“Sayang. Aku baru saja mengetahui sesuatu dari William,” ucap lembut Erland yang masih melingkarkan pelukannya di pinggang Amelia, sedangkan sang istri menyandarkan kepalanya di bahu suaminya.“Tentang apa?” sahut santai Amelia seiring menyaksikan sinetron yang tayang setiap hari, di jam yang sama. Hanya saja tidak setiap hari sinetron ini menjadi hiburan Amelia, wanita ini tidak memiliki tontonan khusus, maka salurannya sering berganti.“Tentang Tio dan ibunya.” Nada suara Erland biasa saja, tetapi tentu saja Amelia segera mengerjap dan meninggalkan bahu Erland untuk menatap suaminya.“Ka-mu, sudah tahu?” Hati Amelia tidak tenang karena mungkin Erland akan merasa cemburu.“Tahu, Sayang.” Senyuman teduh Erland, kemudian mendesah mengasihani Amelia. Tangan kanannya mengusap lembut pipi sang istri, “Sekarang keluarga Tio membenci kamu. Seharusnya temui saja Tio, andaipun tidak mau, mungkin kamu bisa melakukannya demi ibunya Tio.” Kalimat lembut Erland yang memilih memberikan izin untuk
Lewat tengah hari Erland dan Amelia barusaja kembali, mereka membawa oleh-oleh untuk Kenzo dan juga Sopia serta Adhinatha walaupun Adhinatha tidak di rumah. Sopia segera mengajukan pertanyaan sebelum menerima buah tangan dari anak dan menantunya, “Bagaimana tadi di sana, apa Tio menggila dengan tidak tahu dirinya memeluk kamu, Mei!” Sebenarnya ini lebih ke arah cemas dan kesal dibandingkan pertanyaan biasa saja.“Tidaklah Ma ... Tio tidak akan melakukannya.” Amelia harus berhasil meluruskan prasangkan ibunya karena jika tidak, itu akan menjadi sangat berbahaya di kemudian hari atau bahkan di menit berikutnya.“Karena dia sangat tergila-gila sama kamu, Mei. Makannya Mama berpikiran negarif pada Tio!” ungkapan hati Sopia karena tidak dapat menahannya.“Mama tenang saja ... Tio tidak begitu, Tio masih tahu diri kok.” Bukan karena membela mantan kekasihnya, tetapi kenyataannya memang seperti itu, Tio tidak pernah melancarkan sentuhan fisik padanya apalagi dengan memeluk yang jelas sangat
Hari berganti, Cristy mengunjungi kediaman Tio sesuai permintaan Jesica kemarin hanya saja terdapat niat terselubung, selalu saja ada udang di balik batu. “Aku ingin mendengar pertemuan Tio dan Amelia kemarin, kamu mau menceritakannya kan, sepertinya sangat menyenangkan. Hihi ...," pinta santainya untuk menyembunyikan maksudnya.“Kemarin Amelia berbicara cukup banyak dengan kakak. Kak Tio sangat senang dan sampai hari ini kakak menunjukan semangatnya untuk sembuh. Intinya kedatangan Amei kemarin sangat mempengaruhi kakak, seolah Amelia mampu membangkitkan aura positif kakak.” Cerita ceria Jesica.“Syukurlah." Senyuman tulus Cristy karena Tio memang berhak sembuh dan bahagia walau tanpa Amelia. “Lalu bagaimana dengan Erland. Apa dia tidak cemburu sama sekali melihat Amelia bertemu Tio?” Wanita ini mulai menggali informasi penting yang menjadi tujuannya datang kemari.“Erland menunggu di ruang tamu bersama mama. Dia mengerti dengan sendirinya kalau kakak tidak nyaman melihatnya.” Jesica
Beberapa hari berlalu, William kembali setelah satu bulan tinggal di kota berbeda dengan Nitara. Maka, saat dirinya melihat senyuman di wajah istrinya rasa rindu segera ditumpahkan. Pria ini memeluk Nitara sangat lama tanpa peduli walaupun saat ini kedua mertuanya menyaksikan mereka. “Sering sekali aku kesulitan tidur karena mengingat kamu, Sayang,” ungkap William saat menyalurkan rasa rindunya yang dalam.“Aku juga begitu ... apalagi di awal kepergian kamu, aku sangat kehilangan karena biasanya kita selalu tidur berdua dari malam sampai pagi.” Nitara tenggelam dalam dekapan William, tetapi tidak membalas memeluk dengan melingkarkan kedua lengannya yang mulai berlemak karena tubuh kekar William tidak sanggup dipeluk sepenuhnya saat keadaan hamil.“Sekarang kita akan tidur berdua lagi, Sayang. Ehm, maksudnya bersama anak kita,” kekeh bahagia William yang masih melingkarkan pelukan di tubuh Nitara sekalian mengecup puncak kepala istrinya beberapa kali. Kini, lingkaran tangannya terlepas
Pada sore harinya, Erland bersama Bagaswara mengunjungi kediaman mereka. William sudah di sana sejak pagi, dengan sengaja mengulur waktu hanya untuk menemui saudara kembarnya. Saat ini William meninggalkan tongkat golf yang sejak tadi menemaninya untuk mengisi waktu. Pelukan saudara kembar segera saling menyahut. “Apa kabar, Brother?” Wiliam mengawali percakapan.“Sangat baik. Lalu bagaimana dengan saudaraku?” Senyuman lembut Erland bersama penuh rasa syukur karena William kembali dengan selamat dan sehat, dan yang paling penting bahagia.“Aku sebaik dirimu.” Keduanya kembali saling menepuk punggung mereka yang dipenuhi dengan otot kekar, kemudian mulai saling melepaskan. William segera mengajak saudaranya bermain golf bersamanya, sedangkan Bagaswara melepas penat dengan menyaksikan kedua putranya.Miranda datang bersama empat buah minuman, pun pelayan mendampingi seiring membawakan banyak camilan segar dan camilan yang mampu mengganjal lapar. “Anak-anak kita sudah berkumpul, Pa ....”
