Napasnya tercekat, tenggorokan terasa seperti dicekik hingga kesulitan untuk bernapas. Dia benar-benar pasrah pada hidupnya, bahkan sekedar membuka suara saja rasanya sudah tak sanggup. Ayla hanya terdiam di tempat. Tolong cabut nyawanya sekarang, dia tak sanggup saat semuanya sudah terbongkar seperti ini. Hanya dengan gerakan matanya, dia mencoba mencari keberadaan Auden. Mungkin pria itu bisa menolongnya sekarang, sang majikan hanya duduk di pojokan dengan wajah kusutnya. Seluruh pasang mata melihat ke arahnya seolah menanti jawaban, masih dengan susah payah Ayla menelan ludah dengan degupan jantung yang rasanya pindah alam. Kepalanya terasa berdenyut hebat merasa jika ini adalah hari penghakiman. "A-aku—" Mendadak lidahnya kelu, dengan cepat Ayla memalingkan wajah saat sangat majikan wanita menatapnya menanti jawaban. "Sayang, aku pikir biarkan dia beristirahat dulu." Entah harus disebut laki-laki ini malaikat atau setan karena telah menolongnya dari situasi mencekam
"Listen! Aku sangat mencintai istriku. Aku tidak pernah mengecewakannya selama ini, dan tidak akan pernah mengecewakannya," ucap Auden dengan wajah mengeras sambil meremas bahu Ayla. Gadis itu menelan ludah kasar dengan wajah pias. Ada perasaan tercubit yang tak bisa dia ungkapkan. "Selesaikan pernikahan satu tahun ini dan kamu harus pergi jauh." Tubuh Ayla terasa begitu ringan, jangan tanyakan lagi air mata yang terus mengalir. Entah kenapa dia merasa begitu kecewa yang tak dapat dijelaskan. "Aku akan pergi," tekadnya dengan bibir bergetar. Auden melepaskan cengkraman itu sambil menyugar rambutnya frustrasi. Dia tak pernah menginginkan berada di situasi sulit seperti ini, melukai dua wanita tanpa sadar. Rasanya tidak akan sanggup melihat istri tercinta terluka. Sandra tidak pernah mengeluarkan air mata karenanya kecuali air mata kebahagiaan. Segala kebahagiaan dan kesempurnaan yang mereka rasakan kini perlahan memudar. "Aku akan pergi," angguk Ayla tersenyum getir. "Arrrrgggh
Berjalan tanpa arah dengan keadaan perut kosong dan hati yang berdarah-darah. Ayla tanpa arah sekarang, berkali-kali dia terantuk kakinya sendiri karena pandangan kabur oleh airmata.Benar-benar tanpa arah. Bahkan jika ada ujung dunia dia akan berlari ke sana.Kepalanya menengadah ke atas melihat betapa jernihnya langit dengan taburan bintang yang banyak. Merasa hidupnya sia-sia, tanpa arah.Kakinya terasa perih karena lecet, entah sudah berapa jam dia berjalan tanpa arah di penerangan remang-remang. Sempat terlintas di pikirannya agar benar-benar pergi dari dunia kejam ini."Eden, maafkan Mama. Tadinya Mama pikir kehadiran kamu bisa jadi penyejuk, sekarang semuanya semakin runyam. Tidak ada satupun yang menginginkan kita," isak ibu hamil itu sambil mengelus-elus perutnya. Sebenarnya dia kembali merasakan kram di bawah perut, tapi itu tidak penting sekarang.Dia benar-benar tanpa arah, entah harus ke mana sekarang.Lagi-lagi dia berada berada di pihak yang lemah dan salah, membuatnya
"Mama!"Suara tawa disertai dengan suara menggemaskan itu membuatnya tersenyum dengan perasaan bangga tiada tara."Eden!" panggil Ayla."Mama!"Anaknya laki-laki, tampan dan menggemaskan seperti Lionel. Ayla masih menunggu Eden yang berlari kecil ke arahnya. Selalu merasa berada di taman surga saat putranya berada di sekeliling.Wanita itu masih menunggu dengan hati berbunga-bunga, walau tidak ada yang pernah menginginkan bayinya dia akan selalu menyanyangi Eden seluas samudera."Come to Mama. Hanya kita berdua, tapi kita akan selalu bahagia."Ayla berjongkok menyambut sang putra, tapi tunggu punya tunggu Eden tak pernah sampai padanya."Sayang? Kenapa?" tanya wanita itu terheran-heran. Bayinya masih berlari dan tertawa dengan begitu merdu tapi kenapa tidak pernah sampai padanya?Ada perasaan sedih yang membuat Ayla terduduk sambil memegang dadanya.Dia terasa dekat tapi tak bisa digapai. Ini aneh! Sungguh perasaan aneh ini terasa menyiksa.Masih setia berjongkok menanti sang buah hat
