Pada sore harinya, Erland bersama Bagaswara mengunjungi kediaman mereka. William sudah di sana sejak pagi, dengan sengaja mengulur waktu hanya untuk menemui saudara kembarnya. Saat ini William meninggalkan tongkat golf yang sejak tadi menemaninya untuk mengisi waktu. Pelukan saudara kembar segera saling menyahut. “Apa kabar, Brother?” Wiliam mengawali percakapan.“Sangat baik. Lalu bagaimana dengan saudaraku?” Senyuman lembut Erland bersama penuh rasa syukur karena William kembali dengan selamat dan sehat, dan yang paling penting bahagia.“Aku sebaik dirimu.” Keduanya kembali saling menepuk punggung mereka yang dipenuhi dengan otot kekar, kemudian mulai saling melepaskan. William segera mengajak saudaranya bermain golf bersamanya, sedangkan Bagaswara melepas penat dengan menyaksikan kedua putranya.Miranda datang bersama empat buah minuman, pun pelayan mendampingi seiring membawakan banyak camilan segar dan camilan yang mampu mengganjal lapar. “Anak-anak kita sudah berkumpul, Pa ....”
Hari berganti, Kenzo digendong oleh Erland setelah keduanya menyelesaikan sarapan. Amelia mengajukan pertanyaan sebelum anak dan suaminya berlalu, “Kamu sudah menghubungi mama, kan?”“Sudah, Sayang. Mama sangat gembira, pasti papa juga. Tadi katanya papa sedang mandi.”“Baiklah, selamat bersenang-senang Sayang ....” Kecupan Amelia menjadi pengiring kepergian buah hatinya.Sopia dan Adhinatha berdiri di belakang Amelia, mereka menginginkan giliran untuk memberikan ciuman penuh kasih sayang sebelum berpisah dengan cucu yang bak putra mereka. Jadi, setelah Amelia puas menciumi putranya, maka kini giliran kakek dan neneknya yang terkesan over saat melepaskan Kenzo.“Mama sama Papa bisa biasa saja, kan. Nanti Kenzo pulang lagi, kok!” heran Amelia sekaligus mengejek sikap ayah dan ibunya.Sopia segera memerotes, “Kapan lagi coba bertemu Kenzo. Bagaimana kalau Kenzo pergi selama satu minggu atau jangan-jangan satu bulan!”“Mudah saja, Mama tinggal menjenguk Kenzo, Amei juga akan ikut karena
Cristy mendesah, “Aku terlanjur mencintainya.”“Perasaan memang tidak dapat diatur harus mencintai siapa, tapi aku harap kamu mau menggunakan logika.” Erzhan tidak berhenti menasihati, “tetapi kembali lagi pada kamu, kamu yang berhak mengambil keputusan.”“Aku akan tetap mencintainya walaupun sangat menyakitkan,” desah lirih Cristy.“Jangan berikan tubuhmu bagaimanapun kamu mencintainya. Pria akan sangat menyukainya, tetapi bukan berarti akan menikahimu.” Erland mengulang nasihatnya yang ini supaya kawannya tidak dibutakan oleh cinta.“Aku akan memikirkannya.” Cristy masih memasang wajah membatin seolah perasaannya sangat menyiksa. Tetapi aktingnya tidak sepenuhnya dusta karena memang perasaan pada Erland sering membuatnya terluka, tetapi anehnya rasa itu tidak ingin dihilangkan justru semakin menjadi.Erland membantu mengisi piring Cristy. “Makanlah dulu, jangan biarkan makanannya menjadi dingin.” Tatapan lembutnya, sedangkan Cristy menyahut dengan anggukan polos seakan dia memang wa
Saat kedua pria ini menghabiskan rokok mereka, Cristy barusaja berpamitan. “Selamat bekerja untuk kalian berdua.” Senyuman lembutnya.“Biar aku antar sampai ke pintu utama,” tawaran tidak terduga dari Erland hingga Cristy mengerjap senang, tetapi dia mencoba jual mahal layaknya wanita pada umumnya.“Tidak perlu, aku tidak ingin merepotkanmu.”“Tidak apa, lagipula aku masih senggang. Mari.” Erland memperlakukan Cristy sebagaimana seorang teman, tetapi tetap sopan dan sedikit formal karena ini lingkungan berbisnis, apalagi mereka meninggalkan ruangan yang bisa juga disebut sebagai tempat privasinya Erland.William berkata, “Biarkan Erland mengantarmu. Ada banyak pria lajang di sini, mungkin mereka akan menggodamu.” Tawa singkatnya hingga membuat pipi Cristy sedikit merona. Siapa yang tidak akan bangga dikelilingi dua orang pria tampan seperti ini?Maka, kini Erland berjalan bersisian dengan Cristy. “Ingat pesanku.” Ini adalah tujuannya memberikan perhatian lebih pada kawannya sampai-sam
