Widia terus memeluk boneka pemberian Dani, bahkan saat makan Widia tidak meletakkan boneka itu. Aisyah tersenyum Kakak dan Adik ini ternyata sama-sama bucin pada seseorang yang mereka cintai. "Kamu kenapa, sayang?" tanya Krisna yang melihat Aisyah sedari tadi terus tersenyum melihat Widia. "Adik kamu, tuh. Sama bucin kanyak kamu." "Emang salah?" "Enggak sih." "Terus." "Gemes aja." "Aku tahu yang gemes sama kamu." "Gemes kenapa?" "Gemes pengen miliki kamu." "Mulai deh gombalnya." "Ga apa-apa, kan gombalnya sama pacar sendiri bukan pacar orang." "Emang ada niat untuk godain pacar orang." "Ya enggak lah sayang." "Kalian ini berisik sekali," ucap Widia kesal karena konsentrasi makan tergantung oleh percakapan mereka. "Maaf," kata Aisyah dan Krisna bersamaan.Dani merasa muak dengan mereka berdua, ingin rasanya pergi tetapi dia tidak enak bila meninggalkan Widia. Dani mencuri pandang dengan Aisyah, tawa Aisyah membuat hati Dani luluh lantak hanya dengan mendengar. Andai saja
"Good morning, kakak ipar," sapa Widia yang baru tiba. "Pagi, tumben telat? biasanya udah nongkrong duluan." "Ini tuh gara-gara kak Dani," ucap Widia tersenyum. "Kok bisa?" "Bikin aku ga bisa tidur." "Oh, lagi di mabuk cinta rupanya," ucap Aisyah terkekeh melihat Widia. "Ada yang lucu?" "Tidak ada." "Terus, kenapa tertawa?" "Memangnya tidak boleh." "No." "Kenapa? mulut-mulut aku." "Eh, kak Dani sudah datang belum?" "Belum." "Serius." "Iya, sepertinya kalian jodoh. Sama-sama terlambat." "Apaan, sih," ucap Widia tersipu malu. "Nah, itu kak Dani. Panjang umur dia, baru aja di omongin sudah datang," ucap Aisyah menunjuk ke arah tempat parkir. "Penampilan aku bagus, kan?" tanya Widia seraya merapikan rambutnya. "Sudah, kamu cantik kok," jawab Aisyah. "Morning girls," sapa Dani "Pagi," jawab Aisyah dan Widia bersamaan. "Sudah pada sarapan?" "Aku sudah." "A, aku juga sudah," jawab Widia gugup. "Kamu kenapa Wid, sakit?" "Tidak aku baik-baik saja." "Oya, aku pamit m
"Aku baik-baik saja sayang, kamu jangan mengkhawatirkan aku," ucap Krisna mengusap lembut rambut panjang Aisyah dalam pelukannya. "Bagaimana aku tidak khawatir, mereka berempat sedangkan kakak sendiri." "Jadi, kamu meremehkan kekuatan Krisna?" "Bukan begitu, aku hanya takut." "Apa yang kamu takutkan, sayang?" "Takut jika terjadi sesuatu terhadap kakak." "Selama kamu ada di sisi aku, aku akan baik-baik saja." "Kamu membuat aku khawatir," kata Aisyah serak. "Maafkan aku," ucap Krisna. "Kakak tadi dari mana? kenapa ada disini," tanya Aisyah. "Seharusnya aku yang tanya, ngapain kamu di sini?" tanya Krisna balik. "Motor aku mogok, dan tumben juga jalanan sepi tidak seperti biasanya," jawab Aisyah. "Ya udah, sekarang kita pulang." "Kakak ga tugas?"Krisna hanya tersenyum sebagai jawaban, kemudian menuntun Aisyah menuju motornya.***Sebuah mobil Sedan warna putih berhenti di depan rumah besar bernuansa adat Bali. Kaki jenjang mulus menjejakan kakinya di atas ubin keramik, sos
Udara pagi yang masih berkabut tak menyulutkan semangat pemuda yang tengah asyik berlari ringan di jalan raya yang masih sepi oleh penduduk sambil meregangkan otot-otot kedua tangan, jalan yang masih lenggang membuat Krisna senantiasa bergerak untuk melatih otot-otot kaki dengan cara berlari setiap pagi sudah menjadi rutinitas Krisna untuk menjaga kebugaran tubuhnya.Pagi ini entah mengapa Krisna berjalan melewati perumahan Aisyah. Tiba di depan rumah Aisyah, Krisna melihat Aisyah sedang mencuci motor dengan mengenakan kaos putih lengan pendek dan celana kain selutut. Krisna terus memandangi wanita pujaannya itu, sementara Aisyah masih belum menyadari keberadaan Krisna yang diam-diam memperhatikan dirinya.Krisna mengayun langkah kakinya mendekati Aisyah, tanpa sadar kini Krisna telah sampai di belakang Aisyah. Gadis itu masih belum menyadari kehadiran Krisna, hingga Krisna menyentuh pundaknya. "Astagfirullah!" "Maaf," ucap Krisna tersenyum. "Kakak ngapain disini?" "Jalan-jalan."