"Fuck!" Umpatan itu meluncur dari bibirnya sembari menyugar rambut frustrasi.Dokter dan perawat masuk kembali membawa alat perang untuk mengangkat janin di perut Ayla.Tak bisa mengambil keputusan Auden berdiri gelisah mengejar istrinya atau menunggu Ayla sadar yang sedang berjuang antara hidup dan mati.Sial! Dia benar-benar terjebak sekarang.Saat tangannya meraba kunci mobil akhirnya dengan cepat Auden meluncur, berlari secepat cheetah mengejar Sandra. Wanita itu nomor satu di atas nyawanya."Crap!" umpatan kembali dilontarkan saat melihat mobil yang keluar dari gerbang melaju dengan begitu cepat.Auden tak dapat membayangkan kesakitan dan kecewanya Sandra pada dirinya sekarang."Shit! Shit! I'm sorry, Mi Amor."Bahkan detik ini dia tidak peduli jika Ayla dan bayinya pergi. Mereka hanya orang baru di hidupnya, sedangkan Sandra nyaris seumur hidup bersamanya.Melaju dengan kecepatan rata-rata bahkan diklakson berkali-kali membuat Auden tak peduli."Sialan semuanya."Satu tangannya
"Aku mau cerai! Tidak ada lagi alasan buatku untuk bertahan!"Setiap ucapan yang keluar dari mulutnya bak mata pisau yang membunuhnya secara perlahan. Auden benar-benar kehabisan kata bahkan sekedar menelan ludah saja rasanya tak sanggup. "Sayang, maafkan aku juga pada akhirnya aku hanya memberi air mata kekecewaan. Saat mengenalmu aku sudah berjanji hanya memberi air mata kebahagiaan dan sekarang aku melanggar janji tersebut." "Jangan bicara! Aku benci apa pun yang ada pada kamu!" sentak Sandra kasar. Rasa ingin mengamuk, ingin bunuh orang, rasa benci semua menjadi satu. Setiap helaan napas yang ia embuskan terus menyayat-nyayat perasaannya. Wanita itu menutup mata meresapi kesialan yang menimpa hidupnya, entah bagaimana dia kembali menata semua kehancuran ini. "Sayang...," tegur Auden pelan. Dia berusaha untuk mendekat walau Sandra memberi syarat agar jangan mendekat ke arahnya. Saat keduanya bertatapan dia masih belum percaya dengan apa yang terjadi. "Belasan tahun hidup b
MENGANDUNG KEKERASAN EKSTRIM. SKIP KALAU TAK KUAT BACA! ______Merasa ada yang kosong Ayla membuka mata dengan debaran jantung yang tak dapat ditahan.Seluruh ketakutan yang dia simpan sendirian selama ini akhirnya terjadi di depan. Dia menatap penuh ketakutan pada sangat majikan wanita yang entah sejak kapan sudah berdiri di depannya.Tak ada tatapan kelembutan di sana, tapi seorang iblis dengan sayap panjang mengepak yang siap melenyapkan nyawanya detik ini.Sandra menggepalkan tangan kuat, sebentar lagi jalang kecil ini akan hancur berkeping-keping di tangannya dan yang dia inginkan hanyalah memohon kematian secepatnya.Kali ini tidak ada ampun, terbayang di otak Sandra bagaiamana dua manusia hina ini bisa mengkhianati dirinya. Saling telanjang berbagi keringat bahkan sampai jadi anak.Selamanya dia akan terus teringat pengkhianatan ini, suaminya tega berselingkuh dengan pembantu mereka yang dia anggap seperti anak sendiri bahkan sampai hamil.Bagaimana mungkin dia akan melihat se
Sandra menatap tak percaya di depannya sambil memegang pipinya yang memanas. Ya, sebenarnya tamparan itu tak berarti apa-apa karena ada drama yang membuat jiwanya lebih sakit dari ini. "Mami nampar aku?" tanya Sandra tak percaya. Ibu mertua yang selalu lembut dan begitu sayang padanya mendadak jahat seperti ibu tiri hanya karena jalang kecil murahan tak layak hidup ini. "Kamu memang terluka, kecewa, kita semua merasakan itu. Mami juga, tapi jangan main kekerasan apalagi sama ibu hamil!" tegas Delisha. Membicarakan hamil membuat seluruh rasa sakit naik ke permukaan. Detik ini dia merasa gagal jadi manusia, merasa begitu hina hanya karena dia tak bisa hamil. "Jadi hanya karena aku tak bisa hamil Mami bela si jalang itu?" Sandra bukan orang lemah yang suka menangis, tapi entah kenapa kenyataan ini benar-benar memukulnya. Dia kalah telak. Kalah dari apa pun karena tak bisa hamil. Dengan tangan terkepal Sandra berbalik siap membunuh si jalang hina ini. "CUKUP!" teriak Delisha. Masi