“Ilma katanya gak pernah berangkat sejak ketemu kita di perpustakaan,” ujar Yuda suatu siang saat mengemasi barang dagangan Fani.
“Oh, ya? Kenapa?” tanya Fani heran.
“Mana aku tahu,”
“Aneh, dia ‘kan mahasiswa super aktif,” gumam Fani. “Jangan-jangan terjadi sesuatu hal,” tambahnya lagi.
“Maksud kamu?” tanya Yuda tidak paham.
“Meninggal dalam kamar kost jangan-jangan!” Mata Fani membelalak usai mengatakan demikian
Yuda langsung mendorong kening gadis itu menggunakan ujung tangannya. “Jangan asal kalau bicara,” ucap Yuda.
“Lhah soalnya aneh gitu,”
“Kalau dia meninggal, kamu orang pertama kali yang akan dia temui, hahahahaha ….”
“Yuda, jangan ngaco!”
Arya tertegun dengan keterangan yang disampaikan dokter. Sorot matanya memancarkan sikap tidak percaya.“Maaf, Dok, dari mana Dokter menyimpulkan hal ini? Maksud saya, pasien mengatakan sendiri atau?” tanya Arya bingung.“Tadi pasien mengigau. Seperti memarahi seseorang. Mengumpat-umpat. Entah kenapa, hati saya tergerak untuk bertanya bagian tubuh mana saja yang sakit, karena dari dia marah-marah tadi, sepertinya ada hubungannya dengan peristiwa itu. Pasien menangis dan, ada, tadi kejadian yang akhirnya saya tergerak untuk memeriksa bagian kewanitaan dia. Saya rasa tidak etis menceritakan sama Anda dengan detail,” jawab dokter membuat Arya semakin kaget.“Terima kasih, Dok.”“Silakan, sampaikan pada pihak keluarga. Langkah ke depannya seperti apa, karena ini baru dugaan saya. Maksdunya, bisa jadi mereka melakukan atas dasar suka sama suka atau, yah, untuk leb
Pak Arya bicara apa?” Dalam kondisi lemahnya, Ilma masih bisa berakting pura-pura tidak tahu.“Berhenti bersikap seperti itu, Ilma! Berhenti terlihat baik di hadapan semua orang. Kamu bisa menipu teman-teman kamu dengan sikap yang kamu tampakkan. Tapi tidak dengan aku. Aku tidak ingin bingung dan harus mengurus kamu di sini. Makanya, bicaralah sejujurnya agar masalah ini selesai.” Hati Arya yang terlanjur hilang respect terhadap Ilma, membuatnya tega berkata demikian. “Maaf, kata-kataku terdengar menyakitkan tapi, kamu orang yang tidak punya teman dekat. Saat ini, kamu mengalami masalah yang berat. Aku sebagai orang yang tahu karena diberitahu dokter, tidak ingin mengurusnya seorang diri. Kamu itu makhluk sosial, Ilma. Sekalipun kamu cerdas, ada hal-hal yang tidak bisa kamu tanggung dan kamu lakuka, serta kamu hadapi sendiri. Beritahu aku yang sebenarnya, atau aku akan mencari tahu dimana orang tua kamu dan menyerahkan hal ini sama mereka
“Aku terpaksa, Pak. Aku terpaksa bekerja pada dia karena butuh uang untuk tambahan biaya kuliah. Aku pun tidak nyaman berada dalam satu rumah dengan dia, tapi sekali lagi, aku harus melakukan itu,” teriak Ilma.“Apa yang kamu kerjakan?” tanya Arya sembari menatap tajam. Ilma terdiam lagi. Masih ada rasa takut hendak jujur pada Arya. “Baiklah, kalau kamu tidak mau mengatakan itu. Tidak masalah. Aku memang sudah lama kehilangan respect sama kamu. Mengenal kamu membuatku paham, bila hati seseorang terkadang tidak sesuai dengan penampilan luarnya,” lanjut Arya lagi. Membuat hati Ilma terpukul.“Pak Arya kenapa begitu membenci aku? Apa karena Bapak ada rasa sama Fani?”“Itu bukan urusan kamu, Ilma. Berhentilah mengurusi Fani. Dia bahagia dengan hidupnya sendiri. Sementara kamu? Terjatuh oleh perilakumu sendiri. Dan dalam keadaan yang sungguh memprihatinkan. Masihkah dalam
Mereka berdua berjalan beriringan menuju ruang IGD dengan tanpa berbincang.Kasihan. Itu yang Arya rasakan, melihat lelaki yang sering batuk-batuk itu mendengar informasi yang disampaikan dokter. Berkali-kali tangan Arya mengusap punggung yang terasa kurus dengan lembut. Berusaha menguatkan.“Dokter tidak salah?” Abah Ilma berusaha meyakinkan lagi setelah isakannya sedikit mereda.“Tidak, Pak. Hanya saja, perihal apakah memang pasien benar diperkosa atau melakukan suka sama suka, saya tidak memastikan memastikan.” Lelaki tua itu kembali tergugu.Denting ponsel Arya kembali berbunyi. Juan memanggil terus.Setelah puas mendapatkan informasi dari dokter, abah Ilma mengajak Arya kembali ke ruangan.“Siapa kira-kira yang melakukan ini, Pak Dosen?” Terdengar lara hati dari ucapan yang terucap dari bibir abah Ilma. Mereka berdua t
