POV HADI***"Ibu!" seru Hadi.Aku yakin, semua pasti kaget. Baik dari pihak Ibu yang baru saja tiba, begitu juga dari pihak kami. Aku merasakan panas dingin di sekujur tubuh. Mengingat kondisi tubuh serta penyakit yang diidapnya, sama sekali tidak menginginkan sesuatu menimpa Ibu, aku mendoakan agar ia baik-baik saja."Ibu, masuk." Kulihat Hadi tergopoh menghampiri Ibu. Menyambut kedatangan Ayah serta Ibu seperti biasa. Seolah tak terjadi apa-apa.PLAK!Ternyata? Ayah menyerang Hadi bertubi. Layaknya duel dua orang laki-laki, tetapi tidK seimbang. Karena hanya satu pihak yang menyerang, sementara pihak satunya lagi memilih diam dan berusaha untuk melindungi tubuh menggunakan kedua tangannya."Tidak tau diri! Kamu lihat istrimu itu. Dia terbaring lemah. Tapi kalian berdua? Malah melakukan perbuatan tak senonoh di depannya. Suami macam apa kamu?"Ayah menghajar Hadi hingga babak belur. Tidak ada yang berusaha untuk meleraikan, Ibu sendiri masih menyandarkan diri di dinding kamar. Sebel
[Nadia, jika aku melanjutkan hubungan pernikahan dengan Tiara, Ibu dan Ayah pasti tidak setuju. Dan aku pasti akan kehilangan kamu. Jadi keputusanku adalah berpisah dengan Tiara.]***Hampir dua jam aku mengabaikan pesan dari Hadi. Lelah berpikir apa yang harus kulakukan demi kelangsungan rumah tangga kami. Apakah menceraikan Tiara adalah satu-satunya jalan keluar?Aku menarik napas berat dan mengembusnya kasar. Layar ponsel masih menyala. Aku sudah mengambil keputusan, jawaban seperti apa yang akan kuberikan pada Hadi.[Bismillah! Aku minta maaf yang sebesar-besarnya. Aku tau jika pernikahan kita banyak membawa kesusahan untukmu dan Tiara. Namun, demi Tuhan, aku selalu berusaha menjadi istri yang baik. Berusaha menumbuhkan cinta untukmu. Berusaha melupakan manisnya masa lalu bersama Azzam. Tiara tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Aku sudah mengambil keputusan, pertahankanlah Tiara.]Pesan kukirim setelah mengetik panjang lebar. Semua sudah kupertimbangkan dengan matang. Mengenyampingk
Kenapa Tiara harus ikut juga? Bukankah Hadi ingin bertemu denganku? "Kamu mau ngobrol sama aku, 'kan? Kenapa Tiara harus ikut?" tanyaku heran."Dia memaksa untuk ikut. Aku tidak punya pilihan."Aku kesal mendengar jawabannya. Hal sepele begini saja Hadi sulit untuk bersikap tegas."Aku mau kita hanya bicara empat mata, tanpa Tiara. Jika bisa aku ikut. Jika tidak bisa, antarkan lagi aku pulang!" seruku ketus pada lelaki itu.Bagaimana ingin berpoligami? Jika seorang pemimpin rumah tangga masih belum punya akar yang kuat tentang hal tersebut. Bagaimana ingin berpoligami? Jika adil dalam hal seperti ini saja dia belum bisa. Bagaimana ingin berpoligami? Jika belum bisa merangkul kedua istrinya dengan baik.Poligami memang hal yang dibolehkan oleh Allah, akan tetapi tidak mudah dalam menerapkannya. Banyak hal yang harus dipelajari dan diamalkan. Bukan sekadar banyak uang serta nafkah tercukupi, tetapi tidak terdapat kemashlahatan di dalamnya. Sanggupkah aku menjalani rumah tangga seperti
POV HADI***BUGH!Sebuah pukulan mendarat keras di pipiku. Tiba-tiba seorang lelaki datang menyerangku dari arah depan.Aku melihat ke arahnya sambil memegangi pipi yang berdenyut nyeri. Ada rasa asin yang telah bercampur dengan air liur. Aku meludah sembarang. Ternyata bercampur darah. Sudut bibirku seperti pecah, hingga meninggalkan rasa perih yang menyiksa.Lelaki di depanku berdiri tegap. Matanya menyorotkan amarah yang membara. Tunggu, aku seperti mengenalnya, tapi di mana? Ah! Bagaimana aku bisa lupa. Dia adalah kekasih lama Nadia, Azzam.Setelah mengambil ancang-ancang, aku pun maju mendekat. Berusaha membalas pukulan yang ia daratkan tadi. Kepalan tinju kuarahkan ke wajahnya. Namun, dalam gerakan yang begitu cepat, Azzam mengelak ke samping. Aku meninju angin.SRRRTTPLAKBUGHAku meringis sembari menekan perut. Gerakan Azzam begitu cepat. Dia berhasil memelintir tangan kiriku. Sebuah tendangan keras juga ia singgahkan di perutku."Apa maumu sialan?" tanyaku sambil meringis k