Cristy tidak berlama-lama bersama Amelia karena dia memilih melayani custamer lain untuk menghindari Amelia hingga sahabatnya berlalu setelah mendapatkan perlengkapan Kenzo untuk melewati musim panasnya. Kini, Sopia sedang duduk di sisi putrinya. “Lebih baik pakaian Kenzo diantar sekarang saja.”“Ya sudah, terserah Mama saja. Lagian Amei sudah kangen Kenzo.” Senyuman merekah karena bagaimanapun dirinya di mata Kenzo sekarang, putranya tetaplah orang pertama yang akan selalu dia rindukan.Jadi, Sopia dan Amelia mengunjungi kediaman Bagaswara yang hanya dihuni oleh Miranda, Kenzo dan banyak pekerja. Kenzo segera berlari kecil menuju ibunya saat melihat Amelia tersenyum merekah padanya. Panggilan mama digunakan dengan sangat ceria oleh malaikat kecil, sangat terlihat jika Kenzo juga merindukan ibunya.“Apa Kenzo rewel?” tanya Sopia sekalian menebak.Miranda memberikan jawaban lembut, “Tidak sama sekali. Kenzo sangat tenang dengan mainannya.”“Syukurlah ... saya kira Kenzo akan mengamuk,”
Malam ini semua orang tetap berkumpul, mereka menginap di kediaman Bagaswara kecuali Adhinatha yang memilih kembali ke kediamannya karena harus mengerjakan sesuatu.Kesesokan paginya semua orang tetap sarapan bersama, kemudian para pria bekerja sedangkan Amelia dan Nitara masih berada di sana, apalagi Amelia ditahan pulang oleh Miranda karena Nitara akan kembali bersama orangtuanya.“Mei, kamu temani saja mama selama beberapa hari,” kekeh Nitara yang masih merindukan suasana tempat kelahirannya.“Iya, tapi aku tidak yakin betah di sini.” Amelia tidak menutupinya, lagipula Nitara merupakan ipar sekaligus sahabat.“Pasti kamu betah kok. Mama sangat baik, apalagi Kenzo kan di sini, kok bisa sih kamu tahan berpisah sama anak?” heran Nitara karena walaupun dirinya belum memiliki pengalaman memiliki seorang anak, tetapi sudah terbayangkan jika dirinya akan selalu berada di samping anaknya karena tidak sanggup berpisah.“Sudah biasa. Hihi ....” Itu karena masa lalunya dan Kenzo yang sering t
Nitara mencoba mencari jawaban atas kebingungannya. “Ma, tadi tidak sengaja Tara mendengar Cristy menyebutkan Erland, seakan Cristy ingin sekali selalu menemui Erland. Apa Tara harus mengatakannya pada Amei?”“Cristy yang dulu sering kesini?” Mamanya Nitara tidak mengenal kawan-kawan putrinya selain Cristy karena setelah lulus sekolah tidak pernah ada yang berkunjung ke rumah selain wanita itu. Nitara terlalu malu menunjukan keadaannya, apalagi pada kawan-kawan bekerjanya, hanya saja Cristy berbeda dengan yang lain, yang cara bicaranya sangat tinggi. Cristy sama seperti Amelia maka dari itu Nitara bisa dengan luwes bergaul dengan keduanya.“Iya, sekalian pemilik butik yang tadi kita kunjungi.”“Tadi kalian duduk bersisian, kenapa tidak menyapa kawan kamu?” heran wanita ini karena yang dia tahu persahabatan putrinya dengan wanita bernama Cristy sangat lengket.“Tadi maksud Tara memang ingin menyapa. Hanya saja Cristy aneh, jadi Tara terlalu canggung menyapa.”“Lebih baik dibiarkan saja
Hari berganti, Nitara mencoba mencuci otak Amelia untuk kebaikan sahabatnya. “Mei, mungkin untuk siang ini kamu harus mengirimkan makan siang pada Erland sekalian menemani suami kamu makan siang, aku dengar kamu sering memasak bekal makan siang. Hihi ....” Panggilan udara dihubungkan sekitar pukul delapan pagi setelah William meninggalkan rumah menuju gedung perusahaan miliknya sendiri.“Iya, hampir setiap hari aku membuatkan bekal, hanya kemarin saja aku tidak membuatnya karena Erland melarang. Hihi ....”“Kenapa melarang?” Nitara pikir itu karena pertemuan Erland dengan Cristy walau dia sudah mendengar jika kemarin sahabatnya mengunjungi Tio, bukan Erland.“Kemarin Erland terlalu sibuk, jadi katanya entah jam berapa dia bisa makan. Tapi ternyata saat pulang Erland tidak makan siang sama sekali. Kasihan sekali suamiku,” desah Amelia.Nitara barusaja mendapatkan jawaban atas kecurigaannya. Lalu dengan antusias kembali mencoba mempengaruhi Amelia. “Kalau begitu lebih baik siang ini kam