Muncul desas-desus di kalangan mahasiswa mengenai tragedi pingsannya Ilma di kampus. Banyak spekulasi miring tentang kehidupan cewek misterius itu. Kedekatannya dengan Juan ternyata sudah banyak yang tahu. Karena beberapa dari mereka ada yang memergoki dirinya datang ke rumah dosennya itu, termasuk Alex dan Yuda. Namun, keadaan yang sebenarnya, hanya Arya yang tahu. Pria itu masih menyembunyikan masalah yang dihadapi salah satu mahasiswanya.Juan belum juga mendapatkan informasi di mana Ilma dirawat. Membuat hatinya was-was akan apa yang menimpa gadis yang telah ia renggut kehormatannya secara paksa. Setelah hari itu, Arya tidak berangkat. Dan setiap dihubungi selalu tidak ditanggapi.Fani memilih cuek dengan berbagai gunjingan temannya tentang Ilma. Merasa kalau cukup sekali saja berurusan dengan gadis itu. Apa yang menimpanya tidak terlalu penting bagi dirinya.Di suatu siang, di hari ke tiga Ilma dirawat, Arya mulai b
Lelaki tua yang duduk di kursi hanya mampu menangis. Merasa dirinya ikut menjadi penyebab bencana yang menimpa anak gadisnya.Sementara kakaknya melunak. Sadar bila selama ini tidak pernah memberikan uang pada orang tuanya yang sakit-sakitan.“Sudah, Mas Alif. Sudah! Jangan kamu marahi Ilma. Dia butuh dirangkul. Butuh perlindungan kita. Sebaiknya sekarang, kamu langsung ke kantor polisi. Laporkan masalah ini, biar yang memperkosa Ilma mendapatkan hukuman atas perbuatannya,” sahut ibu Ilma menengahi. Anak yang dipanggilnya Alif mengangguk pelan. Ada rasa malu juga bersalah dengan apa yang Ilma sampaikan. Beban atas penyakit bapaknya, seolah ditanggung Ilma seorang diri.***Menjelang Dhuhur, dosen yang berangkat hari itu sudah banyak yang kembali ke kantor usai mengajar mahasiswanya. Dua orang polisi dating mengejutkan semua yang ada di sana. Kecuali Arya. Pria yang menyukai Fani itu sudah tahu kalau kasus Ilma dibaw
Pagi hari Fani berangkat ke kampus seperti biasa. Yuda hanya memberi kabar kalau dirinya pulang. Setelah Fani membalas hati-hati, tidak ada lagi chating darinya. Membuat Fani merasa kesepian.Sampai di lorong depan kelas. Masih ia dengar kasak-kusuk tentang Ilma. Tentu menjadi berita heboh karena gadis itu selalu menunjukkan perangai yang baik. Bahkan seakan memiliki akhlaq sempurna bagi orang-orang yang tidak tahu kasus skripsi Fani.“Tahu gak, Fan. Si llma ternyata selama ini buatin skripsi buat mahsiswa pemalas, lho. Pantesan ya, penampilannya selalu terlihat berkelas. Meskipun pakai baju syar’i gitu tetap terlihat kalau baju-baju yang dipakai dia mahal,” celetuk Anya begitu Fani mendaratkan tubuh di kursi.“Kamu teliti banget!” jawab Fani asal. “Waktunya tagihan. Bawa sini, uannya. Mau buat belanja lagi,” celetuk Fani, abai dengan berita yang menimpa Ilma.
“Gak sayang kuliahnya bentar lagi kelar?” Alex tertawa mendengar pertanyaan Fani.“Sayang itu kalau aku, Fan. Yuda gak usah punya ijazah sarjana saja sudah bisa menghidupi keluarganya kelak. Dia kuliah itu buat menghindari keluarga baru papahnya. Makanya, ngerjain skripsi juga asal. Biar tambah lama dia di sini. Kalau misalnyamaaf, ya, papah dia gak berumur panjang, kayaknya dia benar-benar gak bakal balik lagi, Fan.”“Oh, gitu, ya?”“Iya. Kenapa? Kamu merasa kehilangan, ya? Kamu sih, Fan, gak mau terima dia. Dia suka lho sama kamu. Secara ya, tampangnya ‘kan tampan, ditambah lagi udah kelihatan tajirnya. Banyak cewek pedekate sama dia sebenarnya. Tapi, Yuda menjauhi dan cuek gitu. Padahal sering dibawain makanan enak ke kost, lho.”“Wah, seneng kamu dong. Lex!” kelakar Fani.“Aku juga kehilangan dia, Fan. Di