaupun sebenarnya malam hari adalah waktunya beristirahat. “Ini sangat memuakan!”Di sisi lain, William menemui Tio saat dirinya senggang. Sahabatnya masih dalam perawatan, tetapi dia menjalani perawatan di rumah. “Bagaimana kabarmu, brother?” sapa hangat William seiring adu tinju dengan Tio.“Seperti yang kau lihat. Aku berada di atas kursi roda,” desahnya. Ini adalah keadaan paling buruk sepanjang sejarah hidupnya. Tio tidak menyangka jika penyakitnya ini akan menggerogoti kesehatannya sampai sejauh ini. Ini terlalu di luar dugaan dirinya.“Tak apa, jangan pantang menyerah, kau akan sembuh,” kekeh William untuk memberikan support hidup pada Tio.“Entahlah, sekarang setiap hari aku hanya pasrah dan aku siap kapanpun malaikat maut menjemputku.” Datar Tio seiring memandangi langit luas di luar sana.“Hei, jangan bicara gegabah seperti itu karena malaikat maut juga tidak akan gegabah.” Tawa kegelian William, “sudahlah, akhirnya semua