Hari berganti, Kenzo digendong oleh Erland setelah keduanya menyelesaikan sarapan. Amelia mengajukan pertanyaan sebelum anak dan suaminya berlalu, “Kamu sudah menghubungi mama, kan?”“Sudah, Sayang. Mama sangat gembira, pasti papa juga. Tadi katanya papa sedang mandi.”“Baiklah, selamat bersenang-senang Sayang ....” Kecupan Amelia menjadi pengiring kepergian buah hatinya.Sopia dan Adhinatha berdiri di belakang Amelia, mereka menginginkan giliran untuk memberikan ciuman penuh kasih sayang sebelum berpisah dengan cucu yang bak putra mereka. Jadi, setelah Amelia puas menciumi putranya, maka kini giliran kakek dan neneknya yang terkesan over saat melepaskan Kenzo.“Mama sama Papa bisa biasa saja, kan. Nanti Kenzo pulang lagi, kok!” heran Amelia sekaligus mengejek sikap ayah dan ibunya.Sopia segera memerotes, “Kapan lagi coba bertemu Kenzo. Bagaimana kalau Kenzo pergi selama satu minggu atau jangan-jangan satu bulan!”“Mudah saja, Mama tinggal menjenguk Kenzo, Amei juga akan ikut karena
Cristy mendesah, “Aku terlanjur mencintainya.”“Perasaan memang tidak dapat diatur harus mencintai siapa, tapi aku harap kamu mau menggunakan logika.” Erzhan tidak berhenti menasihati, “tetapi kembali lagi pada kamu, kamu yang berhak mengambil keputusan.”“Aku akan tetap mencintainya walaupun sangat menyakitkan,” desah lirih Cristy.“Jangan berikan tubuhmu bagaimanapun kamu mencintainya. Pria akan sangat menyukainya, tetapi bukan berarti akan menikahimu.” Erland mengulang nasihatnya yang ini supaya kawannya tidak dibutakan oleh cinta.“Aku akan memikirkannya.” Cristy masih memasang wajah membatin seolah perasaannya sangat menyiksa. Tetapi aktingnya tidak sepenuhnya dusta karena memang perasaan pada Erland sering membuatnya terluka, tetapi anehnya rasa itu tidak ingin dihilangkan justru semakin menjadi.Erland membantu mengisi piring Cristy. “Makanlah dulu, jangan biarkan makanannya menjadi dingin.” Tatapan lembutnya, sedangkan Cristy menyahut dengan anggukan polos seakan dia memang wa
Saat kedua pria ini menghabiskan rokok mereka, Cristy barusaja berpamitan. “Selamat bekerja untuk kalian berdua.” Senyuman lembutnya.“Biar aku antar sampai ke pintu utama,” tawaran tidak terduga dari Erland hingga Cristy mengerjap senang, tetapi dia mencoba jual mahal layaknya wanita pada umumnya.“Tidak perlu, aku tidak ingin merepotkanmu.”“Tidak apa, lagipula aku masih senggang. Mari.” Erland memperlakukan Cristy sebagaimana seorang teman, tetapi tetap sopan dan sedikit formal karena ini lingkungan berbisnis, apalagi mereka meninggalkan ruangan yang bisa juga disebut sebagai tempat privasinya Erland.William berkata, “Biarkan Erland mengantarmu. Ada banyak pria lajang di sini, mungkin mereka akan menggodamu.” Tawa singkatnya hingga membuat pipi Cristy sedikit merona. Siapa yang tidak akan bangga dikelilingi dua orang pria tampan seperti ini?Maka, kini Erland berjalan bersisian dengan Cristy. “Ingat pesanku.” Ini adalah tujuannya memberikan perhatian lebih pada kawannya sampai-sam