"Aisyah sayang, bangun yuk. Kita sarapan dulu, Papa sudah nungguin tuh," kata Mariam membelai rambut indah Aisyah."Masih ngantuk, Ma," jawab Aisyah menenggelamkan diri di balik selimut."Hm, anak gadis kok bangkong. Pamali ora ilok," ucap Mariam. "Kalau kamu begini terus, gimana mau dapat cowok, hm?" kata Mariam menasehati Aisyah."Kalau jodoh, ga akan kemana Ma. Biar kata Aisyah sembunyi di lubang semut sekali pun, kalau jodoh pasti ketemu," jawab Aisyah masih meringkuk di dalam selimut."Iya, tapi kalau ga di cari, ya, mau dapat dari mana nduk," kesal Mariam menyibak selimut yang menutupi tubuh putrinya."Ya nanti pasti ketemu lah Ma, lagian Aisyah kan masih muda. Belum tua amat Ma, wong umur Aisyah kan baru dua puluh lima tahun Mia" kata Aisyah sambil cemberut."Tapi Mama sama Papa pengen segera punya cucu," ucap Mariam duduk di sebelah Willi dengan wajah sedih. "Teman-teman Mama sudah pamer cucu ke Mama. cuma Mama yang belum gendong cucu, kan kamu anak satu-satunya yang kami pun
"Tapi Kak, apakah Om Bagas akan menerima aku." "Kita akan berjuang bersama, untuk mendapatkan restu dari orang tua ku." "Yang dikatakan Nak Krisna benar Nak, kalian akan sama-sama berjuang agar Bagas merestui kalian." "Apakah itu artinya, Papa mengizinkan kita menikah?" "Iya, Papa izinkan kalian untuk membina rumah tangga, tetapi dengan syarat, Krisna harus terlebih dahulu masuk Islam." "Apakah kakak bersedia menjadi mualaf?" " Demi kamu Aisyah, wanita yang aku cintai, aku bersedia menjadi mualaf." "Alhamdulillah, jika sudah ada kepastian dari Aisyah papa hanya bisa mendukung dan memberi restu serta doa untuk kebahagian kalian berdua." "Terima kasih Om." "Untuk kamu Krisna, om harap kamu bisa menjaga putri Om yang manja ini." "Papa apaan sih, aku sudah dewasa ya." "Iya nih Papa, Aisyah kan sebentar lagi mau nikah." goda Mariam "Ah Mama," wajah Aisyah merona karena malu. "Kira-kira kapan ya om saya bisa melaksanakan ijab kabul," tanya Krisna "Wah, rupanya Nak Krisna sud
Setelah selesai memilih gaun pengantin Krisna mengajak Aisyah makan di tempat favorit mereka. Gak butuh waktu lama mereka sampai di warung makan gado-gado langganan mereka. "Sudah lama aku ga makan gado-gado," ucap Aisyah antusias. "Makanya, aku bawa kamu ke sini sayang."Pesanan mereka pun datang, mereka menikmati hidangan makanan dengan tenang dan menikmati setiap suapan. Setelah selesai makan Krisna kembali mengajak Aisyah keliling wisata Rumah Tujuh atau biasa di sebut Rumah Kurcaci, karena bentuk rumah yang hanya bagian atasnya saja dengan warna yang berbeda dan terdapat tujuh buah, apa lagi tempat tersebut berada di pinggir pantai dengan pohon kelapa yang menjulang tinggi. Aisyah sangat menikmati pemandangan di sore hari yang sangat indah. "Sayang," panggil Krisna. "Iya." "Apakah kamu bahagia?" tanya Krisna. "Tentu, tentu aku sangat bahagia sayang," jawab Aisyah dengan senyum lebar. Krisna meraih pundak Aisyah dan memeluknya dari samping. "Aku akan membuat kamu bahagi
"Apa yang anda inginkan," tanya seorang gadis. "Tolong lepaskan saya," pintanya dengan suara bergetar. "Kami akan melepaskan kamu, tapi dengan syarat, pergilah sejauh mungkin dari dunia ini. "Saya tidak punya tempat tinggal lagi, saya tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Saya mohon beri saya kesempatan," pinta gadis itu memohon belas kasih pada pria yang berbadan besar itu. "Tidak ada kata negosiasi lagi manis, sebelumnya tuan kita sudah memperingatkan anda bukan. Tetapi sepertinya anda meremehkan peringatan itu, dan kini anda meminta pengampunan," ucap pria kekar itu. "Saya mohon, saya akan pergi tapi izinkan saya untuk bertemu dengan suami saya untuk yang terakhir," mohon gadis itu berlutut di hadapan pria kekar. "Tidak ada gunanya anda berlutut seperti itu, karena kami akan tetap melenyapkan anda dari hidup tuan muda." "Saya mohon kali ini saja, izinkan saya." "Tidak bisa, ini sudah perintah dari bos besar," ucap pria itu. "Seret dia, bawa pergi dari sini," perin