POV HADI"Jangan bertingkah b0d0h, Tiara! Bukan seperti ini cara mencari perhatian!" Aku berseru panik bercampur kesal. Baju kemeja milikku sebagian telah berubah warna bercampur merah. Aku masih menekan kuat sayatan di pergelangan Tiara menggunakan telapak tangan. Wanita itu meringis dan mengaduh perlahan."Sakit, Di.""Makanya jangan konyol! Kamu pikir dengan begini akan menyelesaikan masalah? Malah akan menimbulkan masalah baru yang akan membuatku semakin pusing.""Bukan ini yang sakit!" Wanita bermata bulat itu menunjuk tangannya."Lalu?" tanyaku mengernyitkan dahi."Ini!" serunya lagi sambil meletakkan tangannya di dada."Coba kamu bersikap sedikit lebih bijak dan dewasa seperti Nadia."Kalimat yang tanpa kusengaja mengalir begitu saja dari mulutku. Tiara menatapku tajam. Tatapannya menusuk dan penuh amarah."Jangan pernah samakan aku dengan dia. Katakan kalau kamu tidak mencintainya!" Paksa Tiara penuh tekanan.Aku memilih diam dan masih menyibukkan diri dengan luka Tiara. Perla
POV TIARAPoligami?O my goodness!Tidak pernah sekali pun terpikirkan olehku tentang hal itu. Ya, aku tahu dalam Islam membolehkan hal itu, tapi aku tetap tidak mau merasakannya. Lalu sekarang, aku malah terlibat di dalamnya. Ck!Aku kekasih Hadi dulunya. Karena perjodohan sia**n yang dilakukan oleh orang tua kekasihku itu, juga karena ketidakberanian Hadi menolaknya, maka terpaksalah dia menikah dengan wanita jelek yang telah dipilih oleh ibu Hadi sebagai calon istri kekasihku ituKenapa aku bilang jelek? Ya, karena memang seperti itu. Hadi pun mengakuinya. Namanya Nadia Shanum. Sebenarnya aku malas menyebut nama wanita perebut laki orang tersebut. Jangankan menyebutkan nama, mengingatnya saja sudah membuatku ilfil setengah mati.Dia memang jelek. Tidak ada yang patut untuk dibanggakan. Hadi mengirimkan fotonya padaku dulu saat malam pertama mereka. Ya, malam pertama hanya formalitas saja, sedangkan Hadi asik menghabiskan malam dengan cara meneleponku. Nadia, perempuan berperawakan
Aku menanti Hadi bersama Abi dan Umi. Sebenarnya Umi berat hati melepaskan kepergianku saat sedang berbadan dua seperti ini. Beliau memintaku untuk tinggal hingga kondisiku benar-benar stabil. Namun, aku menjelaskan secara perlahan pada wanita paruh baya tersebut bahwa kondisiku baik-baik saja."Umi sama Abi bisa datang kapan saja jenguk aku. Umi jangan khawatir, aku tinggal bersama Mbok Inah di rumah. Pasti nanti sesekali Ibu juga datang berkunjung ke rumah.""Hmm! Umi masih kesal sama Ibu mertuamu itu," ujar Umi sembari membuang wajah. Semenjak perlakuan Hadi terhadapku terbongkar, Umi memang belum bisa dengan lapang dada memaafkan keluarga Hadi, termasuk ibu mertuaku yang adalah sahabatnya."Ibu ngga salah, Mi. Sama seperti Umi juga. Beliau sangat menyayangiku. Bahkan selalu mengingatkan Hadi agar bersikap baik padaku.""Ya, walaupun begitu, dia tetap terimbas atas perbuatan anaknya." Umi masih terlihat tidak suka.Aku memeluk wanita yang berada tepat di sampingku ini, menyandarkan
Kami tiba di rumah baru menjelang Ashar. Tidak banyak yang dibawa, hanya sekoper pakaian serta beberapa keperluan lainnya. Barang-barang lainnya masih tertinggal di rumah Hadi.Setelah beberapa saat tiba di rumah, Abi dan Umi undur pulang. Awalnya mereka ingin menginap, tetapi keperluan mendadak membuat mereka membatalkan rencana untuk menemani malam pertamaku di rumah baru."Ngga apa-apa, Mi. Nanti ada Mbo Inah di sini.""Jadi suamimu itu mau ke mana? Ke rumah istri muda?" Umi berujar sedikit keras. Kurasa beliau sengaja agar Hadi mendengarnya."Mi, sssttt! Jangan begitu!" seruku sambil meletakkan jari telunjuk di bibir. Aku merasa tidak enak jika sampai Hadi mendengarnya. Tak masalah Hadi mau menginap di mana malam ini, kami memang belum membuat jadwal kunjungan baik untukku maupun Tiara."Umi jangan khawatir. InsyaAllah malam ini Nadia bersamaku." Tiba-tiba Hadi muncul di tengah-tengah kami."Bagaimana ngga khawatir, memberikanmu kesempatan kedua sama artinya dengan melepaskan Nadi